Hamas Serukan 'Intifada Kemarahan' di Tepi Barat Lawan Amukan Pemukim Israel di Qalqilya
Serangan pemukim Israel ke warga Palestina dan propertinya di kota Al-Funduq dan Jinsafut dekat Qalqilya di wilayah utara Tepi Barat yang diduduki. 
11:40
21 Januari 2025

Hamas Serukan 'Intifada Kemarahan' di Tepi Barat Lawan Amukan Pemukim Israel di Qalqilya

Gerakan Perlawanan Hamas merespons serangan pemukim Israel yang sedang berlangsung dan meningkat terhadap warga Palestina dan properti mereka di Tepi Barat yang diduduki.

Serangan pemukim Israel ke warga Palestina ini terjadi di Qalqilya di wilayah utara Tepi Barat, Senin (20/1/2025) tak lama setelah proses pertukaran sandera dan tahanan tahap pertama terjadi antara Israel dan Hamas dalam kerangka gencatan senjata di Jalur Gaza.

Hamas mengatakan, serangan pemukim Israel ke warga Palestina sebagai aksi terorisme.

“Eskalasi terorisme pemukim di Tepi Barat memerlukan peningkatan perlawanan dalam segala bentuknya,” seru Hamas dalam pernyataannya dikutip dari Khaberni, Selasa (21/1/2025).

Pernyataan Hamas menambahkan, “Terorisme pemukim dengan mendukung pemerintah pendudukan Zionis yang ekstrem adalah bukti konklusif dari pendekatan teroris pendudukan Israel.”

Hamas lalu menyerukan kepada masyarakat Palestina di Tepi Barat untuk melancarkan “intifada kemarahan”, aksi perlawanan terhadap serangan-serangan pemukim.

“Meningkatnya terorisme pemukim menegaskan perlunya tindakan segera di semua gubernuran di Tepi Barat untuk melancarkan intifada kemarahan,” bunyi seruan Hamas.

Dia menekankan bahwa pembiaran Israel terhadap aksi-aksi kekerasan pemukim Israel tidak akan berhasil mendorong masyarakat Palestina untuk melepaskan hak-hak mereka.

"Justru akan mengarah pada ketabahan dan perlawanan yang lebih besar,” seru Hamas.

Situasi di Desa Jit, Kota Qalqilya, Tepi Barat saat seratus pemukim Yahudi Israel, 50 di antaranya bertopeng, menyerbu kota Palestina tersebut. Situasi di Desa Jit, Kota Qalqilya, Tepi Barat saat seratus pemukim Yahudi Israel, 50 di antaranya bertopeng, menyerbu kota Palestina tersebut. (khaberni)

21 Warga Palestina Terluka

Dilaporkan, 21 warga Palestina terluka - pada Senin malam - dalam serangan oleh pemukim Israel di kota Al-Funduq dan Jinsafut dekat Qalqilya di wilayah utara Tepi Barat yang diduduki.

Pemukim Israel juga menyerang beberapa daerah di Tepi Barat dan membakar rumah, toko, dan kendaraan warga Palestina.

Sumber-sumber media Israel juga melaporkan kalau dua pemukim Israel terluka justru oleh tembakan dari seorang polisi Israel yang secara keliru menembak mereka setelah mereka dan puluhan pemukim lainnya menyerbu kota hotel dan menyerang rumah-rumah dan properti warga Palestina.

Merujuk pada ketegangan ini, sumber-sumber melaporkan, pihak militer Israel menerapkan tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan memasang gerbang besi dan penghalang semen di pintu masuk ke sebagian besar kota di Tepi Barat.

Serangan pemukim Israel ke warga Palestina dan propertinya di Tepi Barat Serangan pemukim Israel ke warga Palestina dan propertinya di kota Al-Funduq dan Jinsafut dekat Qalqilya di wilayah utara Tepi Barat yang diduduki.

