Indonesia Ingin Punya Kapal Induk, Apa Saja Untung Ruginya?
- Indonesia tertarik memiliki kapal induk sendiri untuk memperkuat alat utama sistem senjata (alutsista) yang mendukung ketahanan maritim. Sebagai negara kepulauan, 65 persen wilayah Indonesia adalah perairan. Sehingga wajar bermimpi untuk memiliki kapal tersebut.
Namun, keinginan memiliki kapal induk ini juga dibayangi berbagai persoalan yang mungkin akan terjadi di kemudian hari terutama di kawasan. Meskipun, kapal induk tersebut rencananya hanya akan digunakan untuk kepentingan operasi militer selain perang (OMSP).
Gagasan KSAL
Keinginan memiliki kapal induk sebenarnya bukan barang baru. Namun, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa TNI AL memerlukan kapal induk untuk mendukung OMSP.
Kebutuhan kapal induk itu sedang dikaji dalam rangka pembangunan kekuatan TNI AL ke depan.
"Kapal induk masih dalam pengkajian, tapi kelihatannya kita memerlukan kapal induk untuk kepentingan OMSP terutama ya," ujar Ali kepada wartawan di Mabes TNI AL, Kamis (6/2/2025).
Meski begitu, pembangunan kekuatan pertahanan merupakan ranah Kementerian Pertahanan. TNI AL hanya bertugas untuk mengusulkan kebutuhan pengembangan alutsista yang diperlukan.
Hanya saja, KSAL pernah bilang bahwa Indonesia memerlukan kapal berukuran besar yang mampu mendukung operasi mengarungi samudera, termasuk bertempur di luar wilayah perairan Indonesia.
"Dari dulu, Angkatan Laut harus outward-looking karena kita harus bisa bertempur di luar wilayah perairan Indonesia. Sebisa mungkin, jangan sampai menyengsarakan rakyat. Kita tahan musuh itu di garis depan. Jangan sampai masuk ke wilayah kita. Itu cita-cita kita," kata Ali saat menjawab pertanyaan awak media usai upacara HUT ke-79 TNI AL di Jakarta, 10 September 2024, melansir Antara.
Oleh karea itu, ia menegaskan, TNI AL membutuhkan kapal-kapal yang mampu menjadi tempat pendaratan helikopter atau Landing Helicopter Dock (LHD).
"Itu juga sudah kami pikirkan dan kemudian perlu kapal induk," kata Ali.
Terbang ke Italia hingga Turki demi lihat kapal induk
KSAL mengaku sudah menyaksikan sejumlah kapal induk kecil yang dibangun Italia dan Turki.
Pada Mei 2024, misalnya. KSAL bahkan mengunjungi Kapal Induk Italia ITS Giuseppe Garibaldi yang sedang melaksanakan latihan sebagai bagian dari Naval Diplomacy.
Kedatangannya saat itu disambut langsung oleh Deputy Chief of the Italian Navy, Admiral Giuseppe Berutti Bergotto.
ITS Giuseppe Garibaldi merupakan kapal induk pertama yang dibangun untuk AL Italia yang juga difungsikan untuk mengoperasikan pesawat sayap tetap. Melansir keterangan dari TNI AL, kapal yang mulai dioperasionalkan AL Italia pada tahun 1985 ini, memliki memiliki Panjang 180,2 meter, dengan kecepatan 30 Knot serta daya jangkau hingga 7.000 mil laut (13.000 km).
Usai kunjungan tersebut, tiga kapal AL Italia melakukan kunjungan balasan pada 14 September 2024. Salah satu yang berkunjung yakni kapal induk ITS Cavour C-550.
Kapal induk ini merupakan kapal induk Short Take Off and Vertical Landing (STOVL) yang dirancang untuk menggabungkan operasi udara pesawat tempur dan helikopter.
ITS Cavour C-550 membawa sejumlah armada perang, di antaranya adalah jet tempur generasi terbaru F-35B Lightning II, dan pesawat AV-8B Harrier. Keduanya adalah pesawat tempur dengan kemampuan vertical take-off landing (VTOL).
Selain dua pesawat tempur di atas, Cavour C-550 juga mengangkut helikopter tempur/SAR Agusta Westland AW-101.
Sebagai informasi, Cavour C-550 memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan ITS Giuseppe Garibaldi.
Kemenhan kaji kapal induk LHD
Sementara itu, Kemenhan mengakui sedang mengkaji pengadaan kapal induk bersama TNI AL.
Secara spesifik, Kemenhan menyebutkan jenis kapal induk yang dikaji adalah landing helicopter dock (LHD).
