Pengakuan Penambang Liar di Sidang Harvey Moeis, Untung Rp 500 Juta Per Bulan Dari Penjualan Timah
Liu Asak Alias Acau (tengah), seorang penambang liar yang kerap beroperasi di wilayah IUP PT jadi saksi dalam sidang korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis dkk di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (9/9/2024) 
18:31
9 September 2024

Pengakuan Penambang Liar di Sidang Harvey Moeis, Untung Rp 500 Juta Per Bulan Dari Penjualan Timah

- Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Liu Asak Alias Acau seorang penambang liar yang kerap beroperasi di wilayah Izin Usaha Penambangan (IUP) PT Timah Tbk di Bangka Belitung.

Ia dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi tata niaga komoditas timah untuk terdakwa terdakwa Harvey Moeis dkk di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (9/9/2024).

Dalam kesaksiannya, Liu Asak mengaku mampu mendapat keuntungan mencapai setengah miliar per bulan dari hasil kegiatan tambang ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Liu dalam sidang mengaku bahwa dirinya merupakan penambang liar atau ilegal.

"Kalau (profesi) saudara apa?" tanya Jaksa.

"Kalau saya termasuk penambang liar. Maksudnya ya kalau memang lokasinya di IUP PT Timah ya kita izin ke PT Timah," kata Liu Asak.

Jaksa lantas mengulik Liu soal penyaluran hasil penambangan ilegal yang sudah ia dapatkan dari wilayah IUP PT Timah.

Liu mengatakan, bijih timah yang telah ia dapatkan dari hasil penambangan ilegal itu dirinya juga baik ke PT Timah maupun ke perusahaan smelter swasta.

"Ada sebagian yang dijual selain ke PT Timah? Ke smelter swasta ada?" tanya Jaksa.

"Ada. (Kalau) Kita butuh duit, kita mau cepat, karena biayanya besar pak," ucap Liu Asak.

Lebih lanjut, Liu pun menjelaskan pendapatan yang ia terima dari hasil penjualan bijih timah ke dua perusahaan tambang itu bervariasi.

Kata dia, nominal itu berdasarkan kadar bijih timah yang dirinya dapat dari hasil penambangan ilegal tersebut.

Semakin tinggi kadar timah yang dihasilkan maka semakin tinggi pula bayaran yang ia dapat.

Hanya saja ia mengaku bahwa pihak smelter swasta bisa membayar lebih tinggi bijih timah yang ia hasilkan ketimbang dijual kepada PT Timah Tbk.

"Kalau kadar SN memang pendapatannya dari semua smelter punya harga pak. Cuma kalau kita menambang dari hasil yang kita dapat, kita cuci tambang itu tergantung dari hasil kandungannya bagus atau jelek," ucap Liu.

Adapun satu perusahan swasta yang melayani penjualan bijih timah dirinya adalah PT Refined Bangka Tin (RBT), perusahaan yang diwakili oleh Harvey Moeis.

Liu menyebut saat itu dirinya pernah bertemu dengan kaki tangan dari PT RBT bernama Wendri.

"Saudara pernah dengan PT RBT?," tanya Jaksa.

"Pernah. Kaki tangan lah bahasanya, itu orang RBT. Kalau timah kita dijemput, kita kan gak ada urusan dia mau jual kemana," ucap Liu.

"Siapa namanya?," tanya Jaksa lagi.

"Wendri," ucapnya.

Liu menyebut meski saat itu Wendri tak menyebut secara rinci dari mana ia berasal.

Namun, dirinya menganggap bahwa Wendri merupakan perwakilan dari PT RBT.

Ia pun menyebut bahwa bijih timah yang ia jual ke PT RBT melalui Wendri menggunakan skema beli putus.

"Dia (Wendri) mengenalkan diri kerja di RBT?" tanya Jaksa.

"Dari bahasanya iya (Wendri orang PT RBT). Tapi itu bijih timahnya sudah diambil kita tidak tanya dibawa ke smelter mana. Soalnya bijih timah dijemput, dibayar, ya selesai," kata Liu Asak.

Kemudian Liu juga mengungkap bahwa selain PT RBT terdapat cukup banyak pembeli-pembeli liar yang hendak membeli bijih timah ilegal tersebut.

Hanya saja ia tak menjelaskan secara rinci mengenai siapa saja pembeli-pembeli liar yang hendak membeli bijih-bijih timah ilegal yang dihasilkan oleh pihaknya.

"(Jual) Ke Smelter lain?" tanya Jaksa.

"Wah itu enggak bisa kita pastiin pak. Soalnya pembeli liar itu banyak sekali pak," jawab Liu.

"Oh pembelinya banyak, harga bisa bersaing ketat ya?" tanya Jaksa memastikan.

"Iya," sahut Liu.

Setelah itu Jaksa mengulik nominal yang dihasilkan Liu Asak selaku penambang liar dari penjualan bijih timah yang dihasilkan.

Liu pun mengaku bahwa dirinya bisa menghasilkan ratusan kilogram dengan nominal Rp 15 juta per hari dari setiap melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.

Hanya saja kata dia, hal itu juga dipengaruhi daripada cuaca yang ada sekitar lokasi penambangan.

"Kalau cuacanya bagus bisa mendukung ya kita satu hari adalah dua kantong, sekitar seratus kilo," ungkap Liu Asak.

"Kalau rupiah?" tanya Jaksa.

"Kalau bahasa harganya 150 (Kg) ya 15 juta (Rp 15 juta)," ucap Liu Asak.

"150 kali 15 juta?" tanya Jaksa lagi.

"150 ribu per kilogram kali bisa 100 kilo," jelas Liu.

"150 juta?" tanya Jaksa.

"15 juta. Per hari," kata Liu.

Mendengar jawaban Liu, Jaksa sempat kaget lantaran nominal yang dihasilkan dari penambangan ilegal itu terbilang cukup banyak.

Bahkan ketika dijumlahkan pendapatan Liu Asak dari hasil penambangan ilegal dalam kurun waktu satu bulan bisa mencapai setengah miliar rupiah.

"Banyak juga ya. Pendapat per bulannya berapa?" tanya Jaksa.

"Setengah Miliar," jawab Liu.

Sebagai informasi, dalam perkara ini Harvey Moeis dalam perkara ini secara garis besar didakwa atas perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.

Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.

Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Editor: Adi Suhendi

Tag:  #pengakuan #penambang #liar #sidang #harvey #moeis #untung #juta #bulan #dari #penjualan #timah

KOMENTAR