Marah Menolak Gencatan Senjata

Pemukim ilegal Israel, didampingi pasukan pendudukan Israel, menyerbu sejumlah kota Palestina di Tepi Barat Minggu malam (19/1/2025).

Pemukim ilegal Israel mengamuk untuk mengekspresikan kemarahan atas kesepakatan gencatan senjata Gaza.

Gencatan senjata Gaza secara luas dianggap sebagai kekalahan bagi entitas Israel.

Para pemukim Israel menargetkan kendaraan Palestina dan memblokir jalan-jalan utama di daerah termasuk Turmus Ayya, 'Atara, Ein Siniya, Ein Ayoub, Qalqilya, dan Jaba'.

Di Sinjil, kantor berita WAFA melaporkan bahwa dua rumah warga Palestina dan empat kendaraan dibakar pemukim Yahudi Israel

Rekaman media sosial memperlihatkan para pemukim melemparkan batu dan bom molotov selama serangan mereka ke arah warga Palestina.

Serangan itu terjadi beberapa jam sebelum Israel membebaskan kelompok pertama tahanan Palestina, yakni sebanyak 69 wanita dan 21 anak-anak.

Pembebasan itu dengan imbalan tiga tawanan Israel sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata antara Hamas dan Israel, mengutip Al Mayadeen.

Kesepakatan itu bertujuan untuk mengakhiri perang Israel yang telah berlangsung selama 15 bulan di Gaza.

Kelompok sayap kanan Israel mengecam gencatan senjata tersebut, menuntut agar serangan militer terhadap Gaza dilanjutkan. 

Menjelang kesepakatan tersebut, Menteri Keamanan Israel, Israel Katz, memerintahkan pembebasan semua 16 pemukim yang berada dalam tahanan administratif karena keterlibatan mereka dalam serangan terhadap warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki. 

Katz membenarkan keputusan tersebut, dengan mengatakan bahwa keputusan itu dimaksudkan untuk menyampaikan pesan yang jelas tentang penguatan dan dorongan pembangunan permukiman (ilegal) Israel.

Bereaksi terhadap kekerasan pada Minggu, kelompok Yesh Din mengecam kurangnya akuntabilitas atas agresi pemukim, dengan menyatakan, 

“Kekerasan pemukim terhadap warga Palestina yang tidak bersalah tanpa tanggapan," 

Hal itu mencerminkan pesan yang disampaikan oleh Katz dan rezim Tel Aviv “ketika mereka berusaha untuk 'memperkuat dan mendorong' pemukiman.”

Tanda-Tanda Perang Gaza Pindah ke Tepi Barat

Seperti dilaporkan sebelumnya, pasukan Israel dilaporkan melakukan sejumlah manuver militer di wilayah Palestina, termasuk di Hebron, Tepi Barat.

Manuver berupa blokade gerbang-gerbang Kota Palestina di Tepi Barat ini terjadi menjelang pelaksanaan gencatan senjata di Jalur Gaza yang berlangsung pada Minggu (19/1/2025) kemarin.

Militer Israel (IDF) mengklaim, langkah-langkah militer ini dilakukan di Jalur Gaza dan Tepi Barat sebagai antisipasi pembebasan tahanan Palestina yang merupakan bagian dari kesepakatan gencatan senjata tersebut.

Di Gaza, Israel mengonsentrasikan pasukannya di seluruh perbatasan Jalur Gaza dengan pemukiman Yahudi Israel.

Adapun di Tepi Barat, sumber-sumber Palestina mengatakan pasukan pendudukan Israel tiba-tiba menutup sebagian besar pintu masuk Hebron di selatan Tepi Barat dengan semen berbentuk kubus, Sabtu (18/1/2025).

Kendaraan militer Pasukan Pendudukan Israel (IDF) di Hebron, Tepi Barat. Kendaraan militer Pasukan Pendudukan Israel (IDF) di Hebron, Tepi Barat. Menjelang gencatan senjata di Jalur Gaza, pasukan Israel mengintensifkan pengamanan di semua wilayah Tepi Barat.

