Yusril Bicara soal Revisi UU KPK agar Bisa Proses Kasus Suap Swasta dan Pejabat Asing
Menko Bidang Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto usai acara Workshop dan Technical Discussion Support Indonesia in Fighting Foreign Bribery: Towards Accession OECD Anti-Bribery Convention di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (10/2/2025). (Shela Octavia)
18:14
10 Februari 2025

Yusril Bicara soal Revisi UU KPK agar Bisa Proses Kasus Suap Swasta dan Pejabat Asing

- Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra membuka peluang pembaharuan aturan dalam Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memproses kasus penyuapan yang dilakukan oleh swasta dan pejabat asing.

“Kalau diperlukan adanya pembaharuan terhadap Undang-Undang KPK dalam menghadapi penyuapan yang dilakukan oleh swasta, menghadapi penyuapan yang dilakukan oleh pejabat asing. Jadi, tentu harus kita perbaharui undang-undang kita sendiri,” ujar Yusril saat ditemui usai acara Workshop dan Technical Discussion Support Indonesia in Fighting Foreign Bribery: Towards Accession OECD Anti-Bribery Convention di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (10/2/2025).

Yusril juga menyoroti perihal yurisdiksi KPK yang berwenang untuk memproses kasus hukum yang terjadi di dalam negeri atau kasus-kasus nasional.

Tetapi, KPK saat ini tidak berwenang untuk memproses kasus suap yang dilakukan oleh pejabat asing di luar negeri kepada entitas yang ada di Indonesia.

Untuk itu, menurut Yusril, pemerintah juga membuka peluang untuk merumuskan kembali yurisdiksi KPK dalam menghadapi problematika ini.

“Kemudian, yurisdiksi KPK ini juga perlu kita rumuskan ulang dalam menghadapi peningkatan kerja sama apakah antara KPK dan unit yang sama di negara lain atau memang KPK diperluas yurisdiksinya untuk menjangkau setiap tindak pidana, tidak hanya pidana yang terjadi di Indonesia tapi juga terjadi di luar negeri,” kata Yusril.

Dalam pembukaan acara workshop hari ini, Ketua KPK Setyo Budiyanto sempat menyinggung soal ketiadaan dasar hukum untuk memproses kasus-kasus suap dan korupsi yang berkaitan dengan pihak swasta dan pejabat asing.

“Kemudian, kita juga memahami bahwa aturan-aturan ini belum ada (terkait suap dari swasta), belum secara regulasinya belum tercantum. Belum ada instrumen hukumnya yang mengatur secara jelas dan tegas,” kata Setyo dalam sambutannya.

Setyo mengatakan, ketiadaan dasar hukum ini membuat KPK menjadi korban dalam penanganan sebuah kasus korupsi terkait dengan proses pembelian mesin pesawat.

“Yang jadi masalah adalah kita pernah menjadi korban dalam perkara korupsi di salah satu maskapai,” ujar Setyo.

Dia tidak menjelaskan nasib dari penyidikan kasus ini. Tapi, dalam prosesnya, terbukti kalau maskapai yang bersangkutan melakukan suap untuk memuluskan proses pembelian mesin hingga pesawat.

Setyo berharap, ketiadaan hukum untuk menjerat suap dan korupsi dari pihak swasta dan pejabat asing ini dapat segera terselesaikan.

Salah satunya dengan meratifikasi konvensi anti suap atau bribery yang dijalankan oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

“Kemudian, kami menganggap bahwa ruh atau tujuan dari konvensi ini pastinya adalah bagaimana untuk bisa memberikan sanksi kepada para pelakunya,” kata Setyo.

Saat ini, Indonesia tengah mempersiapkan sejumlah dokumen untuk mendaftarkan diri sebagai anggota OECD. Salah satu yang disiapkan adalah inisial memorandum.

“Inisial memorandum ini terdiri dari 32 BAB terhadap 239 instrumen hukum yang ada di OECD. Jadi, bagaimana merealign regulasi terhadap dokumen-dokumen hukum yang ada di kita dan yang ada di OECD,” kata Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Inisial memorandum ini ditargetkan selesai pada bulan Maret 2025 sebelum dibawa ke pertemuan Dewan Menteri OECD di Juni 2025.

“Namun, di bulan Maret minggu ketiga akan ada ministerial meeting khusus terkait dengan antikorupsi. Nah, untuk ini mungkin saya berharap tadi Pak Menko Hukum bisa mewakili bersama dengan Ketua KPK karena ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam aksesi ini,” ujar Airlangga.

Dia mengatakan, proses pendaftaran ke OECD ini ditargetkan selesai dalam kurun waktu tiga sampai tahun.

Untuk mempercepat proses ratifikasi dan implementasi hukum yang berjalan, Airlangga menyebut bahwa Indonesia punya jurus khusus.

“Oleh karena itu beberapa negara memakan waktu yang lebih lama (untuk gabung OECD). Namun kita punya jurus yang kemarin sudah pernah kita lakukan, yaitu Omnibus Law,” katanya.

Editor: Shela Octavia

Tag:  #yusril #bicara #soal #revisi #agar #bisa #proses #kasus #suap #swasta #pejabat #asing

KOMENTAR