Kepercayaan Publik Mengkhawatirkan, Saatnya Parpol Berbenah
Bendera partai politik dipasang di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (17/1/2023). KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS) 17-1-2023(AGUS SUSANTO)
11:24
4 Februari 2025

Kepercayaan Publik Mengkhawatirkan, Saatnya Parpol Berbenah

PARTAI politik masih menghadapi tantangan besar dalam membangun kepercayaan publik. Berdasarkan hasil survei terbaru Indikator Politik Indonesia pada 16-21 Januari 2025, dari 11 lembaga yang diukur, parpol menempati posisi dengan tingkat kepercayaan publik terendah.

Rinciannya hanya 4 persen responden yang menyatakan sangat percaya terhadap parpol, 58 persen menyatakan percaya, 30 persen kurang percaya, 3 persen tidak percaya sama sekali, dan 5 persen tidak memberikan jawaban.

Data tersebut menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap partai politik berada pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan.

Angka ini menggambarkan adanya kesenjangan signifikan antara harapan masyarakat terhadap peran partai politik dengan kenyataan yang dirasakan.

Kondisi ini menuntut partai politik harus serius dalam memperbaiki citra, reputasi, transparansi pengelolaan organisasi, integritas serta menunjukkan kinerja yang berorintasi pada kepentingan rakyat.

Mengingat, partai politik merupakan rumah bagi calon pemimpin bangsa, tempat bagi anak bangsa bertumbuh, belajar, dan mempersiapkan diri untuk memimpin bangsa Indonesia.

Sesungguhnya partai politik memiliki peran strategis dalam membentuk karakter, visi, dan kemampuan seorang pemimpin.

Jika partai politik sehat, maka akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang kompeten, berintegritas, dan memiliki visi yang berpihak pada kepentingan seluruh rakyat.

Sebaliknya, jika partai politik sakit, maka kualitas demokrasi juga akan terganggu dan akan melahirkan pemimpin yang kurang berintegritas, minim kompetensi, dan cenderung akan melanggar konstitusi.

Demokrasi yang sehat membutuhkan partai politik yang mampu menjalankan fungsinya secara optimal. Kesehatan partai politik akan berbanding lurus dengan kesehatan demokrasi.

Ketika partai politik bekerja secara profesional, maka demokrasi akan tumbuh secara positif, dan partai politik akan memperoleh kepercayaan publik. Kepercayaan publik ini menjadi modal utama bagi partai politik bagi keberlangsungan demokrasi Indonesia.

Masalah parpol

Partai politik menghadapi berbagai masalah yang menghambat peran mereka sebagai pilar demokrasi.

Masalah-masalah itu antara lain, pertama, korupsi yang melibatkan politisi dan kandidat pada pemilihan umum.

Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) bahwa terdapat sejumlah kandidat dalam Pilkada serentak 2024 yang diduga terlibat kasus korupsi.

Penelusuran ICW mencatat sedikitnya 138 kandidat yang berasal dari berbagai posisi, seperti calon gubernur dan wakil gubernur, wali kota dan wakil wali kota, serta bupati dan wakil bupati.

Hal ini mengindikasikan bahwa praktik korupsi masih mengakar di tubuh partai politik terutama dalam proses pemilihan umum.

Meskipun ada upaya dalam pemberantasan korupsi, tetapi maraknya kandidat yang terlibat kasus korupsi menggambarkan bahwa sistem politik, khususnya Pilkada masih rentan terhadap pengaruh negatif dari para oknum politik yang terlibat dalam tindakan koruptif.

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2024 berada di angka 34, menunjukkan stagnasi dibandingkan pada 2023 yang juga skornya di angka 34.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tidak mengalami kemajuan signifikan dan cenderung berjalan di tempat.

Kedua, praktik politik uang. Praktik politik uang menjadi noda dalam proses kontestasi pada pemilihan umum.

Praktik politik uang kerapkali mencakup patronase dan klientelisme. Seorang calon memberikan imbalan kepada pemilih untuk memperoleh dukungan suara.

Misalnya kasus Harun Masiku pada pemilihan legislatif 2019. Ia diduga memberi suap kepada komisioner KPU, Wahyu Setiawan, agar dapat menggantikan atau mengubah posisi anggota legislatif.

Sementara itu, Bawaslu mencatat adanya 130 dugaan kasus politik uang yang terjadi dalam periode masa tenang hingga hari pemungutan suara Pilkada 2024.

Kasus ini memberikan gambaran nyata masih adanya praktik politik uang (suap) untuk meraih kekuasaan.

Praktik politik uang dalam setiap pemilihan umum memberikan kontribusi pada rendahnya kepercayaan publik terhadap partai politik.

Meskipun Pemilu merupakan sarana demokrasi, praktik ini menciptakan persepsi publik bahwa kekuasaan bisa dicapai melalui cara-cara yang tidak beradab.

Politik uang pasti akan merusak integritas Pemilu dan mempersempit ruang bagi politik yang jujur, transparan, dan berintegritas.

Ketiga, kurangnya sirkulasi kepemimpinan di beberapa partai politik. Beberapa partai politik cenderung mempertahankan ketua umum yang sama selama puluhan tahun.

Hal ini tentu akan menciptakan stagnasi dan inovasi kepemimpinan di internal partai politik, sekaligus mengesankan partai seperti perusahaan keluarga daripada organisasi politik yang modern dan dinamis.

Sejak berdirinya PDI Perjuangan, belum pernah ada kader yang bisa menggantikan Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum, yang telah menjabat selama lebih dari 20 tahun.

