Polri Ungkap 4 Kasus Penyelundupan Barang Ilegal, Kerugian Negara Capai Rp 64 M
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf dan jajaran saat menampilkan barang bukti dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (4/2/2025). ()
15:46
4 Februari 2025

Polri Ungkap 4 Kasus Penyelundupan Barang Ilegal, Kerugian Negara Capai Rp 64 M

- Bareskrim Polri mengungkap empat kasus tindak pidana importasi ilegal yang terjadi dalam kurun empat bulan terakhir. Total kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 64 miliar.

“Selama kurun waktu empat bulan terakhir ini, Tipideksus melalui Satgas Pengawasan Importasi Ilegal berhasil melakukan pengungkapan di wilayah Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten, Jawa Barat, dengan nilai barang kurang lebih Rp51.230.400.000," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (4/2/2025).

"Dengan nilai total kerugian negara karena tindak pidana ini mencapai Rp64.257.680.000,” kata Helfi lagi.

Kasus Pertama

Kasus yang pertama diungkap adalah penyelundupan kawat baja oleh PT NRS yang berkantor di Cikarang Selatan, Bekasi, Jawa Barat.

“PT NRS melakukan importasi tali kawat baja dari Korea Selatan, Portugal, India, dan Singapura, serta pembelian dari beberapa perusahaan dalam negeri dengan mengganti nomor post tarif atau kode HS pada dokumen pemberitahuan impor barang atau PIB,” jelas Helfi.

Tali kawat baja yang diselundupkan ini dilaporkan sebagai batang kecil untuk menghindari pendaftaran barang wajib SNI dan untuk menghindari biaya barang masuk berupa PPH dan PPh.

Saat ini, Direktur Utama PT NRS, RH telah ditetapkan menjadi tersangka. PT NRS disebutkan telah beroperasi sejal lima tahun lalu. Mereka melakukan pemesanan barang ilegal ini melalui e-mail kepada perusahaan penyedia barang.

Polisi juga telah menyita 45 gulung kawat baja berdiameter 25 mm sampai dengan 45 mm dari gudang PT NRS.

RH dipersangkakan pasal berlapis. Pertama, Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2014 Pasal 120 tentang Perindustrian, dengan ancaman pidana paling lama lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp 3 miliar.

Yang kedua, Pasal 113 UU nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dengan ancaman pidana lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp 5 miliar. Serta tindak pidana standardisasi dan penilaian kesesuaian Pasal 65 UU Nomor 20 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, dengan ancaman pidana paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 35 miliar.

Kasus Kedua

Kasus kedua yang diungkap polisi adalah penyelundupan rokok. Polisi telah melakukan penggerebekan dan penyitaan sejumlah barang bukti di gudang rokok di Kelederan, Serang, Banten.

Tersangka BEJ dari CV. CTA yang merupakan pelaku usaha rokok hasil selundupan ini diduga menempelkan pita cukai atau tanda pelunasan cukai yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

“Rokok-rokok yang ditemukan di lokasi pergudangan dijual ke masyarakat seolah-olah pita cukainya sudah dilunasi dan seolah-olah rokok yang diedarkan atau dilekatkan pita cukai adalah legal,” ujar Helfi.

Rokok-rokok ilegal ini dijual dengan cara berkeliling ke toko-toko kecil di sekitar Banten. Para driver sekaligus sales ini bekerja dari pukul 09.00-18.00 WIB dan membawa rokok selundupan memakai mobil boks.

Pada proses penjualannya, driver atau sales keliling sekitar jam 09.00 WIB sampai jam 18.00 WIB di daerah Provinsi Banten maupun daerah sekitarnya pada toko-toko kecil menggunakan mobil boks.

“Dan, nilai barang saat ini yang kita sita senilai Rp 13.160.000.000 yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 26.280.000.000. Barang bukti yang kita sita yaitu 511.648 bungkus rokok dengan berbagai merek,” kata Helfi.