Kecemasan Israel di Tepi Barat

Manuver ini dikhawatirkan menjadi indikasi kalau Israel berniat memindahkan perang dari Jalur Gaza ke Tepi Barat dengan pola pengepungan dan blokade yang mirip-mirip.

Indikasi itu tergambar dari apa yang dilaporkan oleh Channel 13 Israel.

"Kepala Dewan Keamanan Nasional Israel mengatakan pada pertemuan dengan pihak pemerintah kalau kesepakatan pertukaran sandera dapat berdampak negatif terhadap situasi keamanan di Tepi Barat," kata laporan tersebut dikutip dari Khaberni, Sabtu.

Dia melanjutkan: Dewan mini mengambil keputusan yang bertujuan untuk mendukung keamanan di Tepi Barat, khususnya permukiman.

Sejalan dengan genosida di Jalur Gaza, tentara pendudukan Israel memperluas operasinya di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan para pemukim meningkatkan serangan mereka di sana, yang mengakibatkan 859 warga Palestina meninggal, sekitar 6.700 orang terluka, dan penangkapan 14.300 lainnya, menurut data resmi Palestina.

Israel juga dilaporkan berniat mengintensifkan kembali operasi militer di Tepi Barat untuk kembali menangkapi warga-warga Palestina.

Hal ini dilakukan sebagai 'kompensasi' atas pembebasan tahanan Palestina dalam kesepakatan pertukaran tahanan.

Dengan kata lain, Israel tak mau 'stok' tahanan Palestina di penjara mereka berkurang drastis sebagai dampak kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Untuk itu, IDF bahkan berniat mengambil kendali keamanan yang selama ini dimiliki oleh Otoritas Palestina (PA).

Seorang perwira Otoritas Palestina memegang senjatanya saat pasukan keamanan melancarkan serangan di kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat yang diduduki, 16 Desember 2024. Seorang perwira Otoritas Palestina memegang senjatanya saat pasukan keamanan melancarkan serangan di kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat yang diduduki, 16 Desember 2024. (tangkap layar aljazeera/Majdi Mohammed/AP)

Legalitas PA Memudar 

Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth juga melaporkan kalau pihak-pihak keamanan pendudukan Israel khawatir kalau kesepakatan pertukaran sandera dan tahanan dengan Hamas akan memperburuk situasi di Tepi Barat.

Seperti diketahui, kesepatakan gencatan senjata di Jalur Gaza berisi sejumlah poin yang satu di antaranya adalah pembebasan banyak tahanan Palestina yang ada di penjara Israel.


Sumber-sumber tersebut mengindikasikan bahwa masalah terbesar terletak pada penguatan posisi Hamas dengan mengorbankan Otoritas Palestina.

"Meski mendapat serangan, Hamas menunjukkan ketabahan yang besar," tulis ulasan Khaberni, mengutip laporan tersebut, Jumat (17/1/2025).

Di Tepi Barat, entitas Palestina yang menjadi pihak otoritas pemerintahan adalah Otoritas Palestina (PA).

Namun, legitimasi PA memudar seiring aksi repsresif mereka yang kian menjadi ke warga Palestina di Tepi Barat.

Di sisi lain, Hamas, justru kian mendapat tempat karena pada kenyataannya jalan perjuangan mereka dianggap mampu menekan Israel, termasuk bisa membebaskan ribuan warga Palestina yang ditahan di penjara Israel.

Meski belakangan dilaporkan terjadi 'Gencatan Senjata' antara PA dan milisi perlawanan Palestina di Tepi Barat, khususnya di Jenin, konstalasi ini yang membuat Israel gerah dan mengancam PA akan mengambil alih kendali keamanan di Tepi Barat.

Militer Israel (IDF) bahkan sudah melakukan pengeboman di Jenin, Tepi Barat, untuk pertama kalinya sejak PA mendapat kewenangan hukum sebagai pengendali Tepi Barat.

