Polri Dinilai Perlu Melakukan Reformasi Total Bukan Hanya Reposisi
RILIS SURVEI - Rilis hasil survei bertajuk 'Pandangan Publik Terhadap Wacana Reposisi Polri' di Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2025). Survei terbaru menyebutkan kepuasan publik atas Polri masih di bawah 50 persen. 
08:13
10 Februari 2025

Polri Dinilai Perlu Melakukan Reformasi Total Bukan Hanya Reposisi

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) jadi sorotan publik akhir-akhir ini.

Hal itu menyusulnya munculnya berbagai kasus yang melibatkan polisi.

Mulai dari kasus pemerasan tersangka, penembakan polisi dengan polisi atau warga sipil, polisi menganiaya warga, dan aktivis, dugaan polisi jadi alat politik dan dugaan polisi melindungi kepentingan pengusaha. 

Oleh karena itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menegaskan tidak heran kalau  publik mengaku tak puas dengan kinerja aparat penegak hukum khususnya Polri dan KPK.

"Karena bertolak belakang dengan realitas di lapangan. Sebab pada realitasnya kedua lembaga tersebut (Polri dan KPK), kinerjanya sangat buruk," ujar Ray saat menjadi narasumber di acara launching hasil survei 'Civil Society for Police Watch soal 'Pandangan Publik Terhadap Wacana Reposisi Polri' di Hotel Ibis Budget Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2025).

Menurut Ray, Polri tidak saja dilakukan reposisi melainkan reformasi terhadap institusi Polri.

Pasalnya, reformasi Polri merupakan langkah perbaikan terhadap kultur dan institusi pada kelembagaan kepolisian. 

"Perbaikan terhadap Polri pada dasarnya adalah kebutuhan mendesak, karena pada hari ini penegakan hukumnya buruk, pemberantasan korupsinya buruk, perlindungan terhadap hak asasi manusia juga buruk. Maka dari itu, perlu melakukan perubahan, reformasi atau reposisi terhadap Polri," imbuh Ray.

Jika ditelisik lebih lanjut, jelas Ray, problem utama kita sebagai bangsa yakni budaya atau culture, termasuk budaya kepolisian.

Menurut dia, hal tersebut harus menjadi perhatian serius pemerintah. Dia menilai budaya dan mentalitas tersebut yang kemudian melahirkan Polri yang koruptif.

“Apa yang kita dapatkan dari Polri di bawah Presiden yakni 10 tahun, semisal era Jokowi? Yang kita rasakan yakni polisi akan menjadi alat kekuasaan, menjadi alat politik atau terlibat dalam politik praktis seperti parcok (partai cokelat) dalam pemilu,” pungkas Ray.

Survei terbaru soal kepuasaan terhadap Polri

Hasil survei terbaru Civil Society for Police Watch menunjukkan tingkat kepercayaan publik dan kinerja Polri masih di bawah angka 50 persen. 

Karena itu publik pun mengusulkan sejumlah reposisi Polri yang diharapkan bisa berdampak pada perbaikan kinerja dan peningkatan kepercayaan publik untuk Polri.

Reposisi yang diusulkan adalah agar Polri berada di bawah Kemendagri, Kejaksaan, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Hukum.

Dari hasil survei itu menyebutkan sebanyak 28,7 persen responden yang percaya dengan Polri.

Kemudian sebanyak 3,1 persen sangat percaya,  dan 16,3 persen yang percaya pada Polri.

Lalu responden yang menjawab tidak percaya sebesar 10,6 persen, kurang percaya 34,1 persen.

Responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 7,2 persen. 

"Jika diakumulasikan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri berada di angka 48,1 persen atau masih di bawah 50 persen," ujar Inisiator dan Peneliti Civil Society for Police Watch, Hasnu, dalam rilis hasil survei bertajuk 'Pandangan Publik Terhadap Wacana Reposisi Polri' di Hotel Ibis Budget Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2025).

"Begitu juga dengan kinerja Polri yang masih di bawah angka 50 persen," ujarnya menambahkan.

Dari hasil survei, kata Hasnu, responden yang menjawab kinerja Polri cukup baik sebanyak 24,3 persen, sangat baik 4,3 persen dan baik 17,3 persen. 

Hal ini berarti kinerja Polri berada di angka 45,9 persen.

"Sementara yang menjawab kinerja Polri tidak baik sebanyak 1,6 persen, kurang baik 3,7 persen. Responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 48,8 persen," tu tutur Hasnu.

Hasnu mengatakan pihaknya juga memotret kondisi penegakan hukum di Indonesia dengan aktor utamanya Polri, Kejaksaan dan KPK.

Dari hasil survei, menunjukkan responden yang menjawab cukup baik sebesar 29,1 persen, sangat baik 4,5 persen, dan baik 18,1 persen.

Sementara yang menjawab tidak baik sebesar 2,3 persen, kurang baik 37,4 persen. Responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 8,6 persen.

Dengan kondisi Polri seperti, kata Hasnu, publik pun ingin membuka wacana soal reposisi Polri yang saat ini berada di bawah presiden.

Dari hasil survei, mayoritas responden tetap ingin Polri berada di bawah presiden sebanyak sebesar 32,3 persen.

"Hanya saja usulan di luar itu, banyak juga mendapatkan perhatian responden, yakni Polri di bawah Kemendagri 15,8 persen, di bawah Kejaksaan 24,6 persen, sementara yang menjawab Polri di bawah Kemenhan sebesar 15,2 persen, dan responden yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab sebesar 12,2 persen," jelas Hasnu. 

Dari hasil survei tersebut, kata Hasnu, publik juga menginginkan Polri berada di bawah kementerian/lembaga selain Presiden, Kemendagri, Kemenhan dan Kejaksaan.

Responden menginginkan Polri di bawah Kementerian Hukum sebanyak 19,7 persen; di bawah Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan sebanyak 9,6 persen; di bawah TNI sebanyak 11,6 persen; dan lainnya 5,3 persen.  

Sementara responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 38,6 persen.

Survei ini dilakukan pada 1-7 Februari 2035 terhadap 1.700 responden yang merupakan warga Indonesia berusia lebih besar 17 tahun/sudah menikah dan tersebar di 28 provinsi.

Responden dipilih menggunakan metode simple random sampling. Margin of error survei +/- 1,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Teknik pengumpulan informasi menggunakan wawancara tatap muka dan microsoft form. Surveyor minimal adalah mahasiswa yang sudah mendapatkan pelatihan survei dari tim pusat.

Hasnu mengatakan perbaikan kinerja Polri menjadi hal penting ke depannya, termasuk diskusi reposisi Polri.

Pasalnya, Polri dalam sistem peradilan pidana di Indonesia memiliki peran strategis seperti penegakkan hukum, melindungi hak asasi manusia, serta menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat.

"Isu reposisi Polri ini kan muncul karena banyak isu-isu hukum yang terkait dengan oknum Polri, seperti isu dugaan bekingan judi online, dugaan pelibatan pada kartel narkoba, dugaan pemerasan, bekingan terhadap illegal logging (tambang, batu bara), represifitas terhadap mahasiswa dalam menangani aksi demonstrasi, kriminalisasi dan doxing terhadap aktivis HAM, aktivis lingkungan, dan jurnalis/media melalui UU ITE," pungkas Hasnu.

 

Editor: Hasanudin Aco

Tag:  #polri #dinilai #perlu #melakukan #reformasi #total #bukan #hanya #reposisi

KOMENTAR