Tersangka BEJ dijerat dengan pasal 7 ayat 5 dan pasal 29 ayat 1 UU 11 tahun 1995 tentang cukai yang diubah terakhir dengan UU nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan, dengan ancaman pidana penjara satu tahun sampai dengan lima tahun dan atau denda dua kali sampai 10 kali nilai cukai dan atau pencabutan perizinan usaha.

Kasus Ketiga

Kasus ketiga yang diungkap adalah penyelundupan sejumlah barang elektronik oleh PT GIA. Lokasi gudang penyimpaan barang elektronik selundupan ini berada di Cikupa, Tangerang.

Barang bukti yang telah diamankan polisi berjumlah 2.406 barang elektronik berupa, smart TV, digital TV, mesin cuci, setrika listrik, LED TV, speaker, TV rekondisi, remote TV, dan lain-lain.

“PT GIA menawarkan produk melalui media online atau e-commerce seperti Shopee dan TikTok dengan nilai barang total sebesar Rp18.088.400.000, dengan mengakibatkan negara sebesar Rp 5.617.680.000,” ujar Helfi.

Saat ini polisi menetapkan PT GIA sebagai tersangka dengan ancaman pidana UU nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, Pasal 13 dan pasal 57 UU nomor 3 tahun 2014 terkait perdagangan pelaku usaha yang memperdagangkan dagangan dalam negeri yang tidak memenuhi SNI yang telah diberlakukan secara wajib.

Kemudian, Pasal 120 jo Pasal 53 UU nomor 3 tahun 2014 tentang perindustrian, setiap orang dilarang membubuhkan tanda SNI dan tanda kesesuaian tanda atau jasa industri yang tidak sesuai ketentuan SNI.

Kasus Keempat

Kasus keempat yang diungkap adalah penyelundupan sparepart palsu oleh seorang warga negara asing (WNA) asal China.

Penyelundupan ini terungkap setelah barang yang dijual oleh toko SA dilaporkan merupakan barang palsu. Toko SA beralamat di Karang Anyar, Sawah Besar, Jakarta Pusat dan di Kalideres, Jakarta Barat.

Saat ini, pemilik toko SA masih berstatus sebagai terlapor karena mengaku tidak tahu barang yang dipesannya itu ilegal.

Sementara, polisi masih melakukan pengejaran dan profiling kepada warga negara China berinisial VV yang menjual sparepart ilegal ini kepada toko SA.

“Toko SA hanya tahu dia barang sampai ke gudang. Mereka tidak tahu proses pengiriman dari China ke Indonesia, tapi barang tiba-tiba sudah sampai di gudang,” jelas Helfi.

Pemesanan diduga dilakukan saat VV datang ke Indonesia dan mendatangi langsung toko-toko untuk menawarkan sparepart.

Setelah pesanan dicatat, VV mengatur pengiriman barang. Pembayaran sparepart ini dilakukan secara cash langsung kepada VV.

Saat ini, polisi telah menyita sejumlah barang bukti berupa 1.396 dus kampas rem berbagai merek, ada Toyota, Honda, Daihatsu, Mitsubishi, Isuzu, dan Ford.

Lalu, ada juga tiga mesin potong, empat mesin cetak, satu mesin lem press, empat mesin pon, satu mesin pernis, dua mesin sablon, satu mesin press sampah, dan satu mesin jahit.

“Dari tindak pidana tersebut, nilai barang yang kita bisa sita yaitu Rp 3 miliar, yang mengakibatkan kerugian negara Rp 10,8 miliar,” kata Helfi.

Pasal yang dipersangkakan yaitu UU 6 tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah mengganti UU nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Kemudian, Pasal 62 jo Pasal 8 UU nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dengan ancaman hukumannya yaitu pidana penjara lima tahun atau denda Rp 2 miliar.

Editor: Shela Octavia

Tag:  #polri #ungkap #kasus #penyelundupan #barang #ilegal #kerugian #negara #capai

KOMENTAR