Prabowo Capres 2029: Pencapresan Terlalu Dini
Presiden yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyampaikan pidato saat perayaan HUT Ke-17 Partai Gerindra di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/2/2025). Perayaan HUT ke-17 Partai Gerindra mengusung tema Berjuang Tiada Akhir.( ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
07:20
16 Februari 2025

Prabowo Capres 2029: Pencapresan Terlalu Dini

BELUM selesai masalah pagar laut, kelangkaan gas elpiji 3 kg, dan pemangkasan anggaran negara, publik dikejutkan dengan dicalonkannya Prabowo Subianto secagai bakal calon presiden 2029 di forum Konggres Luar Biasa (KLB) Partai Gerinda.

Sebagaimana diberitakan Kompas.com (24/2/2025), KLB Partai Gerindra digelar dadakan di tengah pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) partai tersebut di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Kamis (13/2/2025).

Dalam KLB tersebut, Prabowo ditetapkan sebagai Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina DPP Gerindra periode 2025-2030.

Gerindra juga memutuskan untuk kembali mengusung Prabowo sebagai calon presiden di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029, meskipun saat ini ia baru menjabat sebagai Presiden RI.

Sehari setelah KLB, selanjutnya Prabowo diumumkan maju capres 2029 dalam silaturahmi Koalisi Indonesia Maju (KIM) di Hambalang.

Sebagaimana diberitakan Kompas.com (14/2/2025), pengumuman itu disampaikan saat Prabowo mengumpulkan ketum parpol KIM di Hambalang, Bogor, Jumat (14/2/2025).

Motif pencapresan terlalu dini

Paling sedikit ada dua motif utama mengapa Gerindra memutuskan untuk kembali mengusung Prabowo sebagai capres 2029 terlalu dini, yakni pada 13 Februari 2025, padahal ia baru dilantik 20 Oktober 2024.

Motif pertama adalah untuk konsolidasi mesin politik Gerindra sejak dini. Dengan ditetapkannya Prabowo sebagai Capres 2029 sejak dini oleh Gerindra, diharapkan terjadi konsolidasi kuat dan luas dari seluruh pengurus, kader, dan simpatisan Gerindra untuk menyukseskan dan memenangkan Prabowo pada Pilpres 2029.

Dengan dihapuskannya ambang batas pencalonan presiden oleh Mahkamah Konstitusi, maka setiap partai politik akan dapat mengajukan Capresnya masing-masing di Pilpres 2029.

Dengan demikian, Pilpres 2029 diharapkan akan lebih kompetitif. Hal ini akan memberikan ancaman bagi Gerindra terhadap munculnya Capres alternatif yang bisa menjadi pesaing kuat Prabowo di Pilpres 2029.

Dengan mencalonkan Prabowo sebagai Capres 2029 sejak dini, Gerindra dapat menyolidkan mesin politiknya sejak awak untuk memenangkan Pilpres 2029.

Motif kedua untuk mengonsolidasikan dan menyolidkan partai-partai politik yang tergabung dalam KIM agar mendukung Prabowo sebagai Capres sejak dini.

Dengan mengusung Prabowo sebagai Capres 2029 sejak dini, maka akan dapat diketahui sejak dini siapa saja partai yang loyal terhadap Prabowo dan siapa tidak loyal.

Bagi parpol yang loyal, tentu akan diberi kompensasi berupa tetap bertahannya kader Parpol tersebut di Kabinet Merah Putih, atau bahkan kursi menterinya ditambah.

Bagi Parpol yang tidak loyal tentu akan diberi warning akan dikeluarkan dari Kabinet Merah Putih, atau kursi menterinya akan dikurangi.

Dengan hal ini, tentu diharapkan akan membuat soliditas partai-partai KIM untuk mendukung Prabowo sebagai Capres pada Pilpres 2029 akan semakin kuat, sehingga potensi untuk menang Pilpres 2029 juga semakin besar.

"Timing" tidak tepat

Timing (waktu) penetapan Prabowo sebagai Capres 2029 oleh Gerindra dalam KLB pada Kamis (13/2/2025), tidaklah tepat. Ada beberapa alasan mengapa pencapresan Prabowo tersebut tidak tepat.

