Protein Hewani: Golden Ticket Menuju Masa Depan Anak Cerdas
"Atas nama ananda Kiyomi, ditimbang dulu, ya," ujar petugas Posyandu menggunakan pengeras suara. Suasana hati Kurnia semakin tak menentu mendengar nama buah hatinya dipanggil. Sudah hampir setahun ini Kurnia tidak melihat kenaikan bobot yang signifikan pada anaknya. Dokter di Puskesmas telah mendiagnosa Kiyomi dengan status gizi kurang.
Dengan hati-hati, Kurnia memposisikan anak perempuannya yang berusia 19 bulan itu di atas timbangan. Kurnia tak banyak berharap, ia tak mau berekspektasi tinggi terhadap kenaikan berat badan putrinya. Namun, hal tak terduga justru terjadi. Matanya langsung terbelalak tak percaya ketika petugas Puskesmas memberikan detail angka berat badan Kiyomi.
"Naik 800 gram ya, bu."
"Serius bu? Tolong ditimbang ulang bu, beneran timbangannya nggak rusak?" ujar Kurnia.
Tak puas dengan timbangan Posyandu, keesokan harinya Kurnia membawa sang anak ke Puskesmas terdekat dari kediamannya di Kota Yogyakarta. Ia ingin memastikan status gizi anaknya sudah kembali normal. Ternyata memang benar akurat berat badan buah hatinya naik 800 gram dalam sebulan.
Rasa bahagia tak dapat disembunyikan Kurnia. Perjuangannya selama sebulan ke belakang memperbaiki pola makan yang benar dan menambah protein hewani ke menu makanan Kiyomi benar-benar terasa seperti keajaiban. "Ah, kenapa nggak dari dulu aja aku kasih makanan adekuat lengkap dengan protein hewani untuk Kiyomi”.
Saat berbincang dengan Suara.com, Kurnia menjelaskan bahwa anaknya mulai mengalami GTM alias Gerakan Tutup Mulut sejak berusia sembilan bulan. Mulutnya terkunci rapat menolak makanan apapun. Hanya beberapa menu kesukaannya yang dimasukkan ke dalam mulutnya, itupun hanya camilan yang tidak memiliki kandungan gizi lengkap. Dalam satu bulan, Kiyomi bisa mengalami GTM parah selama satu sampai dua minggu lamanya.
Kondisi itu membuat berat badan Kiyomi tidak mengalami kenaikan yang signifikan sesuai usianya. Puncaknya saat Kiyomi mengalami sakit influenza berkepanjangan hingga benar-benar menolak makan. Berat badannya turun drastis di bawah berat badan ideal seusianya. Kala itu Kiyomi berusia 19 bulan memiliki berat badan 8,2 kilogram. Padahal menurut WHO, berat badan anak seusia Kiyomi seharusnya mencapai 10,2 kilogram. Dalam kurva pertumbuhan anak di buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan, titik pertumbuhan Kiyomi berada di zona kuning, artinya kategori gizi kurang.
Sejak didiagnosa gizi kurang, Kiyomi mendapat pemantauan dari tim dokter di Rumah Pemulihan Gizi (RPG) Yogyakarta. Kurnia mendapatkan edukasi lengkap dari dokter untuk menata jam makan yang benar hingga menambah makanan adekuat yang mengandung gizi lengkap, yakni karbohidrat, protein hewani, protein nabati, dan sayuran, ke setiap piring makan Kiyomi. Komposisi makanan harian Kiyomi merujuk pada pedoman Isi Piringku Sekali Makan yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan.
"Saya berusaha memperbaiki nafsu makan dan jam tidurnya, menambah jumlah protein hewani biasanya satu sampai dua jenis, protein nabati dan menu lengkap yang adekuat setiap makan," ujar Kurnia.
Tag: #protein #hewani #golden #ticket #menuju #masa #depan #anak #cerdas