Berkaca dari Ledakan di SMAN 72, Ini Cara Mencegah Dampak Game Kekerasan pada Anak
- Kasus ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta di Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Jumat (7/11/2025), diduga melibatkan siswa sekolah tersebut yang menjadi korban bullying (perundungan).
Menurut laporan Kompas.com, Senin (10/11/2025), peristiwa tersebut menyebabkan 96 orang mengalami luka-luka, baik ringan maupun berat.
Setelah kejadian tersebut, Presiden Prabowo Subianto berencana meninjau ulang dan membatasi pengaruh game online yang dinilai dapat memicu perilaku kekerasan pada anak.
Menurut Psikolog Meity Arianty, M.Psi, paparan game atau konten digital yang mengandung unsur kekerasan bisa berdampak besar terhadap perilaku anak.
Oleh karena itu, pendampingan dari orangtua menjadi langkah penting agar anak tidak mudah meniru perilaku agresif dari media yang mereka konsumsi.
Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan orangtua untuk mencegah dampak buruk dari game dan konten kekerasan pada anak.
Cara mencegah dampak game kekerasan pada anak
1. Tetapkan batasan waktu bermain game
Dinas PPAPP Beri Pendampingan Individual bagi Warga SMAN 72 Pasca Ledakan
Meity menjelaskan, cara pertama untuk mencegah dampak negatif dari game adalah dengan membuat aturan waktu yang jelas.
“Orangtua dapat mencegah dampak negatif dari paparan game dengan cara menetapkan batasan waktu yang jelas untuk bermain game dan memastikan konten yang dikonsumsi anak sesuai dengan usia mereka,” jelas Meity kepada Kompas.com, Selasa (11/11/2025).
Dengan pengawasan waktu yang tepat, anak tidak akan tenggelam terlalu lama di dunia maya dan tetap memiliki waktu untuk aktivitas lain seperti belajar, berinteraksi, dan beristirahat.
2. Pilih game yang sesuai dengan usia anak
Orangtua sebaiknya aktif memantau jenis game yang dimainkan anak. Meity menekankan pentingnya memilih game yang mengandung nilai edukatif dan menghindari permainan yang berfokus pada kekerasan atau balas dendam.
“Orangtua juga sebaiknya memantau jenis game yang dimainkan dan memilih game yang mendidik atau mengandung nilai positif, serta menghindari game yang berfokus pada kekerasan,” ujarnya.
Game dengan nilai kerja sama, strategi, atau edukatif dapat melatih kemampuan berpikir anak tanpa menanamkan perilaku agresif.
3. Terlibat dalam aktivitas anak
Psikolog menekankan pentingnya peran orangtua dalam mencegah dampak game kekerasan dan konten kekerasan pada anak.
Selain memantau, keterlibatan orangtua secara langsung juga menjadi kunci penting.
Meity menyarankan agar orangtua bermain bersama anak atau berdiskusi mengenai pengalaman mereka dalam bermain game.
“Penting juga bagi orangtua untuk terlibat aktif dengan anak, seperti bermain bersama atau berdiskusi tentang pengalaman mereka dalam bermain game,” kata Meity.
Keterlibatan seperti ini membantu anak merasa dipahami dan membuat mereka lebih terbuka jika menemukan hal yang tidak nyaman dalam game.
4. Jelaskan perbedaan dunia nyata dan dunia maya
Meity juga menyoroti pentingnya memberi pemahaman tentang batas antara dunia maya dan dunia nyata.
“Hal ini tujuannya untuk membantu anak memahami perbedaan antara dunia maya dan dunia nyata, sehingga anak paham apa yang boleh dilakukan dan tidak,” ujarnya.
Ketika anak memahami bahwa kekerasan dalam game hanyalah simulasi, mereka tidak akan menganggap perilaku agresif sebagai hal yang wajar dilakukan di kehidupan nyata.
5. Edukasi anak tentang dampak kekerasan
Psikolog menekankan pentingnya peran orangtua dalam mencegah dampak game kekerasan dan konten kekerasan pada anak.
Menurut psikolog yang juga berpraktik di Lembaga M.eureka Psychology Consultant di Depok ini, orangtua juga perlu mengajarkan anak tentang dampak negatif dari kekerasan.
Dengan begitu, anak dapat menumbuhkan empati dan belajar menyelesaikan konflik tanpa melibatkan kekerasan.
“Mengajarkan anak tentang dampak negatif dari kekerasan dalam game dan memberikan contoh perilaku positif dalam menyelesaikan konflik,” jelas Meity.
“Ini juga dapat memperkuat kemampuan anak untuk mengelola perasaan dan bertindak dengan cara yang lebih sehat,” tambahnya.
Melalui edukasi yang tepat, anak tidak hanya paham batas moral, tapi juga belajar mengelola emosi dengan cara sehat.
6. Beri teladan dalam mengelola emosi
Anak meniru apa yang mereka lihat. Maka dari itu, keteladanan dari orangtua menjadi bentuk edukasi yang paling kuat.
Meity menegaskan, contoh perilaku positif dari orang dewasa dapat memperkuat kemampuan anak dalam mengelola perasaan.
Dengan menjadi panutan, orangtua dapat membantu anak membentuk kepribadian yang stabil dan tidak mudah terpengaruh oleh konten kekerasan.
Tag: #berkaca #dari #ledakan #sman #cara #mencegah #dampak #game #kekerasan #pada #anak