Mayjen TNI Novi Helmy jadi Dirut Bulog, SETARA: Langgar UU TNI dan Amanat Konstitusi
Menteri Pertanian Amran Sulaiman (kanan) menerima Direktur Utama Perum Bulog Mayjen Novi Helmy Prasetya (kiri) di Gedung A Kementerian Pertanian Ragunan Pasar Minggu Jakarta, Minggu (9/2/2025). (Muhamad Ali/Jawa Pos)
20:32
10 Februari 2025

Mayjen TNI Novi Helmy jadi Dirut Bulog, SETARA: Langgar UU TNI dan Amanat Konstitusi

    - Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan menilai, penempatan Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog melanggar UU TNI. Ia menilai, penunjukan itu semakin memperlihatkan ketiadaan visi reformasi TNI di awal pemerintahan Prabowo-Gibran, terutama dalam aspek memastikan TNI fokus sebagai alat negara di bidang pertahanan, sebagaimana amanat Konstitusi dan UU TNI.   "Penempatan prajurit TNI sebagai Direktur Bulog menambah daftar pengingkaran dan/atau pelanggaran atas ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan (2) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI) di awal pemerintahan Prabowo-Gibran. Kukuhnya pemerintah dalam menempatkan militer pada jabatan sipil meskipun melanggar ketentuan UU TNI," kata Halili kepada JawaPos.com, Senin (10/2).   Ia juga menilai, penempatan Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Dirut Perum Bulog memperlihatkan pemerintah tidak melakukan evaluasi atas berbagai kritikan publik dalam penempatan prajurit TNI sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) yang diemban Mayor Teddy Indra Wijaya memiliki problematika serupa.    "Persoalan ini merupakan bentuk keberulangan dan keberlanjutan dari era kepemimpinan sebelumnya. Artinya, harapan bahwa pemimpin baru dapat memperbaiki kondisi regresi reformasi militer dalam 5-10 tahun era Presiden sebelumnya, sejauh ini masih sebatas imajinasi," tegas Halili.   Ia menyebut, penempatan TNI pada jabatan sipil, dalam pemerintahan Prabowo-Gibran semakin melibatkan militer pada ranah sipil, yakni dalam konteks peran-peran di luar bidang pertahanan. Bahkan, pada awal pemerintahan ini, militer telah dilibatkan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG), penertiban kawasan hutan, hingga wacana pembentukan 100 batalion teritorial pembangunan.    "Kebijakan ini bertentangan dengan kodrat militer sebagai alat negara di bidang pertahanan. Pemaksaan paradigma pertahanan dalam isu-isu demikian hanya memperlihatkan gejala militerisme pada kerja-kerja di ruang sipil," cetus Halili.  

  Lebih lanjut, Halili menegaskan penguatan militerisme pada ruang-ruang sipil di awal pemerintahan Prabowo memperlihatkan watak dan substansi dwifungsi militer yang masih kental. Sebab, pemerintah menempatkan militer sebagai solusi atas semua problematika pembangunan, sehingga pelibatan militer dianggap menjadi manifestasi akselerasi pembangunan.    "Paradigma ini memperlihatkan pejabat pemerintahan masih menempatkan kondisi Orde Baru sebagai patokan dalam pembangunan melalui dwifungsi ABRI ketika itu. Padahal berbagai perkembangan konsep pemerintahan, seperti good governance hingga collaborative governance dapat menjadi konsep menuju pembangunan yang demokratis," pungkasnya.  

Editor: Kuswandi

Tag:  #mayjen #novi #helmy #jadi #dirut #bulog #setara #langgar #amanat #konstitusi

KOMENTAR