



DPR Ingin Revisi UU Pilkada Segera Tuntas
– Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli Kurnia ingin pembahasan revisi Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) dilakukan pada awal periode masa jabatan 2024-2029.
Doli beralasan, pembahasan sejak awal periode akan memberikan keleluasaan dalam menyusun aturan yang ideal bagi sistem Pilkada di Indonesia.
"Saya dari awal menganggap bahwa undang-undang yang terkait dengan pemilihan itu sebaiknya kita bahas di awal periode, supaya kita tidak lagi punya keterbatasan, keleluasaan, karena sangat erat dengan kepentingan kita pada saat Pemilu," kata Doli dalam rapat Baleg DPR RI, Kamis (6/2/2025).
Pernyataan ini disampaikan Doli sebagai respons atas usulan anggota Baleg DPR RI Fraksi PDI-P Edi Purwanto yang meminta agar pembahasan RUU Pilkada sebaiknya ditunda.
“Kalau Pilkada hemat saya toh kita baru merasakan Pilkada. Ini toh akan digunakan di tahun 2029 atau 2030. Menurut saya mohon izin sementara ini di-hold dulu saja. Kita selesaikan dulu urusan-urusan kerakyatan itu hemat saya,” ujar Edi.
Namun, Doli berpandangan bahwa UU Pemilu dan UU Pilkada tidak bisa dipisahkan.
Ia merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa rezim Pilkada sama dengan rezim Pemilu sehingga harus diatur dalam satu undang-undang yang mengakomodasi seluruh aspek pemilihan.
"Putusan Mahkamah Konstitusi menjelaskan bahwa rezim Pilkada ini sama dengan rezim Pemilu, tidak bisa dipisahkan. Jadi, harus ada satu undang-undang yang menyusun seluruh masalah pemilihan," ujar politikus Partai Golkar ini.
Doli juga mengingatkan bahwa MK mengeluarkan putusan yang terkait dengan parliamentary threshold dan presidential threshold.
Dalam putusan itu, terdapat penjelasan soal MK memerintahkan bahwa revisi UU Pemilu harus rampung sebelum tahapan Pemilu 2029 dimulai.
“Putusan Mahkamah Konstitusi yang lain adalah, memerintahkan kita yang terakhir memutuskan soal tentang parliamentary threshold dan presidential threshold. Pertama, mengatakan bahwa revisi undang-undang ini harus sudah selesai sebelum tahapan Pemilu 2029 dilaksanakan,” ungkap Doli.
Jika merujuk pada aturan yang berlaku saat ini, kata Doli, tahapan Pemilu dimulai 20 bulan sebelum hari pemungutan suara sehingga revisi UU tersebut harus selesai sebelum 2027.
Dia pun meyakini bahwa pembahasan lebih awal bisa membuat DPR dapat menampung banyak masukan dari publik, sehingga menghasilkan kebijakan yang ideal.
"Sekarang sudah tahun 2025, saya membayangkan undang-undang ini karena penting, tidak boleh memang terburu-buru. Makanya kalau kita bisa sekarang, mulainya 2026, satu tahun saja misalnya, satu tahun setengah, ya kita buka meaningful participation-nya,” kata Doli.
“Kita diskusi dengan stakeholder, sehingga memang kita menghasilkan konsep atau sistem Pilkada yang betul-betul ideal buat bangsa kita," ujar dia.
Selain itu, Doli mengungkapkan bahwa UU Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) juga memerintahkan kodifikasi UU Pemilu, Pilkada, dan Partai Politik sebagai bagian dari penguatan pelembagaan demokrasi Indonesia.
"Nah, ini menjadi pintu masuk kita, entry point kita untuk membahas ini dengan lebih serius," kata Doli.
Diberitakan sebelumnya, Baleg DPR RI kembali memulai pembahasan revisi UU Pilkada yang gagal disahkan pada Agustus 2024 lalu setelah ramai diprotes oleh publik.
Wakil Ketua Baleg DPR Sturman Panjaitan mengungkapkan bahwa pembahasan RUU ini merupakan hasil penugasan yang diterima Baleg dari pimpinan DPR RI.
“Hal ini berdasarkan hasil rapat konsultasi pengganti rapat Bamus yang telah dilaksanakan pada 22 Januari 2025,” ujar Sturman dalam rapat kerja Baleg DPR RI, Kamis (6/2/2025).
Sturman menjelaskan bahwa revisi UU Pilkada adalah RUU yang dibawa dari periode keanggotaan DPR RI sebelumnya atau carry over dari periode 2019-2024.
Pada periode sebelumnya, pembahasan RUU tersebut telah memasuki tahap akhir di Baleg DPR dan tinggal menunggu pembicaraan tingkat dua di rapat paripurna.
“Pimpinan badan legislasi telah menugaskan tim ahli untuk mengkaji RUU tersebut,” jelas Sturman.
“Adapun pembahasan RUU carry over akan dilakukan sesuai dengan Pasal 110 Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang,” kata dia.