8 Kebiasaan Orang Tua yang Membesarkan Anak yang Kesepian dan Tidak Bahagia, Menurut Psikologi
8 Kebiasaan Orang Tua yang Membesarkan Anak yang Kesepian dan Tidak Bahagia./(freepik)
15:08
24 Februari 2025

8 Kebiasaan Orang Tua yang Membesarkan Anak yang Kesepian dan Tidak Bahagia, Menurut Psikologi

Tanpa disadari, kebiasaan pola asuh tertentu dapat membuat anak merasa terisolasi, disalahpahami, atau terputus dari dunia di sekitar mereka.

Psikologi memberi tahu kita bahwa cara orang tua berinteraksi dengan anak-anaknya membentuk kesejahteraan emosional mereka. 

Beberapa kebiasaan bahkan bisa menciptakan anak yang kesepian dan tidak bahagia, meskipun orang tua merasa sudah melakukan yang terbaik. Dilansir dari laman Blog Herald pada Minggu (23/2) berikut ini daftarnya!

1. Mengabaikan Emosi Anak

Emosi bisa menjadi kacau, terutama saat anak masih belajar cara mengekspresikan dan mengelolanya.

Namun, ketika orang tua meremehkan, menyepelekan, atau mengabaikan perasaan anak, hal itu mengirimkan pesan yang kuat: "Emosimu tidak penting."

Ketika anak merasa emosinya tidak diakui, mereka kesulitan memahami dan memprosesnya sendiri. Seiring waktu, hal ini dapat menyebabkan kesepian dan keterputusan emosional. Kalimat seperti "Kamu bereaksi berlebihan" atau "Itu bukan masalah besar" justru membuat anak semakin merasa tidak dipahami.

2. Terlalu Mengontrol

Anak-anak membutuhkan struktur, tetapi mereka juga butuh kebebasan untuk membuat pilihan dan mengeksplorasi minat mereka sendiri. Bila orang tua mengatur setiap detail kehidupan anak, hal itu dapat membuat mereka merasa tidak berdaya dan kehilangan kendali atas hidupnya sendiri.

Anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kontrol cenderung mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan dan merasa cemas setiap kali harus memilih sesuatu. Hal ini bisa membuat mereka menarik diri dari lingkungan sosial karena takut melakukan kesalahan.

3. Tidak Menunjukkan Kasih Sayang

Kasih sayang bukan hanya tentang mengatakan "Aku mencintaimu," tetapi juga tentang bagaimana Anda menunjukkannya dalam kehidupan sehari-hari. Anak yang tidak mendapatkan sentuhan hangat, pelukan, atau kata-kata penyemangat dari orang tuanya sering kali bertanya-tanya apakah mereka benar-benar dicintai.

Ketika anak tidak merasa dicintai dan dihargai, mereka bisa tumbuh menjadi individu yang sulit percaya pada hubungan emosional, bahkan cenderung merasa sendirian meskipun dikelilingi banyak orang.

4. Lebih Banyak Mengkritik daripada Memuji

Pernahkah Anda memberi tahu anak bahwa nilai 90% mereka bagus, tetapi kemudian langsung bertanya tentang 10% yang hilang? Atau mungkin Anda sering mengomentari kamar yang belum sepenuhnya rapi alih-alih menghargai usaha mereka?

Mungkin maksudnya baik agar anak lebih berkembang. Namun, menurut psikolog Carl Rogers, pelopor psikologi humanistik, "Paradoks yang aneh adalah ketika saya menerima diri saya apa adanya, maka saya dapat berubah." Anak-anak tidak tumbuh dari kritik terus-menerus. Mereka tumbuh ketika merasa aman, didukung, dan dihargai.

Ketika yang mereka dengar hanya kritik, mereka mulai meragukan diri sendiri, merasa tidak cukup baik, dan lama-kelamaan menarik diri dari interaksi sosial karena takut salah atau mengecewakan orang lain.

5. Memberi Mereka Semua yang Mereka Inginkan

Kedengarannya aneh, bukan? Bukankah memberi anak apa pun yang mereka inginkan seharusnya membuat mereka bahagia?

Justru sebaliknya. Psikolog Jean Piaget, yang dikenal karena karyanya tentang perkembangan anak, pernah berkata, "Setiap kali kita mengajarkan sesuatu kepada seorang anak, kita mencegahnya menciptakannya sendiri."

Anak yang selalu mendapatkan apa pun dengan mudah kehilangan kesempatan untuk belajar menghadapi kekecewaan, mengembangkan ketahanan, dan menemukan kebahagiaan dari usahanya sendiri.

Akibatnya, mereka bisa tumbuh menjadi individu yang merasa hampa dan kesepian karena tidak pernah mengalami kepuasan sejati dari kerja kerasnya.

6. Menghindari Percakapan yang Sulit

Psikolog Brené Brown, yang dikenal karena karyanya mengenai kerentanan dan koneksi, pernah berkata, "Jika tidak ada cinta dan rasa memiliki, akan selalu ada penderitaan."

Ketika orang tua menghindari pembicaraan yang sulit entah tentang perasaan, konflik keluarga, atau hal-hal kompleks lainnya anak-anak tidak berhenti memiliki pertanyaan atau perasaan. Mereka hanya berhenti menyampaikannya kepada Anda.

Mereka mulai menghadapi kesulitannya sendirian, merasa tidak punya siapa pun yang bisa dimintai bantuan.

Lama-kelamaan, ini bisa menciptakan anak yang kesepian dan tidak bahagia karena mereka merasa harus memikul segalanya sendiri.

7. Mengutamakan Pencapaian daripada Koneksi

Saat orang tua terlalu fokus pada kesuksesan akademis, olahraga, atau pencapaian sosial, anak-anak mulai merasa bahwa nilai mereka diukur dari prestasi, bukan dari siapa mereka sebagai pribadi.

Jujur saja, tekanan seperti ini bisa sangat mengisolasi. Anak-anak yang tumbuh dengan standar tinggi tanpa ruang untuk sekadar menjadi diri sendiri cenderung mengalami kecemasan tinggi, takut mengecewakan orang tua, dan pada akhirnya merasa sendirian dalam perjuangan mereka.

8. Tidak Memberikan Contoh Hubungan yang Sehat

Anak belajar dari perilaku orang tua. Jika mereka tumbuh dalam keluarga yang penuh konflik, kurang komunikasi, atau minim interaksi hangat, mereka bisa kesulitan memahami bagaimana membangun hubungan yang sehat dengan orang lain.

Ketika anak tidak melihat contoh koneksi yang baik dalam keluarganya, mereka cenderung tumbuh dengan perasaan terputus dari orang-orang di sekitarnya, merasa tidak dimengerti, dan akhirnya mengalami kesepian yang mendalam.

Setiap kebiasaan pola asuh yang disebutkan di atas bisa berdampak besar pada kesejahteraan emosional anak.

Parenting bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan fisik anak, tetapi juga tentang memastikan mereka merasa diterima, dipahami, dan terhubung dengan orang-orang di sekitar mereka.

Editor: Hanny Suwindari

Tag:  #kebiasaan #orang #yang #membesarkan #anak #yang #kesepian #tidak #bahagia #menurut #psikologi

KOMENTAR