Alasan pertama adalah waktu pencapresan Prabowo tersebut terlalu dini. Prabowo dilantik menjadi Presiden pada 20 Oktober 2024, sedangkan pencapresan Prabowo untuk Pilpres 2029 dilakukan dalam KLB Geridra tanggal 13 Februari 2025.

Artinya, baru 116 hari menjabat Presiden RI, Prabowo sudah ditetapkan sebagai Capres Pilpres 2029. Terlalu singkat waktunya.

Ibaratnya, baru kemarin sore Pilpres 2024 berlalu, kok sudah nyapres untuk Pilpres 2029? Ibarat makan nasi, belum habis satu piring karena yang dimakan baru satu sendok, sudah minta satu piring lagi.

Sebagai perbandingan, penetapan Jokowi sebagai Capres 2019-2024 dilakukan dalam Rakernas PDI Perjuangan III Tahun 2018, yang berlangsung di Inna Grand Bali Beach, Bali, pada Jumat, 23 Februari 2018.

Artinya, Jokowi butuh waktu kurang lebih 3 tahun 4 bulan setelah menjabat Presiden di periode pertamanya, untuk kembali dicalonkan sebagai Capres pada Pilpres 2019.

Sementara itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ditetapkan sebagai capres 2009-2014 pada Rapimnas II Partai Demokrat (PD) yang dilaksanakan di arena PRJ Kemayoran, Jakarta, Minggu, 26 April 2009.

Rapimnas II PD menetapkan SBY sebagai Capres periode 2009-2014 dan memberikan kewenangan sepenuhnya pada SBY menentukan cawapres yang akan mendampingi dalam Pilpres 2009.

Artinya, SBY butuh waktu 4 tahun 6 bulan setelah menjabat Presiden di periode pertamanya, untuk kembali dicalonkan sebagai Capres pada Pilpres 2009.

Dengan hanya masih menjabat 116 hari sebagai Presiden RI sejak dilantik, maka masih terlalu dini, masih terlalu singkat waktunya bagi Prabowo untuk ditetapkan sebagai capres pada periode keduanya pada Pilpres 2029.

Alasan kedua adalah kinerja 100 hari Pemerintahan Prabowo masih penuh dengan kontroversi. Kontroversi tersebut terkait masalah efisiensi anggaran negara, langkanya gas elpiji 3 kg, karut marut pagar laut, dan drama kenaikan PPN 12 persen.

Masalah efisiensi anggaran negara ini menimbulkan pro dan kontra yang kuat di masyarakat sampai saat ini.

Menkeu Sri Mulyani menegaskan besarnya nilai efisiensi anggaran untuk APBN 2025 adalah Rp 306,69 triliun.

Efisiensi anggaran ini mengacu pada Inpres Nomor 1 Tahun 2025 dan ditegaskan dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025. Implikasi efisiensi anggaran ini adalah dipangkasnya anggaran kementerian dan lembaga negara.

Tidak ada yang menolak bahwa efisiensi anggaran negara memang perlu dilakukan. Namun pemangkasan anggaran yang cukup besar di sektor strategis di Kementerian PU, Kemenkes, Kemediktisaintek, Kemendikdasmen, Kementan, dan Kementerian Perumahan menimbulkan kekhawatiran bahwa pelayanan publik yang menjadi hak dasar masyarakat umum menjadi menurun kualitasnya.

Apalagi pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga negara ini terkesan dilakukan tanpa perencanaan yang baik, perhitungan cermat, dan koordinasi yang bagus.

Langkanya gas elpiji 3 Kg di berbagai daerah merupakan cermin kebijakan terburu-buru yang pada akhirnya merugikan masyarakat kecil.

Kebijakan melarang penjualan gas elpiji 3 Kg di tingkat pengecer, malah membuat masyarakat kecil harus mengantre panjang untuk mendapatkan gas elpiji 3 Kg di pangkalan resmi.

Niat baik dari Kementerian ESDM untuk menata distribusi gas elpiji 3 Kg supaya tepat sasaran ke masyarakat yang berhak mendapatnya, tidak diikuti dengan perencanaan dan sosialisasi yang baik.

Akibatnya gas elpiji 3 Kg langka, dan rakyat kecil menjadi korban, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.

Karut marut masalah pagar laut di Tangerang juga menyertai kinerja 100 hari Pemerintahan Prabowo.

Masalah ini berawal dari ditemukannya pagar laut di perairan Tangerang, yang terbuat dari bambu dengan tinggi sekitar 6 meter, berdiri sepanjang 30,16 kilometer dari Desa Muncung hingga Pakuhaji, Tangerang, Banten.

