Persepsi Kelas Menengah: 8 Hal Sepele yang Terasa Mewah Bagi Kalangan Pekerja Keras di Indonesia
Ilustrasi tangan memegang secangkir kopi dari kedai kopi, yang bagi sebagian orang terasa mewah padahal hanya rutinitas biasa. (Freepik)
06:48
23 Oktober 2025

Persepsi Kelas Menengah: 8 Hal Sepele yang Terasa Mewah Bagi Kalangan Pekerja Keras di Indonesia

Latar belakang ekonomi dan sosial tempat seseorang dibesarkan seringkali membentuk pandangan mereka tentang apa itu kemewahan dan apa itu kebutuhan dasar yang harus dimiliki setiap orang. 

Apa yang dianggap sebagai rutinitas biasa oleh sebagian besar masyarakat dengan kondisi ekonomi yang mapan, bisa terasa seperti suatu kemewahan besar bagi orang yang tumbuh di keluarga kelas pekerja.

Penulis Global English Editing membagikan wawasan menarik tentang delapan hal yang terasa mewah bagi kalangan pekerja, padahal dianggap sepele bagi orang lain.

Perbedaan pandangan ini bukanlah tentang masalah finansial yang sedang dihadapi, tetapi lebih tentang apa yang dianggap "mewah" ketika otak seseorang mulai belajar memahami arti uang saat masih kecil.

1. Makan di Restoran Chain Tanpa Alasan Khusus

Restoran chain dengan menu terpisah yang berjejer dan refill roti tak terbatas seperti Olive Garden seringkali terasa sangat mewah. Tempat-tempat ini biasanya hanya didatangi saat ada momen perayaan penting, seperti ulang tahun atau pesta akhir musim setelah kompetisi. Bagi yang tumbuh besar di lingkungan kelas pekerja, masih ada sedikit rasa penasaran ketika seseorang tiba-tiba mengajak makan di tempat semacam itu: "Acara apa ini?"

2. Membeli Bunga Segar untuk Dekorasi Rumah

Membeli bunga segar di toko kelontong setiap minggu tanpa alasan khusus terasa seperti suatu pemborosan yang tidak penting. Bunga biasanya hanya dibeli untuk acara tertentu seperti Hari Ibu, acara pemakaman, atau saat seseorang benar-benar melakukan kesalahan besar. Menghabiskan uang untuk hal yang akan layu dalam seminggu tampaknya tidak masuk akal, padahal bagi sebagian orang, bunga segar hanyalah bagian dari membuat rumah terasa nyaman dan indah.

3. Membeli Buku daripada Menggunakan Layanan Perpustakaan

Bagi yang dibesarkan di keluarga kelas pekerja, perpustakaan ada untuk tujuan ini mengapa harus membayar sesuatu yang bisa dipinjam secara gratis saja. Bahkan saat sudah dewasa dan mapan, pergi ke toko buku dan membeli banyak buku seringkali masih terasa seperti tindakan yang sangat memanjakan diri sendiri. Sementara itu, banyak orang yang membeli buku seperti mereka membeli bahan makanan tanpa berpikir dua kali sebab itu adalah kebutuhan yang harus dipenuhi.

4. Membeli Kopi dari Kedai Kopi Khusus

Ayah penulis selalu membuat kopi dengan panci percolator yang sama selama puluhan tahun di rumah, sehingga membayar mahal untuk secangkir kopi akan tampak aneh. Hingga kini, masih ada rasa bersalah setiap kali memesan kopi di kafe, sebab ada suara di kepala yang berbisik, "Anda bisa membuatnya di rumah dengan biaya lima ratus rupiah." Suara itu mengabaikan fakta bahwa bagi orang lain, Starbucks adalah tempat biasa untuk mendapatkan kopi setiap hari.

5. Membuang Sisa Makanan Begitu Saja

Ada orang yang membuang makanan yang masih layak dimakan, seperti setengah sandwich atau beberapa suap pasta, ke tempat sampah tanpa berpikir ulang. Di rumah kelas pekerja, sisa makanan adalah menu untuk waktu makan berikutnya yang akan dihabiskan sampai benar-benar tidak tersisa lagi di piring. Bagi mereka, membuang makanan terasa seperti dosa moral yang tidak hanya sekadar pemborosan biasa dalam rumah tangga.

6. Mengupah Orang untuk Tugas yang Bisa Dikerjakan Sendiri

Menemui orang yang membayar jasa potong rumput, cleaning service, atau memasang lampu Natal terasa seperti mereka sangat kaya dan pamer. Matematika kelas pekerja mengatakan bahwa jika Anda bisa melakukannya sendiri, Anda wajib melakukannya, sebab membayar orang lain hanya menunjukkan kemalasan. Namun, matematika kelas menengah meyakini bahwa waktu Anda juga berharga, dan itulah pola pikir yang masih sulit untuk dipelajari oleh sebagian orang.

7. Mengendarai Mobil yang Lebih Baru dari Sepuluh Tahun

Paman penulis mengendarai truk pickup yang sama selama 23 tahun karena selama truk itu masih berjalan, tidak perlu diganti dengan yang baru. Mobil baru hanya untuk orang yang memiliki banyak uang untuk dibakar, sementara sebagian orang membeli mobil bekas dan mengendarainya sampai rusak total. Baru-baru ini, penulis menyadari bahwa bagi sebagian orang, menukar mobil setiap beberapa tahun adalah rutinitas biasa, bukan indikator kaya raya yang pamer.

8. Berlibur yang Bukan Kunjungan ke Keluarga Besar

Liburan bagi yang dibesarkan di lingkungan pekerja keras berarti perjalanan jauh untuk mengunjungi sanak saudara di kampung atau mungkin berkemah jika ada perlengkapan yang bisa dipinjam. Terbang ke tempat yang jauh hanya untuk bersantai, menginap di hotel, dan makan di restoran adalah perilaku ala orang kaya di film-film yang disaksikan di televisi. Penulis masih menganggap perjalanan jauh sebagai sesuatu yang luar biasa, sehingga perlu banyak pembenaran dan merasa bersalah setiap kali merencanakan hal tersebut.

Intinya adalah kedelapan hal tersebut sejatinya bukanlah kemewahan, tetapi merupakan kebiasaan kelas menengah yang biasa saja. Hal-hal itu terasa istimewa hanya karena seseorang tidak dibesarkan di lingkungan yang menganggapnya normal. Persepsi-persepsi ini cenderung melekat, sehingga melakukan hal yang dulu dianggap mewah saat remaja masih menimbulkan perasaan "apakah ini boleh?"

Editor: Novia Tri Astuti

Tag:  #persepsi #kelas #menengah #sepele #yang #terasa #mewah #bagi #kalangan #pekerja #keras #indonesia

KOMENTAR