Tentara Israel menyerbu kota Jenin di Tepi Barat dan mengerahkan alat berat untuk merusak infrastruktur jalan di kota ini dengan cara menggali jalan di kota tersebut, 5 Juli 2024. Tentara Israel menyerbu kota Jenin di Tepi Barat dan mengerahkan alat berat untuk merusak infrastruktur jalan di kota ini dengan cara menggali jalan di kota tersebut, 5 Juli 2024. (Nedal Eshtayah/Anadolu Agency)

Berniat Ubah Tepi Barat Menjadi Gaza

Editorial media Israel berbahasa ibrani, Haaretz, Rabu (8/1/2025) lalu mengulas niat rezim Israel saat ini untuk mengubah wilayah Tepi Barat, Palestina, yang mereka duduki, menjadi puing-puing seperti Jalur Gaza.

Niat itu satu di antaranya dilontarkan langsung Menteri Keuangan Israel sayap kanan Bezalel Smotrich.

Smotrich pada Senin kemarin mengatakan kalau Tepi Barat yang diduduki "harus terlihat seperti Jabalia di Gaza,".

Ancaman Smotrich itu mengacu pada kerusakan luas yang disebabkan Israel di daerah kantong yang terkepung yang diserang oleh tentara Israel yang didukung Amerika Serikat selama 15 bulan.

Komentar yang menghasut itu muncul setelah tiga pemukim Israel tewas dan delapan lainnya terluka dalam operasi penembakan di dekat pemukiman ilegal Kedumim di Tepi Barat.

Setidaknya dua warga Palestina menembaki mobil dan bus di luar pemukiman sebelum melarikan diri dari tempat kejadian, menurut laporan.

Smotrich, yang terkenal karena komentar genosida terhadap warga Palestina, mengatakan, "Funduq, Nablus, dan Jenin pasti terlihat seperti Jabalia," mengacu pada wilayah Gaza utara.

Pemandangan umum menunjukkan bangunan yang hancur di Gaza Utara, di tengah konflik yang sedang berlangsung di Gaza antara Israel dan Hamas, dekat perbatasan Israel-Gaza, 11 November 2024. Pemandangan umum menunjukkan bangunan yang hancur di Gaza Utara, di tengah konflik yang sedang berlangsung di Gaza antara Israel dan Hamas, dekat perbatasan Israel-Gaza, 11 November 2024. (tangkap layar/REUTERS/Amir Cohen)

Jabalia mengalami kerusakan besar-besaran selama genosida dengan Israel menganggap semua yang ada di wilayah itu sebagai target, termasuk rumah sakit.

Sejak dimulainya serangan Israel di Gaza pada Oktober 2023, lebih dari 45.800 warga Palestina telah tewas, sekitar 11.000 orang hilang dan diyakini tertimbun reruntuhan.

Di Tepi Barat, serangan Israel menewaskan 835 warga Palestina dan melukai 6.450 lainnya.

Tahun lalu, Mahkamah Internasional (ICJ), dalam putusannya yang bersejarah, menyatakan bahwa pendudukan Israel atas Jalur Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, adalah melanggar hukum, beserta dengan rezim permukiman, aneksasi, dan penggunaan sumber daya alam yang terkait.

Mahkamah tersebut menambahkan bahwa undang-undang dan tindakan Israel melanggar larangan internasional tentang segregasi rasial dan apartheid.

Resolusi ini juga mengamanatkan Israel untuk mengakhiri pendudukannya, membongkar permukimannya, memberikan ganti rugi penuh kepada korban Palestina, dan memfasilitasi pemulangan masyarakat terlantar.

Para ahli PBB telah menyerukan  embargo senjata , diakhirinya semua kegiatan komersial lainnya yang dapat merugikan Palestina, dan sanksi yang ditargetkan, termasuk pembekuan aset, terhadap individu dan entitas Israel yang terlibat dalam pendudukan ilegal, segregasi rasial, dan kebijakan apartheid.

