Alasan Pemerintah Larang Pengecer Jual Gas Elpiji 3 Kg
Kebijakan ini, bertujuan untuk memastikan subsidi pemerintah tepat sasaran.
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi mengatakan, elpiji 3 Kg atau Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 Kg merupakan barang bersubsidi dari pemerintah.
Oleh sebab itu, distribusinya perlu diatur agar tepat sasaran.
"Semua memang harus kami rapikan ya. Elpiji 3 kilogram ini kan ada subsidi di situ dari pemerintah," katanya, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, turut memberikan penjelasan mengenai kebijakan gas elpiji 3 Kg.
Menurutnya, pemerintah sedang memperbaiki tata kelola penyediaan elpiji 3 Kg.
Hal itu, kata Bahlil, untuk mencegah adanya oknum pengecer yang menaikkan harga elpiji 3 Kg.
Bahlil pun membantah terjadi kelangkaan elpiji 3 kg.
"Oh gini, kalau dibilang LPG langka, enggak. LPG itu tetap semua ada, tapi sekarang lagi ditata kelolanya diatur, agar tidak boleh ada oknum yang menaikkan harga LPG 3 kg," ucap Bahlil saat ditemui di Bogor, Sabtu, dilansir Kompas.com.
Terkait pengecer yang tak boleh jualan elpiji, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Yuliot Tanjung, menjelaskan aturannya.
Yuliot membeberkan, pengecer yang ingin menjual elpiji bersubsidi harus terdaftar sebagai pangkalan atau subpenyalur resmi dari Pertamina.
Nantinya, pengecer yang berminat menjadi pangkalan dapat mendaftar melalui sistem Online Single Submission (OSS) untuk memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB).
Sistem OSS terintegrasi dengan data kependudukan dari Kementerian Dalam Negeri.
Sehingga, setelah kebijakan ini diterapkan, distribusi elpiji 3 kilogram akan dilakukan langsung dari pangkalan ke konsumen.
Lantas, apakah pembelian elpiji 3 Kg dibatasi?
Sampai saat ini, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan untuk membatasi pembelian elpiji 3 kg.
Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, menyebut Pertamina akan melakukan tracking atau pelacakan jika ditemukan indikasi pembelian elpiji 3 kg dalam jumlah tidak wajar.
Meski tak dibatasi, pembelian elpiji 3 Kg masih menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau pembeli membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) saat datang ke pangkalan.
Pembelian tersebut, akan tercatat secara digital melalui aplikasi Merchant Apps Pertamina (MAP).
Lebih lanjut, Heppy mengatakan, Pertamina bakal menjalankan kebijakan yang ditetapkan pemerintah melalui Kementerian ESDM terkait distribusi elpiji 3 kg.
Oleh sebab itu, masyarakat yang ingin membeli elpiji 3 kg di pangkalan resmi Pertamina akan mendapat keuntungan.
Harga elpiji yang dijual di pangkalan resmi Pertamina sesuai HET yang ditetapkan pemerintah.
“Kami mengimbau masyarakat untuk membeli langsung di pangkalan resmi,” kata Heppy kepada Kompas.com, Jumat (31/1/2025).
Respons WargaSeiring dengan adanya kebijakan soal gas elpiji 3 Kg, sebagian warga di Jakarta mengeluhkan sulitnya memperoleh gas LPG 3 Kg.
Narti, Warga Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, mengaku sudah mencari gas subsidi ke banyak warung hingga SPBU.
"Sudah nyari keliling dari sore sampai malam, enggak dapat-dapat, ada kali 20 warung. Sampai SPBU juga enggak ada," ucapnya, kepada Tribunnews, Minggu, (2/2/2025).
Hal sama juga dialami Dede, asisten rumah tangga di kawasan Ampera Raya,Jakarta Selatan.
Menurutnya, warung atau kios yang ia datangi selalu habis.
"Sudah keliling, dari warung deket rumah di Ampera, sampai ke Ragunan, bilangnya kosong," katanya.
Tak hanya di Jakarta Selatan, warga di kawasan Rorotan, Jakarta Utara juga mengalami hal serupa.
Fitri, seorang pegawai swasta mengatakan, sudah beberapa hari terakhir sulit mendapatkan gas melon tersebut.
Ia terpaksa menggunakan gas non subsidi, untuk kebutuhan rumah tangga.
"Iya beberapa warung deket rumah enggak dikirimin gas," katanya.
Di sisi lain, Fitri mengaku tidak tahu, mengapa gas sekarang langka.
Padahal, lanjutnya, gas merupakan kebutuhan pokok rumah tangga.
"Butuh banget gas 3 kg, karena praktis, dan bisa langsung beli enggak repot, tapi malah susah sekarang," jelasnya.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Taufik Ismail, Kompas.com)