



2 Kali Berupaya Cabut Status WNI, Paulus Tannos Kini Tak Bisa Hindari Ekstradisi
– Upaya tersangka korupsi proyek e-KTP, Paulus Tannos, untuk menghindari ekstradisi dan pemulangan dari Singapura ke Indonesia tampaknya semakin sulit.
Sebab, statusnya sebagai warga negara Indonesia (WNI) tetap masih melekat, meski berupaya mencabut kewarganegaraannya dan diduga memiliki paspor negara lain.
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengungkapkan, Tannos tercatat pernah dua kali mengajukan permohonan pencabutan kewarganegaraan.
Namun, dokumen yang disyaratkan tidak pernah dilengkapi oleh Tannos sampai saat ini.
Alhasil, pencabutan status kewarganegaraannya belum dapat disetujui.
“Saya ingin sampaikan bahwa ada dua kali yang bersangkutan ingin mengajukan permohonan melepaskan kewarganegaraan. Tetapi sampai hari ini, yang bersangkutan belum melengkapi dokumen yang dibutuhkan,” ujar Supratman, kepada wartawan di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Rabu (29/1/2025).
Ingin pindah kewarganegaraan
Berdasarkan catatan Kementerian Hukum, lanjut Supratman, permohonan tersebut diajukan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menyidik kasus dugaan korupsi proyek e-KTP yang menyeretnya.
“Saya lihat data, permohonan untuk melepaskan kewarganegaraan itu dilakukan setelah KPK melakukan penyidikan terkait kasus ini," kata Supratman.
Diketahui, kasus korupsi e-KTP mulai diusut KPK sejak 2012.
Proses penyidikan dimulai pada 2014 setelah penetapan tersangka pertama dalam perkara tersebut.
Tannos sendiri ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 13 Agustus 2019 setelah penyidik melakukan pengembangan kasus.
Sejak penetapan tersangka itu, Tannos sulit dicari keberadaannya.
KPK kemudian memasukkan Tannos dalam daftar pencarian orang (DPO) mulai 19 Oktober 2021 disertai nama barunya, yakni Tjhin Thian Po.
Kementerian Hukum pun mendapat informasi bahwa Tannos diduga memiliki paspor negara lain.
Namun, hal ini tidak serta-merta membuat status kewarganegaraannya otomatis hilang.
Supratman menegaskan bahwa Indonesia menganut sistem kewarganegaraan tunggal dan pencabutan status WNI harus melalui prosedur administratif yang sah.
“Yang bersangkutan memang menurut laporan yang kami terima, memiliki paspor negara sahabat,” ungkap Supratman. “Namun demikian, berdasarkan peraturan Menteri Hukum dan HAM, untuk melepaskan kewarganegaraan Indonesia itu tidak berlaku otomatis,” sambungnya.
Ekstradisi
Saat ini, pemerintah Indonesia berpacu dengan waktu untuk menuntaskan proses ekstradisi Paulus Tannos yang ditahan di Singapura sejak 17 Januari 2025.
Sesuai aturan yang berlaku di negara tersebut, pemerintah memiliki waktu 45 hari untuk melengkapi dokumen ekstradisi, atau hingga 3 Maret 2025.
"Saat ini kita punya waktu 45 hari sejak penahanan Tannos untuk melengkapi dokumen. Tapi, saya yakinkan bahwa kita tidak akan menunggu sampai dengan 3 Maret, ya, dalam waktu dekat," kata Supratman.
Politikus Gerindra itu pun optimistis kelengkapan dokumen ekstradisi yang disyaratkan Singapura bisa segera diselesaikan.
Sebab, Kementerian Hukum telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, KPK, Kejaksaan, serta Polri untuk mempercepat penyiapan dokumen yang diperlukan.
Meski begitu, Supratman mengingatkan bahwa setelah dokumen dilengkapi, proses hukum masih akan berlanjut di pengadilan Singapura.
"Setelah 45 hari, tentu proses ini akan berjalan di Pengadilan Singapura. Karena itu, kita tunggu setelah dokumennya lengkap," ucap Supratman.
Bahkan, setelah putusan pengadilan tingkat pertama, masih ada kemungkinan upaya banding yang dapat memperpanjang proses ekstradisi.
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum, Wibowo, menambahkan bahwa persidangan di Singapura bertujuan untuk mengonfirmasi identitas Paulus Tannos.
“Ya, kan untuk para pihaknya itu memastikan yang bersangkutan ini benar-benar identitasnya dan sebagainya. Dan itu hukum nasionalnya Singapura,” kata Wibowo.
Menurut dia, Indonesia harus menghormati aturan hukum di negara tersebut sebagai bagian dari komitmen kerja sama ekstradisi.
“Kita kan harus menghormati sebagai negara sahabat, kan. Dan itu bagian dari komitmen kita ketika perjanjian ekstradisi itu ditandatangani,” tutupnya.
Penangkapan Paulus Tannos
Untuk diketahui, Paulus Tannos ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025.
Penangkapan tersebut berawal dari pengajuan penahanan sementara oleh KPK melalui Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri.
Surat permohonan ini kemudian diteruskan kepada Interpol Singapura hingga sampai ke CPIB.
Namun, Tannos tidak bisa langsung dibawa ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Tag: #kali #berupaya #cabut #status #paulus #tannos #kini #bisa #hindari #ekstradisi