Pejabat ATR yang Diduga Terlibat Polemik Sertifikat Pagar Laut Perlu Diusut Pidananya
Momen pembongkaran pagar laut yang dilanjutkan oleh TNI Angkatan Laut (AL), instansi maritim dan masyarakat di pesisir Tangerang, Banten, Minggu (26/1/2025).(Dokumentasi Dinas Penerangan Angkatan Laut.)
07:10
31 Januari 2025

Pejabat ATR yang Diduga Terlibat Polemik Sertifikat Pagar Laut Perlu Diusut Pidananya

- Sejumlah kepala desa (kades) yang diduga terlibat dalam polemik pagar laut di Tangerang, Banten, dilaporkan ke Kejaksaan Agung. Mereka diduga ikut berkongkalikong dengan pejabat yang berwenang, untuk memuluskan proses perizinan lahan pagar laut.

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, beberapa oknum kepala desa yang dilaporkan terutama yang berada di Kecamatan Tronjo, Tanjungkait, dan Pulau Cangkir. Mereka diduga terlibat dalam penyalahgunaan wewenang sejak 2012.

“Kalau terlapor itu kan oknum kepala desa di beberapa desa, bukan Kohod saja loh ya, ada di Pakuaji, di beberapa yang lain itu ada,” ujar Boyamin saat ditemui di kawasan Kejaksaan Agung, Kamis (30/1/2025).

Tak hanya kades, penyalahgunaan wewenang ini diduga juga melibatkan oknum di tingkat kecamatan, kabupaten, hingga pejabat pertanahan di Kabupaten Tangerang.

“Terus yang terakhir otomatis oknum di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tangerang. Karena, terbitnya HGB dan SHM ini pada posisi di BPN. Nampaknya ada akal-akalan,” kata Boyamin.

Boyamin menduga, sejumlah oknum mengakali surat-surat yang terbit dengan keterangan luas lahan maksimal dua hektar.

Ketentuan ini sengaja diatur secara khusus agar pejabat daerah tidak perlu meminta persetujuan ke pusat.

Kendati demikian, Boyamin menduga, pihak pusat juga terlibat dalam pembuatan surat-surat ini.

Boyamin Saiman saat ditemui di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2025). Shela Octavia Boyamin Saiman saat ditemui di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2025).

Dugaan penyelewengan

Berdasarkan kesaksian sejumlah warga yang mengadu kepada Boyamin, pembuatan surat ini mulai terjadi pada tahun 2012.

Saat itu, isu reklamasi mencuat sehingga warga berbondong-bondong membeli segel pernyataan keluaran tahun 1980-an.

“Jadi, urutannya begini, 2012 itu kemudian ada isu mau ada reklamasi dan sebagainya. Maka kemudian, warga banyak yang membeli segel tahun 1980-an ke kantor pos Teluk Naga dan ke Jakarta,” lanjut Boyamin.

Segel ini dipergunakan untuk menerbitkan surat keterangan lahan garapan. Surat ini kemudian dijual kembali dengan harga miring, kisaran Rp 2 juta hingga Rp 7 juta.

“Setelah punya surat keterangan garapan itu, diketahui kepala desa, dan sebagainya, terus (surat) dijual lagi kepada (pihak) A, kepada B,” jelas dia.

Melalui proses jual beli yang ada, surat ini kemudian sampai ke tangan sejumlah perusahaan yang namanya disebutkan sebagai pemilik izin lahan pagar laut.

Kemudian, perusahaan-perusahaan ini membuat surat hak guna bangunan (HGB) pada tahun 2023.

“Jadi, warga juga tahu kalau lahannya di laut sebagian besar. Tapi, karena ada yang mau beli ya mau-mau saja. Dijual Rp 5 juta, Rp 7 juta, bahkan ada yang murah itu Rp 2 juta,” jelas Boyamin.

Para pihak yang diduga terlibat ini kemudian dilaporkan ke Kejagung karena dianggap menyalahi Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi dengan ancaman penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 250 juta.

