Agar Tak Takut Hadapi Agus Buntung di Sidang, Para Korban Pelecehan Dapat Bekingan LPSK
Agar Tak Takut Hadapi Agus Buntung di Sidang, Para Korban Pelecehan Dapat Bekingan LPSK. [Suara.com / Buniamin]
09:32
5 Februari 2025

Agar Tak Takut Hadapi Agus Buntung di Sidang, Para Korban Pelecehan Dapat Bekingan LPSK

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ikut turun tangan untuk memberikan perlindungan kepada sembilan orang korban kasus pelecehan seksual oleh penyandang disabilitas IWAS alias Agus 'Buntung'. Pendampingan yang diberikan LPSK itu agar para korban bisa memberikan keterangan di persidangan tanpa rasa takut atau bahkan malu.  

Perlindungan itu mencakup pemenuhan hak prosedural, seperti pendampingan dalam persidangan serta layanan medis dan psikologis.

Layanan perlindungan itu dilakukan LPSK bersama dengan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Kejaksaan Negeri Mataram untuk menghadirkan saksi dan korban yang terlindung dalam persidangan.

Beberapa saksi dan korban yang hadir dalam persidangan tersebut antara lain MA, AR, JB, dan YD.

Wakil Ketua LPSK, Sri Nurherwati mengatakan perlindungan itu penting diberikan karena dalam menghadapi persidangan kasus kekerasan seksual, korban rentan mengalami trauma psikologis. 

"Untuk itu, LPSK menggandeng psikolog guna memberikan penguatan psikologis sebelum persidangan, memastikan para korban siap memberikan keterangan di hadapan majelis hakim," kata Sri dalam keterangannya dikutip  Rabu (5/2/2025).

Sri menekankan pentingnya perlindungan bagi korban kekerasan seksual untuk memastikan keadilan. Ia menegaskan bahwa tidak ada hak istimewa atau kekebalan hukum bagi pelaku kekerasan seksual, meskipun pelaku adalah penyandang disabilitas. 

Ilustrasi LPSK. [Dok.Antara]Ilustrasi LPSK. [Dok.Antara]

Menurutnya, penanganan kasus kekerasan seksual harus berpusat terhadap pengalaman korban. Oleh karena itu, meskipun secara kasat mata pelaku dianggap tidak memungkinkan untuk melakukan tindak pidana, fakta yang disampaikan korban tetap harus didengar untuk memastikan kebenaran.

Sri mengutip aturan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yanh telah mengatur hak penyandang disabilitas dalam memperoleh keadilan, termasuk dalam kapasitas mereka sebagai pelaku, korban, maupun saksi. 

Dalam aturan itu disebutkan bahwa negara wajib menyediakan akomodasi yang layak dalam proses peradilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak dalam Proses Peradilan.

"Perlindungan terhadap korban kekerasan seksual melibatkan pendampingan hukum dan dukungan psikologis yang sangat penting. Kami memastikan korban siap memberikan keterangan tanpa rasa takut atau malu agar hak-hak mereka dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya," ucapnya.

Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya restitusi bagi korban kekerasan seksual. Menurutnya, Undang-Undang TPKS telah menegaskan bahwa restitusi adalah hak korban. 

"Restitusi bukanlah sesuatu yang bersifat transaksional, melainkan hak korban yang menjadi tanggung jawab pelaku," tegasnya.

Restitusi diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dan diperkuat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban. 

Sri menekankan dalam Tindak Pidana Kekerasan Seksual, korban memiliki hak yang wajib dipenuhi oleh pelaku, yakni kebenaran, keadilan dengan pelaku mendapatkan sanksi, dan pemulihan korban mendapat hak hidupnya kembali atas hak dan sosialnya.

Selain pendampingan hukum, korban kekerasan seksual juga berhak atas bantuan medis, psikologis, psikososial, dan restitusi sebagai ganti kerugian dari pelaku. LPSK mendorong agar hak-hak korban dalam memperoleh restitusi itu dapat terpenuhi.

Editor: Agung Sandy Lesmana

Tag:  #agar #takut #hadapi #agus #buntung #sidang #para #korban #pelecehan #dapat #bekingan #lpsk

KOMENTAR