Fenomena serupa juga terjadi di partai politik lainnya, seperti Prabowo Subianto yang menjabat sebagai Ketua Umum Partai Gerindra sejak 2008, Muhaimin Iskandar yang memimpin PKB sejak 2005, dan Surya Paloh menjadi Ketua Umum Partai NasDem sejak 2013.

Ironisnya, stagnasi regenerasi kepemimpinan justru terjadi pada partai-partai besar yang seharusnya menjadi teladan dalam penerapan prinsip demokrasi dan tata kelola organisasi yang baik.

Ketika ketua umum menjabat terlalu lama, maka akan menciptakan kesan bahwa partai politik lebih mirip dengan organisasi keluarga atau dinasti politik. Hal ini menggambarkan kurangnya pembaharuan dan regenerasi kepemimpinan di dalam partai.

Kemudian bisa menghambat partai, karena ide-ide baru dan pendekatan sulit untuk berkembang dalam struktur organisasi.

Partai politik semestinya memiliki AD/ART untuk membatasi masa jabatan ketua umum dan jajarannya, sehingga bisa dipastikan adanya mekanisme regenerasi yang jelas dan tegas untuk mencegah konsentrasi kekuasaan berlarut-larut tanpa ada batasan.

Dengan adanya regulasi yang jelas, partai politik bisa memperkokoh akuntabilitas dan transparansi dalam struktur organisasi kepemimpinannya.

Sangat ironis ketika partai politik yang semestinya menjadi garda depan dalam menegakkan demokrasi, justru gagal menjalankan prinsip-prinsip demokrasi di dalam tubuh organisasinya sendiri.

Jika partai politilk terus mengabaikan pentingnya demokrasi internal dalam proses regenerasi kepemimpinan, maka dampaknya sudah bisa dipastikan akan menurunkan kepercayaan publik dan meneguhkan budaya oligarki yang semakin mengakar.

Saatnya berbenah

Kondisi dan situasi seperti ini tentu bukan tanpa solusi. Partai politik sudah saatnya berbenah, mulai dari memperbaiki proses kaderisasi politik dan regenerasi kepemimpinan secara transparan yang berbasis meritokrasi untuk memastikan posisi penting partai diduduki oleh mereka yang memiliki intertegritas dan kompetensi politik.

Partai juga harus tegas ketika ada kader atau anggotanya yang terlibat kasus korupsi dengan memberikan sanksi internal sebagai upaya untuk meningkatkan kepercayaan publik, bahwa partai mendukung upaya pembersihan.

Hingga kini, belum terdapat aturan yang secara tegas mewajibkan partai politik untuk melaporkan keuangan mereka secara akuntabel dan berkala. Proses audit keuangan masih jauh dari memadai.

Selain itu, munculnya praktik politik transaksional, khususnya dalam proses perekrutan calon yang ingin maju dalam Pemilu atau Pilkada. Contohnya, calon kerapkali menyetor sejumlah dana kepada partai politik demi mendapatkan daerah pemilihan (dapil) dan nomor urut yang diinginkan.

Partai politik semestinya tidak memperlakukan pemilih sebagai sekadar pasar yang bisa diperlakukan secara transaksional.

Pendekatan model seperti ini pasti berorientasi pada pertukaran politik jangka pendek, seperti janji-jani materi atau imbalan berupa uang, mereduksi substansi demokrasi dan akan melemahkan partisipasi masyarakat dalam proses politik yang substansial.

Pemilih bukan “konsumen” yang bisa dibeli suaranya, melainkan warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang semestinya diperlakukan secara manusiawi, didengarkan aspirasinya kemudian diperjuangkan untuk dijadikan arah kebijakan yang visioner.

Jika partai politik selalu menganggap pemilih dengan cara transaksional, maka demokrasi hanya menjadi sarana pragmatisme, jauh dari nilai-nilai idealisme.

Praktik politik ini akan mendorong sikap oportunistik, termasuk juga akan memengaruhi cara pandang pemilih, yang pada akhirnya akan membuat tradisi politik kita tidak sehat.

Oleh karena itu, partai politik harus berorientasi pada pembangunan literasi politik yang lebih mendalam.

Pendidikan politik yang berorientasi untuk kepentingan publik harus menjadi tujuan utama dalam strategi komunikasi politik yang mereka perjuangkan.

Pemilih harus diberikan ruang untuk melibatkan diri dalam berbagai dialog kebangsaan, bukan hanya didekati menjelang pemilihan umum.

Oleh karena itu, partai politik perlu berbenah dengan mondorong regenerasi kepemimpinan melalui mekanisme kaderisasi politik yang sehat dan demokratis, sehingga tidak hanya didominasi elite politik tertentu.

Selain itu, menerapkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan harus diperkuat dengan sistem audit independen untuk meningkatkan kepercayaan publik.

Lebih jauh, partai politik harus membangun hubungan yang lebih kuat dengan konstituen, tidak hanya beroerintasi pada kepentingan elektoral saja, tetapi benar-benar memperjuangkan aspirasi masyarakat.

Dengan langkah-langkah ini, partai politik bisa menjadi pilar demokrasi yang lebih sehat dan kredibel.

Pada akhirnya, memulihkan kepercayaan publik pada partai politik memerlukan komitmen yang sifatnya jangka panjang untuk perubahan mendasar dalam tradisi politik kita.

Tanpa itu semua, partai politik akan tergerus legitimasinya dan demokrasi Indonesia dalam kondisi mengkhawatirkan.

Oleh karena itu, hal ini bisa menjadi perenungan mendalam untuk meningkatkan kepercayaan publik dan menyelamatkan masa depan demokrasi Indonesia.

Tag:  #kepercayaan #publik #mengkhawatirkan #saatnya #parpol #berbenah

KOMENTAR