Melansir Kompas.id, pelaporan ini dibuat karena Kejagung sudah mulai menyelidiki kasus ini. Boyamin pun meyakini kemampuan Kejagung dalam mengungkap kasus serupa sudah teruji.

Bukan tidak mungkin, tambah Boyamin, kasus pagar laut tersebut mencakup adanya dugaan suap atau gratifikasi yang mengandaikan ada pihak pemberi dan penerima.

Jika diduga ada pejabat yang menyalahgunakan wewenangnya, bukan tidak mungkin ada pihak swasta yang terlibat selaku penerima manfaat terbesar.

”Pasal 9 ini mencakup pejabat. Tetapi, kalau nanti bakal dikembangkan Pasal 5, Pasal 6, atau bahkan Pasal 2 atau Pasal 3 berupa perbuatan melawan hukum penyalahgunaan wewenang, otomatis swastanya masuk turut serta. Rasanya tidak adil kalau swastanya tidak diproses, yang dapat keuntungan paling besar, kan, di sana,” ujar Boyamin.

Boyamin memastikan, pihaknya akan terus mengawal kasus ini. Jika nantinya Kejagung dinilai hanya menyasar pejabat yang berwenang dan tidak menyentuh pihak swasta, ia berencana mengajukan gugatan praperadilan.

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (23/1/2025).KOMPAS.com/Haryanti Puspa Sari Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (23/1/2025).

Terpisah, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengatakan, pihaknya akan mendalami dugaan keterlibatan aparat desa dalam penerbitan sertifikat HGB pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten.

“Ya tentu, silakan diproses saja sesuai ketentuan. Kemendagri pasti akan mendalami, menindaklanjuti itu apabila ada sumpah jabatan dilanggar,” ujar Bima Arya kepada wartawan, Kamis (30/1/2025).

Kades Kohod menghilang

Usai ramai kabar soal pagar laut di Tangerang, Kepala Desa Kohod, Arsin mendadak menghilang.

Arsin sempat menyita perhatian publik ketika berdebat dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid pada Jumat (24/1/2025) lalu.

Wartawan yang mencoba mengejarnya untuk meminta konfirmasi justru dihalang-halangi oleh pengawalnya. Arsin sempat berdalih ingin melaksanakan shalat Jumat, tapi kemudian melarikan diri dengan dibonceng sepeda motor.

Kompas.com pun sempat beberapa kali menghubungi Arsin melalui sambungan telepon maupun pesan WhatsApp pada Selasa (28/1/2025). Namun, upaya itu gagal. 

Demikian halnya saat Kompas.com berupaya mengunjungi Arsin di kediaman maupun kantornya. Lagi-lagi upaya tersebut gagal.  

Kantor Desa Kohod terlihat tertutup. Pintu pagar pun terkunci. Tak terlihat aktivitas apapun di sana. 

Beberapa warga yang ditemui juga mengaku tidak tahu keberadaan Arsin. Mereka mengatakan bahwa Arsin jarang muncul setelah kasus lahan pagar laut mencuat.

"Setelah kunjungan Menteri Nusron, dia datang terlambat. Tapi infonya dia memang tidak diundang," kata Obos, salah satu warga setempat.

Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid dan Kepala Desa Kohod, Arsin saat meninjau area laut yang memiliki SHGB dan SHM, di Desa Kohod, kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (24/1/2025).KOMPAS.com/Acep Nazmudin Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid dan Kepala Desa Kohod, Arsin saat meninjau area laut yang memiliki SHGB dan SHM, di Desa Kohod, kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (24/1/2025).

 

Sejak pertemuan itu, Arsin tidak terlihat lagi di lapangan dan tidak memberi penjelasan lebih lanjut kepada warga. Warga juga mendengar kabar bahwa Arsin sedang diperiksa oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Katanya dia sedang diperiksa Kejagung," ujar Obos menambahkan.

Editor: Shela Octavia

Tag:  #pejabat #yang #diduga #terlibat #polemik #sertifikat #pagar #laut #perlu #diusut #pidananya

KOMENTAR