Kejaksaan atau Kepolisian yang Usut Kasus Pagar Laut Tangerang? Hardjuno: Publik Perlu Tahu
Karenanya, Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho menegaskan perlunya langkah konkret dari lembaga penegak hukum untuk menuntaskan persoalan ini.
Kata dia negara harus menunjukkan bahwa hukumlah yang memimpin, bukan kepentingan pengusaha dan birokrasi yang bermain di balik layar.
"Perlu segera ada leading lembaga penegak hukum yang menegaskan proses hukum atas kasus ini. Apakah itu Kejaksaan Agung atau Kepolisian, publik perlu segera mendapat sinyal penegakan hukum yang jelas dan tidak berputar-putar di soal administratif seperti yang melibatkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) maupun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," tegas Hardjuno di Jakarta, Senin (3/2/2025).
Ia mencontohkan pembatalan sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM) pagar laut Tangerang oleh Kementerian ATR yang dipimpin Nusron Wahid.
Menurut Hardjuno itu hanyalah masalah detil yang seharusnya berada di bawah prioritas penegakan hukum utama.
Dalam kasus pagar laut, kata dia, negara harus menunjukkan kekuasaannya dengan tegas.
Hardjuno menekankan bahwa masalah pagar laut harus segera direspons dalam kerangka penegakan hukum dan bukan hanya sibuk membahas urusan administratif.
Bahwa di dalam penegakan hukum terdapat masalah administratif adalah hal sudah semestinya, tetapi publik perlu segera mengerti bahwa negara benar-benar akan mengurus aspek pidananya.
"Yang terpenting bagi publik dalam masalah pagar laut ini adalah bahwa Presiden telah jelas memerintahkan pengusutan tuntas, dan bahwa jelas ada pelanggaran pidana di sana. Maka aparat penegak hukumlah yang harus menjadi leading organisasi yang memimpin penyelesaian kasus pagar laut ini," tegasnya.
Selain itu, Hardjuno juga menyoroti peran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang tampak tidak tegas dalam pendekatannya untuk melindungi kepentingan rakyat dalam kasus pagar laut ini.
Menurutnya, KKP seharusnya lebih berpihak kepada nelayan dan masyarakat pesisir yang terdampak.
"Jatah mereka para konglomerat dan birokrat hitam sudah cukup. Mereka sudah mengambil terlalu banyak. Kini saatnya investasi yang benar-benar taat hukum dilindungi oleh hukum dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat atau pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan."
Hardjuno juga menekankan bahwa di era kepemimpinan Prabowo Subianto, penegakan hukum yang jelas sangat diperlukan untuk memberikan kepastian kepada publik dan investor.
Negara saat ini menghadapi kesulitan keuangan, sehingga pertumbuhan ekonomi memerlukan investasi yang sehat, bukan sekadar belanja negara dan konsumsi rumah tangga.
"Investor, baik dari dalam maupun luar negeri, perlu melihat bahwa Indonesia adalah negara dengan kepastian hukum. Mereka tidak boleh takut untuk menanamkan modalnya untuk investasi yang taat hukum.
Sebaliknya, bagi investor hitam yang sering mengakali hukum, ini adalah saat yang tepat untuk memberikan sinyal bahwa era mereka sudah berakhir," lanjutnya.
Dengan langkah tegas dalam kasus pagar laut, pemerintah dapat menunjukkan bahwa hukum tetap menjadi panglima dan tidak tunduk pada kepentingan segelintir kelompok yang berusaha menguasai sumber daya secara tidak sah.
Indikasi kerugian
Ombudsman RI Provinsi Banten mengindikasikan adanya kerugian nelayan mencapai Rp24 miliar dampak dari adanya pagar laut yang berada di perairan Kabupaten Tangerang.
Karena itu, menurut Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten Fadli Afriadi, ditengarai adanya maladministrasi berupa pengabaian terhadap laporan, terkait pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang.
"Berdasarkan penghitungan kami, minimal, ini minimal kerugian yang dialami hampir 4.000 nelayan mencapai sekurang-kuranganya Rp24 miliar," ujar Fadli di Kantor Ombudsman, Jakarta, Senin (3/2/2025) hari ini.
Ombudsman, kata Fadli, telah mendapat informasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten tentang adanya pagar laut di kawasan Kronjo, yang sudah dihentikan juga sebelumnya oleh DKP Banten.
Namun tanggal 28 November, lanjut dia, mendapati informasi bahwa masih ada pagar laut.
Sehingga tanggal 5 Desember 2024, Ombudsman melakukan kunjungan lapangan.
"Dan melakukan pengecekan atas keberadaan pagar laut yang memang masih ada," tutur Fadli.
Ombudsman Banten menilai adanya maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum DKP Banten dalam menindaklanjuti dan menyelesaikan pengaduan masyarakat.
Hal tersebut sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan sumberdaya Kelautan dan Perikanan di wilayah perairan laut sampai dengan 12 mil, berdasarkan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah dan daerah.
"Kita meminta agar DKP mengkoordinir, mendorong, menuntaskan penertiban pembongkaran pagar laut yang saat ini masih tersisa," kata Fadli.
Tag: #kejaksaan #atau #kepolisian #yang #usut #kasus #pagar #laut #tangerang #hardjuno #publik #perlu #tahu