Tukin Tak Cair, Dosen Melawan...
- Ratusan dosen dengan status Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) memenuhi jalan di sekitar patung kuda dekat pintu masuk Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Senin (3/2/2025).
Mereka berdemo dengan pakaian serba putih, sambil menenteng sejumlah spanduk besar yang didominasi warna merah.
Demo itu menuntut agar tunjangan kinerja (tukin) untuk para dosen ASN di bawah naungan Kemendikti segera cair.
"Kawal tukin dosen ASN Kemendikti Saintek sampai masuk rekening," begitu tulis salah satu spanduk.
"Semarjaya. Sebelum masuk rekening jangan percaya," tulis spanduk lainnya.
Selain spanduk-spanduk besar, ada pula tulisan di sebuah wadah karton besar yang bisa dikalungkan di depan leher para pedemo.
Karton-karton besar itu berisi tulisan nyeleneh, tepat di depan mobil komando dilengkapi orator yang berteriak tanpa henti.
"Jangan tanya aku di mana. Aku lagi berjuang. #Berjuang4tukin," tulis spanduk itu.
"Berjuang demi ayang (X). Berjuang demi tukin (?)," tulis spanduk lainnya.
Ketua Koordinator Nasional (Kornas) Aliansi Dosen Kemendikti Saintek Seluruh Indonesia (Adaksi) Anggun Gunawan mengatakan, aksi diikuti oleh sekitar 300 dosen dari seluruh Indonesia.
"Jadi untuk hari ini, kami sekitar 300-an dosen yang berasal dari seluruh Indonesia, dari Aceh sampai Papua, hadir di sini untuk menuntut hak kami yang tidak pernah dibayarkan oleh pemerintah sejak tahun 2020," ucap Anggun di sela-sela demo, Senin siang.
Tuntutan para dosen
Setidaknya, ada dua tuntutan yang disampaikan dalam aksi ini.
Pertama, pastikan tunjangan kinerja untuk dosen Kemendikti Saintek tahun 2025 dianggarkan oleh pemerintah, kemudian dicairkan hingga masuk ke rekening.
Sebab sejauh ini, kementerian hanya memiliki dana sekitar Rp 2,5 triliun yang hanya bisa memenuhi tukin untuk 30.000 dosen.
"Kementerian mengatakan bahwasannya mereka hanya punya uang Rp 2,5 triliun. Kalau kita hitung, itu hanya bisa meng-cover sekitar 30.000 dosen. Sementara keseluruhan jumlah dosen yang ada itu sekitar 80.000, bapak-ibu semuanya. Jadi kami ingin Tukin for all buat semuanya," kata Anggun.
Tuntutan kedua adalah menuntut agar pemerintah segera membayarkan tukin dari tahun 2020-2024, yang selama ini belum mereka terima.
Menurut para pedemo, mereka mendapat perlakuan diskriminasi karena pegawai lain selain dosen yang juga bekerja di perguruan tinggi memiliki pendapatan yang lebih tinggi.
Tukin untuk dosen di kementerian dan lembaga lain pun tak ada masalah.
"Selama ini, pegawai lain, dosen di kementerian lain, kemudian juga pekerjaan yang di kampus, seperti laboran, pustakawan, pranata komputer, tenaga administrasi yang ada di kampus, itu dibayarkan tukin-nya. Dan hanya dosen saja yang tidak pernah dibayarkan," tuturnya.
Ancam mogok nasional
Seturut rencana, para dosen bakal melakukan aksi mogok nasional jika aspirasi mengenai pencairan tukin tidak diindahkan.
Aksi mogok nasional itu juga akan dilakukan jika pemerintah tidak mengalokasikan anggaran tukin untuk dosen ASN di bawah naungan Kemendikti Saintek.
Sebab melalui aksi ini, ia berharap Presiden Prabowo Subianto bakal terbuka hatinya, lalu mengalokasikan tukin untuk para dosen.
"Kalau tidak, maka kami akan mengambil langkah yang lebih tinggi lagi levelnya, yaitu teman-teman sudah menyuarakan untuk aksi mogok nasional. Semua dosen itu akan berhenti mengajar, memberikan pelayanan kepada mahasiswa, sampai pemerintah berkomitmen untuk membayarkan tukin kami," beber Anggun.
Lebih lanjut ia tidak memungkiri, kesejahteraan dosen ASN menurun tanpa tukin.
Banyak rekan-rekan di daerahnya harus mencari pekerjaan lain untuk bisa survive.
Para dosen, lanjut Anggun, mengalami perasaan dilematis karena kesejahteraan yang menurun itu.
"Kita, Bapak Ibu sekalian, walaupun statusnya sebagai dosen, tapi kami mengalami dilematis. Ini antara bayar, apa namanya itu, beli buku gitu kan ya, atau kami harus bisa makan gitu. Kami harus beli susu anak, pempers anak, atau bisa beli buku gitu. Jadi pilihan-pilihannya menjadi berat bagi kami," jelas dia.
