Tanpa Disadari, Orang yang Menjadikan Media Sosial sebagai Tempat untuk Mencari Validasi Biasanya Menampilkan 8 Perilaku Ini
ilustrasi seseorang yang menjadikan media sosial sebagai tempat mencari validasi/ Freepik
21:32
19 Oktober 2024

Tanpa Disadari, Orang yang Menjadikan Media Sosial sebagai Tempat untuk Mencari Validasi Biasanya Menampilkan 8 Perilaku Ini

Media sosial telah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari bagi banyak orang.

Platform seperti Instagram, Facebook, TikTok, dan Twitter memungkinkan penggunanya untuk terhubung, berbagi pengalaman, dan mengekspresikan diri.

Namun, bagi sebagian orang, media sosial tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga sumber utama untuk mendapatkan validasi diri.

Dalam konteks ini, validasi mengacu pada dorongan untuk mendapatkan pengakuan, pujian, dan persetujuan dari orang lain.

Ini bisa terjadi tanpa disadari dan memengaruhi cara seseorang berperilaku di dunia maya.

Dilansir dari Geediting pada Sabtu (19/10), terdapat delapan perilaku yang biasanya ditampilkan oleh orang yang secara tidak sadar mengandalkan media sosial untuk validasi:

1. Mengukur Harga Diri dari Jumlah "Likes" dan Komentar

Orang yang mencari validasi di media sosial cenderung sangat peduli pada jumlah "like", komentar, dan reaksi positif lain dari pengikut mereka.

Bagi mereka, angka-angka ini menjadi indikator langsung seberapa banyak mereka disukai atau diterima.

Misalnya, jika suatu postingan tidak mendapatkan banyak "like", mereka mungkin merasa kecewa, cemas, atau bahkan mempertanyakan diri mereka sendiri.

Ini bisa menjadi siklus berbahaya di mana kepuasan pribadi selalu tergantung pada tanggapan orang lain.

2. Selalu Mencari Postingan yang "Instagrammable"

Sering kali, orang yang mengandalkan media sosial untuk validasi terobsesi untuk memposting konten yang "sempurna" atau estetis.

Mereka terus-menerus mencari momen-momen yang layak untuk diunggah, seringkali lebih peduli tentang bagaimana hal itu terlihat di mata orang lain daripada menikmatinya secara langsung.

Foto-foto makan malam mewah, liburan eksotis, atau selfie dengan pencahayaan yang sempurna sering kali diposting bukan untuk berbagi pengalaman, tetapi untuk menunjukkan gaya hidup yang ideal dan mendapatkan pujian dari pengikut mereka.

3. Membandingkan Diri dengan Orang Lain di Media Sosial

Perilaku lain yang umum adalah kebiasaan membandingkan diri sendiri dengan orang lain di media sosial.

Orang-orang yang merasa butuh validasi dari media sosial mungkin sering merasa iri atau tidak puas dengan diri mereka setelah melihat postingan orang lain yang tampak lebih sukses, cantik, atau bahagia.

Mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lihat di media sosial sering kali hanya bagian yang paling dipoles dan dikuratori dari kehidupan seseorang.

Akibatnya, mereka merasa harus terus berusaha keras untuk mengungguli atau setidaknya menyamai pencapaian yang mereka lihat di platform tersebut.

4. Posting Berlebihan Tentang Kehidupan Pribadi

Orang yang mencari validasi sering kali merasa perlu untuk membagikan setiap aspek kehidupan mereka secara online, dari pencapaian besar hingga detail sehari-hari.

Meskipun tidak ada yang salah dengan berbagi secara terbuka, bagi sebagian orang, ini bisa menjadi upaya untuk mendapatkan perhatian dan pujian.

Mereka mungkin tanpa sadar berharap bahwa postingan tersebut akan menghasilkan komentar seperti "kamu luar biasa" atau "kamu sangat berbakat," yang bisa meningkatkan rasa percaya diri mereka.

