Mengapa Tukin Dosen 2020-2024 Tak Bisa Dicairkan?
Tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) sejak tahun 2020 hingga 2024 tidak cair.
Akibatnya, aliansi dosen ASN Kemendikti Saintek Seluruh Indonesia (Adaksi) akan menggelar demonstrasi di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Senin (3/2/2025) mendatang.
Ketua Koordinator Nasional (Kornas) Adaksi Pusat, Anggun Gubawan mengatakan, aksi ini digelar untuk meminta pemerintah segera membayarkan tukin sejak 2020 hingga 2025 yang belum juga direalisasikan.
"Kami minta kebijaksanaan presiden untuk tukin for all dan tukin sejak 2020," kata Anggun kepada Kompas.com, Jumat (31/1/2025).
Anggun mengatakan, para dosen nantinya akan mendesak pemerintah untuk membayarkan tukin secara merata untuk semua dosen.
Pasalnya, berdasarkan anggaran yang sudah disetujui DPR, tukin 2025 hanya mengakomodir 1/3 dosen dari total 80.000 dosen ASN Kemendikti Saintek se-Indonesia.
"Cuma 30.000 dari 80.000 total semua dosen ASN Kemendikti Saintek," kata Anggun.
Atas keputusan DPR tersebut, Adaksi akan melakukan demonstrasi di depan Istana Negara dengan jumlah peserta yang disebut lebih dari 300 orang.
Saat ini, lanjut Anggun, sudah banyak dosen yang disebut telah menuju ke Jakarta untuk persiapan melakukan aksi demo tukin tersebut.
"Koordinasi sangat solid! Ada yang melaporkan bahwa dosen dari Sulawesi sudah naik kapal laut, sementara yang lain sudah dalam perjalanan darat. Semangat ini sungguh luar biasa dan mengharukan," ucapnya.
Mengapa tukin dosen 2020-2024 tidak cair?
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikti Saintek Togar M Simatupang menjelaskan, tukin 2020 sampai dengan 2024 memang tidak bisa dicairkan.
Alasannya, Kementerian yang dulunya bernama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) ini tidak mengajukan alokasi anggaran tukin tersebut ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Memang tidak dibuat anggarannya oleh kementerian yang lalu, dan karena itu tidak ada yang bisa dicairkan, dan sudah tutup buku," kata Togar saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat.
Togar menyatakan, tukin selama empat tahun itu tidak akan cair karena pengajuan alokasi anggarannya sudah terlambat. Pencairan tukin yang sudah melewati batas pengajuan ini berdampak pada pelanggaran hukum.
"Iya tidak dapat (dicairkan), karena bisa melanggar peraturan, dengan segala hormat ini harus disampaikan," kata Togar.
Dengan demikian, tunjangan kinerja sejak 2020 sampai 2024 tidak bisa diberikan kepada dosen ASN.
Kemendikti Saintek pun mengeluarkan surat edaran kepada pimpinan perguruan tinggi negeri (PTN) di seluruh Indonesia pada 28 Januari 2025.
Dalam edaran yang ditandatangani oleh Sekjen Kemendikti Saintek itu dijelaskan bahwa sejak tahun 2020 hingga 2024, kementerian terdahulu tidak mengajukan alokasi anggaran tukin ke Kemenkeu.
Lalu, pada 1 Oktober 2024, Mendikbud Ristek kala itu, Nadiem Makarim menerbitkan peraturan menteri yang berisi pemberian tukin untuk dosen.
Namun, lantaran ada perubahan nomenklatur dari Kemendikbud Ristek menjadi Kemendikti Saintek, terjadi keterlambatan pengajuan kebutuhan anggaran dan Peraturan Presiden (Perpres) terkait pemberian tukin tersebut.
Kendati demikian, Kemendikti Saintek memastikan bahwa tukin tahun 2025 untuk dosen akan dibayarkan.
Togar menuturkan, Pemerintah telah mengajukan permohonan tambahan anggaran ke Kementerian Keuangan dalam Rapat Kerja Komisi X DPR dengan Kemendikti Saintek pada 23 Januari 2025.
Setelah tambahan anggaran sebesar Rp 2,5 triliun disetujui, langkah selanjutnya adalah menunggu penerbitan Peraturan Presiden.
"Saat ini menunggu perpresnya, ada di surat ke pimpinan PTN yang dibocorkan ke media sosial," kata Togar.
Apa langkah pemerintah selanjutnya?
Kemendikti Saintek telah menyiapkan tiga skema pemberian tukin untuk dosen ASN. Opsi pertama, tukin dosen disediakan oleh Pemerintah bagi dosen di Perguruan Tinggi Negeri Satuan Kerja (PTN-Satker) dan di PTN Badan Layanan Umum (BLU) yang belum ada remunerasi.
Remunerasi adalah imbalan yang diberikan kepada seseorang atas kontribusi dan kinerja yang telah dilakukan. Untuk merealisasikan opsi ini, pemerintah memerlukan anggaran sebesar Rp 2,8 triliun.
Opsi kedua adalah pembayaran tukin dosen PTN Satker dan BLU yang sudah punya remunerasi, tetapi besarannya masih di bawah tukin. Jika opsi ini direalisasikan, pemerintah membutuhkan anggaran sebesar Rp 3,6 triliun.
Dan opsi terakhir adalah semua dosen ASN yang berjumlah 81.000 orang mendapat tukin dengan total anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp 8,2 triliun.
"Kami mengajukan 3 opsi karena kami tahu bahwa tukin adalah fungsi dari kontribusi kinerja dan ruang fiskal," kata Togar.