Yusril Akui Indonesia Agak Lambat Membuat Turunan Hukum dari Ratifikasi Konvensi
- Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengakui, selama ini pemerintah Indonesia agak lambat dalam mengimplementasikan ratifikasi konvensi ke dalam aturan yang berlaku.
“Kita ketahui bahwa kita memang agak lambat memperbaiki hukum kita ya, seperti misalnya Konvensi PBB tentang Anti Korupsi (UNCAC) yang sudah kita ratifikasi 2006 sampai sekarang pun belum ada langkah-langkah penyesuaian,” ujar Yusril saat ditemui usai acara Workshop dan Technical Discussion Support Indonesia in Fighting Foreign Bribery: Towards Accession OECD Anti-Bribery Convention di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (10/2/2025).
Tetapi, Yusril menegaskan bahwa pemerintah yang saat ini berkomitmen untuk mempercepat proses ratifikasi, termasuk untuk menciptakan peraturan-peraturan hukum baru untuk menghadapi pemberantasan korupsi dan penyuapan.
Salah satu konvensi yang dipertimbangkan pemerintah adalah konvensi anti suap atau bribery yang dijalankan oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
“Maka yang sekarang dilakukan untuk kita mengaksesi konvensi OECD tentang penyuapan ini merupakan suatu langkah penting, yaitu kita lakukan untuk memperkuat sistem nasional melawan kolusi dan khususnya melawan penyuapan,” kata Yusril.
Dia mengatakan, konvensi ini penting karena ada aspek-aspek peristiwa korupsi yang belum diatur dalam hukum Indonesia. Salah satunya tindakan suap dan korupsi yang dilakukan oleh pihak swasta dan pejabat asing.
“Masih banyak aspek-aspek pemberantasan korupsi, termasuk penyuapan yang dilakukan oleh swasta dan pejabat asing, itu yang belum di-cover oleh hukum kita,” ujarnya.
Lebih lanjut, ratifikasi konvensi ini juga menjadi salah satu syarat bagi Indonesia yang hendak bergabung menjadi anggota OECD.
Saat ini, Indonesia tengah mempersiapkan sejumlah dokumen untuk mendaftarkan diri sebagai anggota OECD. Salah satu yang disiapkan adalah inisial memorandum.
“Inisial memorandum ini terdiri dari 32 BAB terhadap 239 instrumen hukum yang ada di OECD. Jadi, bagaimana merealign regulasi terhadap dokumen-dokumen hukum yang ada di kita dan yang ada di OECD,” kata Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara.
Inisial memorandum ini ditargetkan selesai pada bulan Maret 2025 sebelum dibawa ke pertemuan Dewan Menteri OECD di Juni 2025.
“Namun, di bulan Maret minggu ketiga akan ada ministerial meeting khusus terkait dengan antikorupsi. Nah, untuk ini mungkin saya berharap tadi Pak Menko Hukum bisa mewakili bersama dengan Ketua KPK karena ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam aksesi ini,” ujar Airlangga.
Dia mengatakan, proses pendaftaran ke OECD ini ditargetkan selesai dalam kurun waktu tiga sampai tahun.
Untuk mempercepat proses ratifikasi dan implementasi hukum yang berjalan, Airlangga menyebut bahwa Indonesia punya jurus khusus.
“Oleh karena itu beberapa negara memakan waktu yang lebih lama (untuk gabung OECD). Namun kita punya jurus yang kemarin sudah pernah kita lakukan, yaitu Omnibus Law,” lanjut dia.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan, Indonesia bakal mencari peluang untuk bergabung dalam sejumlah organisasi internasional di bidang ekonomi.
Hal ini dikatakannya menjawab kemungkinan posisi Indonesia bergabung BRICS saat tengah menjalani aksesi menjadi anggota penuh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Tag: #yusril #akui #indonesia #agak #lambat #membuat #turunan #hukum #dari #ratifikasi #konvensi