"Kapal induk jenis Landing Helicopter Dock (LHD) merupakan salah satu opsi yang dikaji dalam pengembangan kekuatan TNI AL guna meningkatkan kemampuan proyeksi kekuatan dan operasi gabungan," kata Kepala Biro Info Pertahanan Setjen Kemenhan RI, Brigjen TNI Frega Wenas kepada Kompas.com, Jumat (7/2/2025).
Adapun kapal induk LHD merupakan kapal serbu amfibi serbaguna yang mampu beroperasi sebagai pembawa helikopter dan pesawat tempur berkemampuan VTOL.
Kapal ini juga memiliki dek sumur untuk mendukung kapal pendarat.
Selain Cavour C-550, LHD Dixmude L-9015 juga termasuk ke dalam jenis kapal induk LHD.
LHD Dixmude memiliki dimensi panjang 199 meter dan lebar 32 meter.
Kapal berbobot 21.500 ton ini tercatat memiliki kecepatan maksimal 25 knots dan mampu menempuh perjalanan 11.000 mil laut.
Kapal yang mulai dioperasikan pada 2012 ini memiliki geladak seluas 885 meter persegi.
Hanggarnya sanggup mengakomodasi 650 personel bersenjata lengkap.
Hanggar kapal juga bisa mengangkut 16 helikopter kelas berat seperti NH90 Caiman atau Tiger.
LHD Dixmude juga bisa difungsikan sebagai kapal rumah sakit karena memiliki fasilitas rumah sakit seluas 1.200 meter persegi dengan kapasitas 69 bed.
Untung rugi punya kapal induk
Pengamat militer Khairul Fahmi sepakat bahwa bila Indonesia ingin memiliki kapal induk, maka kapal induk ringan berjenis LHD dapat menjadi opsinya.
Sebab, Indonesia memiliki keterbatasan anggaran untuk membeli atau membuat kapal induk berkapasitas besar seperti milik Amerika Serikat, Perancis hingga Inggirs.
Terlebih, doktrin militer yang dianut Indonesia berbeda dengan ketiga negara di atas yang menganut doktrin ofensis. Indonesia justru lebih mengedepankan konsep anti-access/area denial (A2/AD) yang berfokus pada pertahanan wilayah dengan sistem pertahanan berlapis.
"Saya kira kapal induk ringan minimal, ya, atau kapal serbu amfibi dengan kemampuan pesawat lepas landas pendek, lebih realistis untuk diwujudkan. Jadi, bukan kapal induk yang besar," kata Khairul saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (8/2/2025).
Ia tidak memungkiri, keberadaan kapal induk sangat penting untuk pengamanan jalur perdagangan internasional, operasi kemanusiaan, dan respons cepat terhadap bencana.
Begitu pun tantangan keamanan maritim, seperti penangkapan ikan ilegal (illegal fishing), konflik di Laut China Selatan (LCS), serta ancaman bencana alam.
Keuntungan memiliki kapal induk juga karena kapal jenis ini bisa dipakai untuk berbagai fungsi.
Semisal disulap sebagai kapal rumah sakit terapung, pusat komando darurat, hingga pangkalan udara ketika muncul kondisi-kondisi darurat.
"Karena bisa menjangkau wilayah-wilayah yang relatif terpencil, sehingga ketika misalnya Covid-19 kemarin, satu pulau sulit diakses oleh layanan kesehatan yang baik, kapal induk bisa difungsikan juga," tutur Khairul.
Kendati demikian, Khairul mengingatkan bahwa pengadaan juga harus memikirkan soal bagaimana pemeliharaan kapal ke depannya.
Ia mengatakan bahwa biaya pemeliharaan kapal ini bernilai fantastis.
"Ada beberapa hal yang menurut saya menjadi pertimbangan, pertama soal biaya yang sangat mahal. Ini terkait investasi jangka panjang, butuh anggaran besar. Bukan hanya untuk pembeliannya, tapi juga untuk pemeliharaan, infrastruktur pendukung, serta SDM terlatih," kata Khairul.
Hal lain yang tak bisa dihindari adalah potensi meningkatnya ketegangan di kawasan. Oleh karenanya, Indonesia perlu melakukan pendekatan diplomatik bila ingin memiliki kapal induk.
Senada, anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menyatakan, TNI memang memerlukan kapal induk, tetapi biaya membangun atau membeli kapal induk sungguh mahal.
TB Hasanuddin mengatakan, TNI mesti mempertimbangkan beragam hal, termasuk pemeliharaan dan integrasi dengan alutsista lain, saat membangun kapal induk.
"Memang di wilayah barat kita butuh (kapal induk), tetapi mahal. Jadi harus ada pertimbangan masalah pemeliharaan, integrasi dengan pesawat-pesawat, dan sebagainya," ujar TB Hasanuddin saat dihubungi Kompas.com, Jumat (7/2/2025) malam.
Tag: #indonesia #ingin #punya #kapal #induk #saja #untung #ruginya