Respons Kemendikti
Merespons demo yang terjadi, Kemendikti justru meminta ASN menilai secara objektif mengenai polemik pencairan tukin.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikti Saintek Prof.Togar M Simatupang mengatakan, ASN harus mengerti batasan yang ada.
"Sebagai ASN, hendaknya objektif dan mengerti batasan yang ada, dan jangan sampai menabrak aturan," kata Togar, kepada Kompas.com, Senin.
Sebab menurut dia, alasan tukin tidak cair sudah terang-benderang.
Bahkan, pimpinan perguruan tinggi disebut telah mengetahui hal tersebut.
Ia lantas mengingatkan para dosen agar tidak kebablasan dan mencoreng marwah sebagai ASN yang tidak paham regulasi.
"Jangan sampai penyampaian aspirasi kebablasan mencoreng muruah ASN karena tidak memperhatikan rambu-rambu regulasi," ucap dia.
Alasan tukin tak cair
Togar bilang, tukin 2020 sampai dengan 2024 memang tidak bisa dicairkan.
Alasannya, kementerian yang dulunya bernama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) ini tidak mengajukan alokasi anggaran tukin tersebut ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Memang tidak dibuat anggarannya oleh kementerian yang lalu, dan karena itu tidak ada yang bisa dicairkan, dan sudah tutup buku," kata Togar saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat.
Togar menyatakan, tukin selama empat tahun itu tidak akan cair karena pengajuan alokasi anggarannya sudah terlambat.
Pencairan tukin yang sudah melewati batas pengajuan ini berdampak pada pelanggaran hukum.
"Iya tidak dapat (dicairkan), karena bisa melanggar peraturan, dengan segala hormat ini harus disampaikan," kata Togar.
Dengan demikian, tunjangan kinerja sejak 2020 sampai 2024 tidak bisa diberikan kepada dosen ASN.
Kemendikti Saintek pun mengeluarkan surat edaran kepada pimpinan perguruan tinggi negeri (PTN) di seluruh Indonesia pada 28 Januari 2025.
Dalam edaran yang ditandatangani oleh Sekjen Kemendikti Saintek itu dijelaskan bahwa sejak tahun 2020 hingga 2024, kementerian terdahulu tidak mengajukan alokasi anggaran tukin ke Kemenkeu.
Lalu, pada 1 Oktober 2024, Mendikbud Ristek kala itu, Nadiem Makarim, menerbitkan peraturan menteri yang berisi pemberian tukin untuk dosen.
Namun, lantaran ada perubahan nomenklatur dari Kemendikbud Ristek menjadi Kemendikti Saintek, terjadi keterlambatan pengajuan kebutuhan anggaran dan Peraturan Presiden (Perpres) terkait pemberian tukin tersebut.
Kendati demikian, Kemendikti Saintek memastikan bahwa tukin tahun 2025 untuk dosen akan dibayarkan.
Togar menuturkan, pemerintah telah mengajukan permohonan tambahan anggaran ke Kementerian Keuangan dalam Rapat Kerja Komisi X DPR dengan Kemendikti Saintek pada 23 Januari 2025.
Setelah tambahan anggaran sebesar Rp 2,5 triliun disetujui, langkah selanjutnya adalah menunggu penerbitan Peraturan Presiden.
"Saat ini menunggu perpresnya, ada di surat ke pimpinan PTN yang dibocorkan ke media sosial," kata Togar.
Tiga skema
Kemendikti Saintek telah menyiapkan tiga skema pemberian tukin untuk dosen ASN.
Opsi pertama, tukin dosen disediakan oleh pemerintah bagi dosen di Perguruan Tinggi Negeri Satuan Kerja (PTN-Satker) dan di PTN Badan Layanan Umum (BLU) yang belum ada remunerasi.
Remunerasi adalah imbalan yang diberikan kepada seseorang atas kontribusi dan kinerja yang telah dilakukan.
Untuk merealisasikan opsi ini, pemerintah memerlukan anggaran sebesar Rp 2,8 triliun.
Opsi kedua adalah pembayaran tukin dosen PTN Satker dan BLU yang sudah punya remunerasi, tetapi besarannya masih di bawah tukin.
Jika opsi ini direalisasikan, pemerintah membutuhkan anggaran sebesar Rp 3,6 triliun.
Dan opsi terakhir adalah semua dosen ASN yang berjumlah 81.000 orang mendapat tukin dengan total anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp 8,2 triliun.
"Kami mengajukan tiga opsi karena kami tahu bahwa tukin adalah fungsi dari kontribusi kinerja dan ruang fiskal," jelas Togar.