



6 Ciri Kepribadian Orang Dewasa Ketika Anak-Anak Tumbuh dengan Menyaksikan Orang Tua Bertengkar Menurut Psikologi
- Keluarga yang tak ideal membuat rumah menjadi penuh pertengkaran. Faktanya, banyak anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang sering bertengkar.
Tanpa sadar, anak yang sering menyaksikan orang tuanya bertengkar membawa dampaknya hingga dewasa. Ini bukan soal menyalahkan masa lalu, tapi memahami pola yang terbentuk agar kita bisa lebih baik ke depannya.
Berikut adalah delapan kebiasaan umum yang sering dimiliki orang dewasa yang tumbuh dalam rumah tangga penuh pertengkaran, dikutip dari Blog Herald, Kamis (6/2)
Jika beberapa di antaranya terasa familiar, jangan khawatir, kesadaran adalah langkah awal untuk perubahan.
1. Selalu Siaga Menghadapi Konflik
Orang yang sering menyaksikan pertengkaran orang tuanya sejak kecil cenderung merasa perlu selalu waspada. Mereka mungkin mengira konflik bisa muncul kapan saja, bahkan dalam situasi yang sebenarnya aman.
Misalnya, mendengar seseorang berbicara dengan nada sedikit lebih tinggi bisa langsung memicu reaksi cemas.
Ini adalah respons alami yang terbentuk dari kebiasaan menghadapi pertengkaran di masa kecil.
Jika Anda mengalaminya, coba perhatikan situasi dengan lebih objektif. Tidak semua nada tinggi berarti pertengkaran akan terjadi.
2. Sering Meminta Maaf, Bahkan Saat Tidak Salah
Apakah Anda termasuk orang yang otomatis berkata "maaf" meskipun tidak melakukan kesalahan? Ini bisa jadi hasil dari keinginan untuk menjaga ketenangan dan menghindari konflik, yang sering dipelajari sejak kecil.
Meminta maaf memang penting, tapi jika dilakukan secara berlebihan, itu bisa membuatmu terlihat selalu bersalah dan kurang percaya diri.
Mulai sekarang, coba tanyakan pada diri sendiri, "Apakah aku benar-benar salah?" sebelum buru-buru meminta maaf.
3. Sulit Mempercayai Orang Lain
Tumbuh dalam lingkungan yang penuh konflik bisa membuat seseorang sulit mempercayai orang lain.
Jika orang yang seharusnya menjadi tempat berlindung justru sering bertengkar, kepercayaan bisa terasa seperti sesuatu yang rapuh.
Akibatnya, mereka mungkin merasa perlu selalu waspada atau takut dikhianati dalam hubungan.
Namun, membangun kepercayaan bisa dimulai dengan langkah kecil—cobalah beri kepercayaan secara bertahap dan lihat bagaimana orang lain meresponsnya.
4. Selalu Berusaha Jadi Penengah
Apakah kamu sering merasa perlu menenangkan situasi atau menjadi "penjaga perdamaian"? Banyak orang yang tumbuh dalam keluarga penuh konflik mengembangkan kebiasaan ini sejak kecil.
Mereka terbiasa menjadi perantara agar suasana tetap damai, bahkan jika itu berarti mengorbankan perasaan sendiri.
Meskipun menjadi penengah bisa menjadi kekuatan, penting juga untuk tidak selalu memikul tanggung jawab atas emosi orang lain.
5. Cenderung Menyembunyikan Perasaan
Orang yang tumbuh dalam lingkungan penuh pertengkaran sering belajar bahwa mengekspresikan emosi bisa memicu lebih banyak konflik. Akibatnya, mereka lebih memilih untuk menyimpan perasaan sendiri.
Padahal, menahan emosi dalam jangka panjang bisa berdampak buruk pada kesehatan mental. Salah satu cara untuk mulai membuka diri adalah dengan menulis jurnal atau berbicara dengan orang yang dipercaya. Ingat, Anda tak sendiri.
6. Takut Ditinggalkan
Ketika sering melihat pertengkaran di masa kecil—terutama jika disertai ancaman perpisahan—seseorang bisa tumbuh dengan ketakutan akan ditinggalkan.
Mereka mungkin merasa cemas jika ada ketidaksepakatan dalam hubungan, takut bahwa hal itu akan berujung pada perpisahan.
Jika Anda pernah mengalaminya, cobalah ingat bahwa tidak semua konflik berarti akhir dari hubungan. Komunikasi yang sehat bisa memperkuat hubungan, bukan menghancurkannya.
7. Sensitif Terhadap Kritik
Jika di rumah dulu kritik sering disampaikan dengan nada tinggi atau penuh emosi, seseorang bisa tumbuh menjadi sangat sensitif terhadap kritik.
Bahkan, kritik yang sebenarnya membangun bisa terasa seperti serangan pribadi. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan mencoba melihat kritik sebagai bentuk masukan, bukan ancaman.
8. Sulit Membedakan Konflik yang Sehat dan Tidak Sehat
Ketika tumbuh di lingkungan penuh pertengkaran, seseorang bisa memiliki pandangan bahwa semua konflik itu buruk. Akibatnya, mereka mungkin menghindari konfrontasi sama sekali atau justru bereaksi berlebihan terhadap perbedaan pendapat kecil.
Padahal, konflik yang sehat adalah bagian alami dari hubungan dan bisa menjadi kesempatan untuk tumbuh bersama.
Jadi, belajar membedakan mana konflik yang konstruktif dan mana yang merusak adalah langkah penting dalam membangun hubungan yang lebih baik.
Tag: #ciri #kepribadian #orang #dewasa #ketika #anak #anak #tumbuh #dengan #menyaksikan #orang #bertengkar #menurut #psikologi