Namun anehnya, tidak ada kejelasan tentang siapa yang membangun pagar laut tersebut. Masalah terus melebar dengan ditemukannya fakta bahwa ternyata area pagar laut di tangerang memiliki sertifikat HGB dan SHM, sehingga menimbulkan kecurigaan publik adanya korupsi dan kolusi dalam kasus tersebut.

Meskipun sudah dilakukan upaya pembongkaran pagar laut di Tangerang, tapi titik terang tentang siapa yang bertanggung jawab terhadap pembangunan dan keberadaan pagar laut tersebut masih jauh dari titik terang.

Drama kenaikan PPN 12 persen juga merupakan masalah yang menunjukkan kebingungan dan kerumitan Pemerintahan Prabowo dalam mengambil kebijakan publik dalam 100 hari pemerintahannya.

Sebagaimana diberitakan Kompas.id (5/1/2025), hanya dalam satu bulan, pemerintah berubah pikiran hingga tiga kali mengenai kebijakan PPN.

Konsekuensinya adalah kebingungan implementasi di lapangan. Akibat kebijakan yang berubah-ubah dan mepet ini, sejumlah pengusaha yang menjajakan barang/jasa nonmewah telanjur menaikkan harganya dengan mengacu pada tarif PPN 12 persen.

Pada akhirnya, Prabowo memang membatalkan kenaikan PPN 12 persen secara umum, dan hanya menerapkan kenaikan PPN untuk barang mewah pada 31 Desember 2024 malam, enam jam sebelum penerapan PPN.

Namun karena pembatalan itu terjadi setelah muncul aksi protes yang luas terhadap kebijakan kenaikan PPN 12 persen, maka timbul kesan bahwa pengambilan keputusan kebijakan publik Pemerintahan Prabowo bukan berdasarkan perencanaan dan perhitungan yang baik, tapi karena desakan publik melalui aksi protes dan demonstrasi.

Dengan berbagai macam kontroversi selama 100 hari pemerintahan Prabowo terkait efisiensi anggaran negara, langkanya gas elpiji 3 Kg, karut marut pagar laut, dan drama kenaikan PPN 12 persen, maka sangat tidak tepat timing (waktu) pencapresan Prabowo sebagai capres Pilpres 2029 dalam KLB Gerindra pada 13 Februari 2025.

Alasan ketiga adalah belum adanya pembuktian kinerja oleh Prabowo sebagai Presiden yang sukses, yang menjadikannya layak untuk dicalonkan kembali sebagai capres pada Pilpres 2029.

Dengan periode yang masih singkat menjabat Presiden RI, yakni baru 116 hari sejak dilantik sampai dicalonkan kembali sebagai Capres 2029, sangat tidak mungkin bagi Prabowo untuk bisa membuktikan kesuksesan kinerjanya.

Prabowo seharusnya membuktikan kinerjanya terlebih dahulu dalam kurun waktu yang relatif panjang, misalnya dalam 3-4 tahun, untuk merealisasikan janji-janjinya saat kampanye.

Misalnya, mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi 8 persen, swasembada pangan dalam 4-5 tahun, dan tidak impor energi dari luar.

Setelah terbukti bisa mewujudkan janji-janjinya dan menunjukkan kinerja terbaiknya dalam melayani kepentingan rakyat, maka saat itulah Prabowo dapat dicalonkan kembali sebagai Capres pada periode keduanya, yakni pada Pilpres 2029, baik oleh Gerindra maupun oleh partai pendukungnya yang lain.

Meskipun timing (waktu) pencalonan Prabowo sebagai capres 2029 oleh Gerindra pada 13 Februari 2025, tidak tepat dan terlalu dini, tapi publik berharap dan terus berharap, semoga pencalonan yang terlalu dini tersebut akan memberikan semangat, motivasi dan energi lebih kuat bagi Pemerintahan Prabowo supaya dapat merealisasikan janji-janjinya selama kampanye dan memberikan kinerja terbaik untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara.

Apabila terwujud, maka hal itu akan menjadi modal kuat bagi Prabowo untuk dapat memenangkan Pilpres 2029.

Tag:  #prabowo #capres #2029 #pencapresan #terlalu #dini

KOMENTAR