Wacana Pengadaan Kapal Induk, ISESS Ingatkan Soal Biaya Pemeliharaan
Sebuah foto tak bertanggal yang menunjukkan kapal Landing Helicopter Dock (LHD) milik Angkatan Laut Australia, HMAS Canberra, meninggalkan Pelabuhan Townsville dalam latihan TALISMAN SABRE 17.(ROYAL AUSTRALIAN NAVY)
16:46
8 Februari 2025

Wacana Pengadaan Kapal Induk, ISESS Ingatkan Soal Biaya Pemeliharaan

– Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengingatkan pemerintah perlu mempertimbangkan mahalnya biaya pemeliharaan dan pembangunan infrastruktur menyusul wacana pengadaan kapal induk untuk Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

Ia tidak memungkiri bahwa pengadaan kapal induk sangat diperlukan dan memberikan keuntungan strategis, namun biaya lainnya tetap perlu dipertimbangkan.

"Ada beberapa hal yang menurut saya menjadi pertimbangan, pertama soal biaya yang sangat mahal. Ini terkait investasi jangka panjang, butuh anggaran besar. Bukan hanya untuk pembeliannya, tapi juga untuk pemeliharaan, infrastruktur pendukung, serta SDM terlatih," kata Khairul Fahmi saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (8/2/2025).

Terlebih, kata dia, prioritas anggaran pertahanan negara saat ini masih fokus pada modernisasi alutsista.

Negara lebih memprioritaskan penggantian alutsista yang sudah tua, seperti pesawat tempur hingga sistem pertahanan darat lainnya.

Dengan demikian, pengadaan kapal induk belum bisa menjadi prioritas utama karena anggaran terbatas.

"Karena tadi ada beberapa pengadaan yang lebih penting, lebih mendesak," ucapnya.

Tak hanya itu, Indonesia juga perlu menyiapkan infrastruktur pendukung seperti galangan kapal, sekaligus fasilitas pemeliharaan yang bisa menampung dan mengoperasikan kapal induk, yang secara fisik sangat besar.

"Artinya, kalau enggak ada dukungan infrastruktur yang memadai, biaya operasional, pemeliharaan, dan perawatannya ini juga akan semakin bengkak," jelasnya.

Di sisi lain, ia memahami bahwa keberadaan kapal induk sangat penting untuk pengamanan jalur perdagangan internasional, operasi kemanusiaan, dan respons cepat terhadap bencana.

Begitu pun tantangan keamanan maritim, seperti penangkapan ikan ilegal (illegal fishing), konflik di Laut China Selatan (LCS), serta ancaman bencana alam lainnya.

Hal ini karena Indonesia masih menganut doktrin bersifat defensif alih-alih ofensif, dengan konsep anti-access/area denial (A2/AD) yang berfokus pada pertahanan wilayah dengan sistem pertahanan berlapis.

Oleh karena itu, ia menyambut baik pengadaan kapal induk ringan jenis landing helicopter dock (LHD) yang dikaji oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan TNI AL.

"Kapal induk bisa difungsikan, misalnya sebagai rumah sakit terapung, pusat komando darurat, dan pangkalan udara ketika ada kondisi-kondisi darurat. Karena bisa menjangkau wilayah-wilayah yang relatif terpencil. Misalnya, ketika Covid-19 kemarin, satu pulau sulit diakses oleh layanan kesehatan yang baik, kapal induk bisa difungsikan juga," tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI mengakui bahwa Kemenhan dan TNI Angkatan Laut (AL) sedang mengkaji pembentukan kapal induk jenis landing helicopter dock (LHD).

Kepala Biro Informasi Pertahanan Setjen Kemenhan RI, Brigjen Frega Wenas Inkiriwang, mengatakan bahwa kapal ini merupakan salah satu opsi yang dikaji dalam pengembangan kekuatan TNI AL guna meningkatkan kemampuan proyeksi kekuatan dan operasi gabungan.

"Kajian ini dilakukan untuk memastikan bahwa pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) yang dilakukan ke depan sesuai dengan kebutuhan pertahanan negara serta mendukung berbagai operasi, baik dalam konteks penyiapan Operasi Militer Perang (OMP) maupun mendukung Operasi Militer Selain Perang (OMSP)," kata Frega kepada Kompas.com.

Editor: Fika Nurul Ulya

Tag:  #wacana #pengadaan #kapal #induk #isess #ingatkan #soal #biaya #pemeliharaan

KOMENTAR