Saat Jokowi Dibanding-bandingkan dengan BJ Habibie oleh Pakar Politik Australia 
DISKUSI BUKU - Pakar politik asal Australia, Marcus Mietzner, berbicara dalam diskusi buku bertajuk BJ Habibie Di Tengah Arus Transformasi Politik Indonesia karya R William Liddle atau Bill Liddle yang digelar di Perpustakaan Freedom Institute Jakarta pada Kamis (6/2/2025). Marcus membandingkan Presiden RI ketujuh Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden RI ketiga BJ Habibie dalam konteks pemusatan kekuasaan dan warisan politik. 
19:06
6 Februari 2025

Saat Jokowi Dibanding-bandingkan dengan BJ Habibie oleh Pakar Politik Australia 

Pakar politik asal Australia, Marcus Mietzner, membanding-bandingkan Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden ketiga RI BJ Habibie.

Awalnya Marcus menyoroti isi buku yang tengah didiskusikan dalam acara diskusi buku bertajuk BJ Habibie Di Tengah Arus Transformasi Politik Indonesia karya R William Liddle atau Bill Liddle.

Selain mengungkapkan capaian-capaian Habibie dalam masa pemerintahannya, namun Marcus juga mengingatkan tentang masalah-masalah yang ada saat itu.

Marcus kemudian mulai membandingkan Jokowi dengan Habibie dalam konteks konsentrasi kekuasaan dan warisan politik.

Marcus mengatakan saat ini tengah menulis buku tentang Jokowi berdasarkan wawancara dengan Jokowi selama satu tahun saat masih Jokowi masih menjabat sebagai presiden.

Jokowi, menurut Marcus, adalah presiden yang paling berkuasa dalam periode pascareformasi di Indonesia. 

Dalam periode 25 tahun pascareformasi, menurut Marcus, Jokowi, adalah presiden yang paling berhasil mengkonsentrasikan kekuasaan di tangannya meskipun banyak orang bilang pada akhirnya Jokowi menjadi sangat otoriter.

Hal itu diungkapkannya dalam acara yang digelar di Perpustakaan Freedom Institute Jakarta pada Kamis (6/2/2025).

"Bagaimana kita menempatkan orang seperti ini (Jokowi) dibandingkan dengan Pak Habibie misalnya yang memerintah cuma 1,5 tahun dan dalam upaya untuk mengkonsentrasikan kekuasaan, boleh dikatakan akhirnya gagal karena diakhiri kepresidenannya oleh MPR," ungkap Marcus.

"Bagaimana kita menilai satu orang yang 10 tahun berkuasa sangat berhasil dalam mengkonsentrasikan kekuasaan, dengan misalnya membandingkan dengan Pak Habibie," lanjut dia.

Akan tetapi, menurutnya bila dilihat dari sudut pandang Bill, maka warisan politik Habibie yang memerintah hanya sekitar 1,5 tahun jauh lebih banyak dibandingkan dengan Jokowi yang memerintah selama 10 tahun.

"Karena Pak Jokowi walaupun sibuk membangun infrastruktur, Pak Jokowi bukan seseorang yang kita bisa namakan sebagai institutional builder. Bukan orang yang membangun institusi. Dia nggak suka bikin undang-undang. Dia nggak suka bikin peraturan. Dia nggak suka bikin sistem politik. Dia pintar sekali mainnya dalam sistem politik yang ada," ungkap Marcus.

Menurut dia, Habibie tidak seperti itu.

Habibie, lanjutnya, justru sangat tertarik pada pembangunan institusi. 

Ia mencontohkan dengan Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Desentralisasi.

"Dan sebagai akibatnya, boleh dikatakan, ya saat ini, kalau kita ingat yang benar-benar menciptakan Indonesia saat ini yang ada saat ini, sistem demokrasi saat ini, ya Pak Habibie memberikan kontribusi lebih besar daripada Pak Jokowi," ungkapnya.

Namun, ia mengingatkan adanya kecenderungan tertentu dalam perspektif sejarah khususnya dalam menempatkan seorang presiden.

Menurutnya, ada kecenderungan semakin jauh dari seseorang, maka akan semakin indah orang tersebut.

"Semakin jauh kita dari seseorang, apalagi seorang presiden, semakin cantik mereka. Semakin bagus. Kita lupakan hal-hal yang jeleknya dulu. Misalnya di Amerika Presiden Bush. Selama Presiden Bush memerintah dia dianggap presiden paling buruk dalam sejarah. Tapi egitu Trump muncul, Bush dibilang bagus," ungkapnya.

"Kita harus hati-hati kalau kita menulis buku tentang presiden. Dan memang kita mau menonjolkan pencapaiannya, kita jangan lupa bahwa pada saat itu juga banyak yang bermasalah," lanjut Marcus.

 

 

Editor: Muhammad Zulfikar

Tag:  #saat #jokowi #dibanding #bandingkan #dengan #habibie #oleh #pakar #politik #australia

KOMENTAR