Perilaku ini kadang kala muncul dari kebutuhan untuk merasa dilihat dan diakui oleh orang lain.

5. Takut Melewatkan Tren atau Isu Viral

Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) atau ketakutan untuk melewatkan sesuatu yang penting sering kali dialami oleh mereka yang mengandalkan media sosial untuk validasi.

Mereka merasa perlu untuk selalu terlibat dalam tren terbaru, ikut dalam tantangan viral, atau membicarakan isu-isu yang sedang ramai diperbincangkan.

Keterlibatan ini bukan hanya untuk merasa relevan, tetapi juga untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain bahwa mereka "up to date" dan mengikuti perkembangan.

6. Menghapus Postingan yang Tidak Mendapatkan Respons yang Diinginkan

Seseorang yang sangat bergantung pada validasi di media sosial mungkin merasa malu atau kecewa ketika suatu postingan tidak mendapatkan interaksi yang cukup, baik itu "like", komentar, atau share.

Mereka mungkin merasa bahwa hal tersebut mencerminkan ketidakpopuleran atau ketidakberhasilan diri mereka, sehingga memilih untuk menghapus postingan tersebut.

Ini menunjukkan betapa pentingnya tanggapan dari audiens bagi mereka, hingga kegagalan untuk mendapatkan respons yang diharapkan dianggap sebagai kegagalan pribadi.

7. Menghabiskan Waktu Berlebihan Menyunting dan Mengedit Foto

Di era filter dan aplikasi pengeditan foto, orang yang mencari validasi sering kali menghabiskan waktu lama untuk memastikan bahwa setiap foto yang mereka unggah tampak sempurna.

Mereka mungkin menggunakan filter untuk menutupi kekurangan atau menyunting foto secara ekstensif untuk menciptakan citra yang ideal.

Obsesi terhadap penampilan fisik di media sosial ini bisa mengarah pada penciptaan standar kecantikan yang tidak realistis, baik untuk diri mereka sendiri maupun orang lain, yang akhirnya memperkuat ketergantungan pada validasi eksternal.

8. Kehilangan Identitas Pribadi dan Autentisitas

Salah satu dampak terbesar dari terlalu mengandalkan validasi media sosial adalah hilangnya autentisitas.

Orang yang berfokus pada penerimaan sosial online mungkin mulai menyesuaikan perilaku, gaya hidup, dan opini mereka untuk menyenangkan atau mengesankan orang lain.

Mereka mungkin memposting sesuatu yang sebenarnya tidak mencerminkan diri mereka yang sebenarnya, hanya karena hal tersebut diharapkan akan mendapatkan lebih banyak perhatian.

Seiring waktu, ini bisa menyebabkan hilangnya identitas pribadi, di mana seseorang menjadi lebih peduli pada bagaimana mereka dipersepsikan oleh orang lain daripada apa yang sebenarnya mereka inginkan atau rasakan.

Kesimpulan

Meskipun media sosial dapat menjadi alat yang kuat untuk membangun jaringan sosial dan berbagi momen-momen penting, mengandalkan media sosial sebagai sumber utama validasi dapat merugikan kesejahteraan mental dan emosional.

Perilaku-perilaku yang dijelaskan di atas mungkin tidak disadari, tetapi mereka sering kali mencerminkan kebutuhan yang lebih dalam untuk merasa diterima, diakui, dan dicintai.

Penting untuk mengenali tanda-tanda ini dan mengambil langkah untuk mengembangkan rasa percaya diri yang berasal dari dalam diri sendiri, bukan dari angka-angka atau komentar di dunia maya.

Dengan cara ini, kita dapat menggunakan media sosial sebagai alat untuk memperkaya kehidupan, bukan sebagai cermin utama dari nilai diri kita.

Editor: Hanny Suwindari

Tag:  #tanpa #disadari #orang #yang #menjadikan #media #sosial #sebagai #tempat #untuk #mencari #validasi #biasanya #menampilkan #perilaku

KOMENTAR