Jangan Sampai Salah! Ini 7 Perbedaan Orang Berpikir Kritis dan Overthinking yang Perlu Diketahui
Sejak kecil hingga dewasa, kita selalu diajarkan untuk menjadi pemikir kritis, memeriksa segala sesuatu dengan teliti dan objektif agar bisa membuat keputusan yang lebih baik. Oleh sebab itu, adakalanya orang menanggapi berbagai hal secara serius.
Selain itu, mereka juga merenungkan masalah secara mendalam dan memeriksa setiap aspek dengan seksama.
Tidak hanya sampai di situ, mereka mungkin juga sering kali berlebihan dalam menganalisis segalanya.
Mereka mungkin telah melewati batas dari berpikir kritis ke over thinking dan ini bisa berbahaya serta tidak produktif. Mengutip hackspirit.com, berikut ini beberapa perbedaan orang berpikir kritis dan overthinking.
1. Tujuan
Orang yang berpikir kritis memiliki tujuan yang jelas, sementara orang overthinking tidak mempunyai arah yang pasti.
Ketika kamu seorang pemikir kritis dan duduk untuk merenungkan suatu masalah, kamu punya misi dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Menurut para peneliti, pemikir kritis menggunakan berbagai teknik dalam menentukan tindakan, seperti memahami hubungan antar ide, menentukan relevansi ide, mengidentifikasi kesalahan dalam penalaran, membenarkan asumsi, nilai, dan keyakinan, serta mengakui keterbatasan pribadi.
Di sisi lain, jika kamu terlalu banyak berpikir, maka bisa kehilangan fokus dan terjebak dalam siklus pikiran negatif. Kamu akan terus-menerus khawatir dan berjuang untuk memahami situasi.
Proses berpikirmu akan menjadi kacau yang menunjukkan bahwa kamu telah kehilangan tujuan dalam hidup.
2. Fokus
Tidak dapat disangkal bahwa tujuan hidupmu sangat memengaruhi dirimu untuk fokus. Berpikir kritis mempunyai fokus yang jelas, sementara berpikir berlebihan bersifat kacau dan tidak terarah.
Orang overthinking tampak sebagai kumpulan pikiran dan emosi yang tidak terkendali. Mereka akan mulai memikirkan suatu situasi, lalu beralih ke hal-hal yang kurang relevan, beberapa di antaranya mungkin tidak ada hubungannya dengan masalah yang sedang dihadapi.
Kamu hanya melompat dari satu pikiran ke pikiran lain, seperti monyet yang berayun dari dahan ke dahan. Tidak mengherankan jika otak yang terlalu banyak berpikir sering disamakan dengan istilah monkey mind.
Namun, seperti yang telah dijelaskan bahwa berpikir kritis lebih terstruktur. Meskipun melibatkan berbagai jalur dan tidak selalu linier, berpikir kritis punya tujuan tunggal yaitu menemukan jawaban atau memecahkan masalah yang membantumu tetap fokus.
3. Jangka Waktu
Kekhawatiran dan pemikiran berputar dari orang yang terlalu banyak berpikir jelas memakan waktu.
Berpikir kritis punya batas waktu tertentu, sementara overtinking tidak. Orang yang overtinking sering menghabiskan berjam-jam terjaga di tempat tidur memikirkan suatu masalah.
Salah satu cara mengatasi masalah ini dan kembali ke jalur yang benar yakni dengan berpikir kritis.
Dengan menetapkan pendekatan yang logis dan sistematis dalam memecahkan masalah dan selalu memantau diri sendiri, pikiran akan mulai beralih ke arah yang lebih baik.
4. Emosi
Salah satu tantangan utama yang dihadapi dalam mengembangkan disiplin diri sebagai pemikir kritis adalah mengelola emosi.
Berpikir kritis didorong oleh logika, sedangkan overtinking didorong oleh emosi. Inilah sebabnya mengapa orang yang terlalu banyak berpikir sering diliputi kecemasan atau ketakutan.
Mereka akhirnya mengalami pikiran yang tidak rasional bahkan kebanyakan negatif dan membuat keputusan yang tidak logis. Di sisi lain, pemikir kritis berupaya untuk tetap objektif.
Mereka berusaha menjauh dari emosi dan mengevaluasi masalah berdasarkan fakta dan bukti.
5. Kompleksitas
Selain membuat kita tidak rasional, emosi juga memengaruhi cara melihat kompleksitas. Emosi dapat membuat masalah terlihat jauh lebih rumit daripada yang sebenarnya.
Berikut adalah cara orang yang overtinking dan pemikir kritis mengelola kompleksitas dengan cara yang berbeda, yakni:
- Berpikir kritis bisa memecah masalah menjadi bagian-bagian yang lebih mudah diatasi.
- Overtinking mampu menyebabkan suatu masalah menjadi semakin kompleks.
Saat kita terlalu overtinking, kita bisa merasa kewalahan oleh kompleksitas situasi. Kita mungkin akan merasa masalah itu terlalu besar untuk dihadapi, sehingga merasa lumpuh atau tidak berdaya.
Sebaliknya, pemikir kritis bersikap proaktif, mereka tidak berdiam diri dalam keputusasaan.
Mereka akan bertanya, Apakah masalah ini terlalu besar? Kemudian memecah masalah itu menjadi bagian-bagian yang lebih kecil untuk ditangani satu per satu, tanpa terpengaruh oleh emosi.
6. Perspektif
Perbedaan lainnya antara kedua jenis pemikiran ini adalah cara mereka memandang situasi.
Apakah kami cenderung melihat suatu masalah hanya dari sudut pandang sendiri?
Jika iya, kamu mungkin sedang terlalu banyak berpikir. Hal ini bisa memicu pandangan yang bias atau menyimpang karena kamu tidak mempertimbangkan semua sudut pandang.
Sebaliknya, apabila kamu menenangkan pikiran dan mempertimbangkan berbagai perspektif, kamu sedang berpikir kritis.
Ini berarti kamu melihat semua aspek guna menemukan solusi yang lebih komprehensif. Sedangkan overtinking mempunyai perspektif sempit dan terbatas.
Apabila kamu ingin mencapai hasil yang lebih baik, cobalah untuk melihat situasi atau masalah dari berbagai sudut pandang. Ini akan membantumu dalam mengidentifikasi potensi titik yang bias atau tidak tepat.
7. Hasil
Berpikir kritis menghasilkan hasil atau tindakan spesifik. Sementara itu, berpikir berlebihan tidak menghasilkan hasil atau tindakan nyata.
Overtinking merupakan pemborosan waktu dan tenaga, sebab kamu menghabiskan berjam-jam atau bahkan berhari-hari merenungkan suatu masalah.
Sebaliknya, saat kamu sedang berpikir kritis, kamu memanfaatkan otakmu dengan baik. Kamu akan menggunakan waktu dan energi secara efektif, karena dirimu akan mendapatkan hasil yang lebih konkret.
Tag: #jangan #sampai #salah #perbedaan #orang #berpikir #kritis #overthinking #yang #perlu #diketahui