![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/view.png)
![Respons Komunitas Kretek soal Rencana Penyeragaman Kemasan Rokok](https://jakarta365.net/uploads/2025/02/10/tribunnews/respons-komunitas-kretek-soal-rencana-penyeragaman-kemasan-rokok-1196865.jpg)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/clock-d.png)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/calendar-d.png)
Respons Komunitas Kretek soal Rencana Penyeragaman Kemasan Rokok
Rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Komunitas kretek pun merespons rencana tersebut.
Juru bicara Komunitas Kretek, Khoirul Atfifudin, berpandangan penyusunan kebijakan itu berpotensi merugikan konsumen. Konsumen perlu mendapatkan informasi dengan jelas dan detail seputar produk yang dibeli dan dikonsumsi sesuai hak yang sudah dilindungi oleh Undang-Undang (UU) yang berlaku.
Dengan penyusunan kebijakan ini, konsumen terhalang mendapatkan hak atas informasi yang sudah diatur pada UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Konsumen nantinya tidak bisa mengajukan keberatan kalau tidak jelas merek dan perusahaannya, dan mereka jadi tidak terlindungi karena memang membingungkan," katanya di Jakarta, ditulis Senin (10/2/2025).
Ia mengatakan, rencana aturan ini memiliki dampak buruk yang bisa mempengaruhi banyak sektor.
Pihaknya juga menilai, rancangan Permenkes bukan menjadi solusi untuk menurunkan prevalensi merokok namun memperparah peredaran rokok ilegal pada anak-anak muda.
"Kalau semua rokok sama, ini akan membuat rokok ilegal semakin gampang ditiru dan peredarannya semakin marak. Ada kerugian negara dari kebijakan ini karena permintaan rokok legal akan turun," kata Khoirul.
Saat ini saja, menurut Khoirul, sudah muncul perilaku konsumen memilih produk dengan harga lebih murah.
Untuk itu, Khoirul menyarankan agar pemerintah lebih fokus terhadap pengawasan aturan yang sudah dibuat. Ia mencontohkan kebijakan batas usia minimum untuk membeli rokok adalah 21 tahun sesuai PP 28/2024, dan aturan ini seharusnya diterapkan dengan pengawasan yang tepat seperti pemberlakuan pembelian rokok menggunakan KTP.
"Kami kaji pemerintah terlalu sering menekan industri tembakau padahal industri tembakau sudah banyak sumbangannya," katanya.
Seperti diketahui, penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) mengalami koreksi sejak beberapa tahun belakangan.
Misalnya pada 2023, di mana pemerintah mengantongi Rp210,29 triliun dari CHT, turun 3,81 persen secara tahunan (year-on-year) dari Rp 218,6 triliun pada tahun sebelumnya.
Sedangkan dalam Undang-Undang APBN 2025, target CHT pada tahun ini mencapai Rp 230 triliun. Di samping itu, industri juga telah memberikan kontribusi pada penyerapan tenaga kerja di Indonesia, sebagai negara produsen rokok.
Khoirul menambahkan bahwa rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek itu mengadopsi pasal-pasal dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Sementara Indonesia secara resmi tidak meratifikasi FCTC dan memiliki ekosistem pertembakauan yang kompleks dari hulu ke hilir, tidak seperti negara lain.
Tag: #respons #komunitas #kretek #soal #rencana #penyeragaman #kemasan #rokok