Aktivitas Kreatif untuk Melatih Empati Anak, Ini Kata Psikolog
Empati bisa tumbuh lewat kegiatan sederhana di rumah. Psikolog Anggita jelaskan cara melatihnya lewat aktivitas kreatif bersama anak. (FREEPIK)
17:10
29 Oktober 2025

Aktivitas Kreatif untuk Melatih Empati Anak, Ini Kata Psikolog

Empati bukan sekadar tahu bagaimana rasanya berada di posisi orang lain, tapi juga kemampuan untuk memahami dan menghargai perasaan mereka.

Menurut Psikolog Klinis Dewasa Anggita H. Panjaitan, M.Psi., empati perlu dilatih sejak dini, dan salah satu cara yang efektif adalah lewat aktivitas kreatif di rumah.

“Empati tidak tumbuh secara instan. Ia berkembang dari kebiasaan anak memahami emosi dirinya sendiri dan orang lain. Aktivitas kreatif bisa menjadi sarana alami untuk itu,” ujar Anggita kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.

Aktivitas kreatif melatih empati anak

Kreativitas dan empati saling berkaitan

Menurut Anggita, kegiatan seperti menggambar, menulis cerita, membuat video, atau bahkan saling berbagi reels antara anak dan orangtua, dapat menjadi jembatan untuk memahami perasaan orang lain.

“Ketika anak diajak membayangkan perasaan seseorang dalam situasi tertentu, misalnya lewat cerita, video, atau dialog, itu sebenarnya sudah proses belajar empati,” jelasnya.

Kegiatan sederhana seperti menulis surat untuk teman yang sedang sedih, menggambar ekspresi emosi, atau menonton film bersama lalu berdiskusi tentang tokohnya, membantu anak mengenali berbagai bentuk emosi dan reaksi manusia.

“Anak jadi belajar bahwa setiap orang punya pengalaman dan perasaan yang berbeda, dan itu tidak apa-apa. Dari situ empati tumbuh,” tambah Anggita.

Gunakan momen digital untuk berdiskusi

Di era digital, media sosial juga bisa menjadi ruang belajar empati bila digunakan dengan bijak.

Misalnya, ketika orangtua dan anak saling mengirim video pendek atau reels yang memuat pesan emosional atau cerita sosial.

Menurut Anggita, kirim-mengirim reels seperti ini bisa menjadi ruang refleksi bersama.

“Orangtua bisa bertanya, ‘Kalau kamu di posisi orang di video ini, kamu bakal gimana?’ atau ‘Apa yang kamu rasain lihat video ini?’ Pertanyaan terbuka seperti itu membantu anak belajar memahami emosi orang lain,” ujarnya.

Namun, Anggita mengingatkan agar orangtua tidak bersikap menggurui atau terlalu menilai apa yang anak tonton.

Yang penting adalah kehadiran dan keterbukaan dalam berdialog.

Empati dimulai dari kebiasaan kecil

Empati tidak hanya dibentuk lewat teori atau nasihat moral, tetapi lewat pengalaman sehari-hari.

Anggita memberi contoh, ketika anak diajak membantu tetangga yang sedang sakit, berbagi makanan, atau menenangkan teman yang sedih, anak belajar mempraktikkan empati dalam tindakan nyata.

“Anak perlu melihat bahwa empati itu bukan sesuatu yang rumit. Justru muncul dari hal kecil, seperti mendengarkan orang lain tanpa memotong pembicaraan, atau mencoba memahami alasan di balik tindakan seseorang,” jelasnya.

Orangtua dapat menumbuhkan hal ini lewat kebiasaan rutin di rumah.

Misalnya, mengajak anak berbicara tentang bagaimana perasaannya hari ini, atau menanyakan apa yang bisa mereka lakukan untuk membuat orang lain merasa lebih baik.

Psikolog klinis dewasa sebut reels bisa jadi sarana diskusi di rumah, sekaligus menumbuhkan empati anak secara alami.
freepik Psikolog klinis dewasa sebut reels bisa jadi sarana diskusi di rumah, sekaligus menumbuhkan empati anak secara alami.

Hadapi dunia digital dengan kesadaran reflektif

Anggita juga menyoroti pentingnya melatih anak untuk reflektif dalam berinteraksi di dunia maya.

Media sosial kerap membuat seseorang merasa anonim, sehingga lebih mudah mengeluarkan komentar tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain.

“Kalau anak terbiasa diajak berpikir, ‘Bagaimana perasaan orang yang menerima komentar itu?’, mereka akan lebih sadar sebelum bereaksi di media sosial,” katanya.

Refleksi seperti ini menumbuhkan empati sekaligus mencegah perilaku impulsif atau agresif di dunia maya.

Empati tumbuh dari hubungan yang hangat

Menurut Anggita, fondasi empati adalah hubungan yang hangat dan aman antara anak dan orangtua.

Anak yang merasa didengar dan diterima akan lebih mudah memahami orang lain.

“Kalau anak terbiasa didengarkan tanpa dihakimi, ia juga akan belajar mendengarkan orang lain dengan cara yang sama. Jadi, empati itu sebenarnya ditiru dari cara kita memperlakukan anak,” ujarnya.

Dengan kata lain, aktivitas kreatif seperti menggambar, menulis, atau berbagi reels hanyalah pintu masuk.

Kuncinya tetap pada pendampingan dan kehadiran emosional orangtua.

Tag:  #aktivitas #kreatif #untuk #melatih #empati #anak #kata #psikolog

KOMENTAR