Seorang orang tua warga Palestina memegang bendera Palestina saat berjalan di jalanan Jenin, Tepi Barat yang hancur karena agresi militer Israel di kota tersebut selama 10 hari berturut-turut. Seorang orang tua warga Palestina memegang bendera Palestina saat berjalan di jalanan Jenin, Tepi Barat yang hancur karena agresi militer Israel di kota tersebut selama 10 hari berturut-turut. (rntv/tangkap layar)

Netanyahu Setujui Operasi Ofensif dan Defensif Baru di Tepi Barat

Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa ia menyetujui serangkaian operasi militer tambahan di Tepi Barat.

Menurut kantor Netanyahu, operasi ini mencakup “tindakan ofensif dan defensif tambahan” di Tepi Barat, serta menangkap para pelaku operasi terhadap Israel dan membawa mereka ke pengadilan.

Keputusan tersebut menyusul pertemuan Netanyahu pada 6 Januari dengan Menteri Pertahanan Israel Katz dan Kepala Staf Herzi Halevi.

Otoritas Palestina (PA) tengah melancarkan operasi besar-besaran terhadap pejuang perlawanan di kamp pengungsi Jenin atas nama Israel

Sebelumnya hari ini, Netanyahu berjanji akan melenyapkan mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan tiga pemukim Yahudi di Tepi Barat pada Senin pagi.

"Kami akan menemui para pembunuh, menyelesaikan masalah dengan mereka dan dengan mereka yang membantu mereka, dan tidak seorang pun akan lolos dari kami," kata Netanyahu.

Israel meningkatkan ukuran dan jumlah operasi militernya terhadap kelompok perlawanan Palestina di Tepi Barat yang diduduki setelah Operasi Banjir Al-Aqsa Hamas pada 7 Oktober 2023.

Perang Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 45.000 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak.

Otoritas Palestina (PA) saat ini sedang melakukan serangan besar-besaran terhadap kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat.

The Guardian mencatat bahwa ini adalah “operasi terbesar yang dilakukan oleh badan pemerintahan yang didukung Barat tersebut dalam 30 tahun sejak dibentuk.”

Setelah kunjungan baru-baru ini ke Jenin, The Guardian mengamati bahwa “Israel berharap dapat mendelegasikan pemberantasan aktivitas militan kepada otoritas yang berpusat di Ramallah, dan PA berusaha membuktikan bahwa mereka akan mampu menangani pemerintahan di Jalur Gaza ketika perang di sana berakhir.”

Namun, penduduk kamp marah terhadap pasukan keamanan PA karena kolaborasi mereka dengan Israel melawan pejuang perlawanan lokal.

"Sebagian besar pemuda ini merupakan bagian dari milisi ad hoc kecil yang hanya berafiliasi secara longgar dengan faksi tradisional Palestina, seperti  Fatah dan saingannya Hamas," tambah surat kabar Inggris tersebut.

Mariam, seorang warga kamp berusia 23 tahun, menyatakan, “Ini pada dasarnya adalah perang saudara, warga Palestina membunuh warga Palestina.”

Warga semakin marah setelah seorang penembak jitu dari pasukan keamanan PA menembak dan membunuh mahasiswa jurnalisme berusia 22 tahun Shatha al-Sabbagh pada hari Sabtu.

Di tengah kekerasan di Jenin, pemukim Yahudi Israel berharap bahwa Presiden AS terpilih Donald Trump akan mengizinkan mereka untuk secara resmi mencaplok Tepi Barat yang diduduki.

New York Times (NYT) melaporkan pada hari Senin bahwa “Beberapa pilihan staf Presiden terpilih Donald J. Trump telah meningkatkan harapan di antara para pemukim bahwa [aneksasi] dapat terjadi.”

Anggota staf Trump, termasuk Menteri Pertahanan baru Pete Hegseth dan Duta Besar AS untuk Israel Mike Huckabee, telah mengunjungi permukiman Tepi Barat dan menyatakan dukungan kuat mereka terhadap permukiman tersebut dan Israel.

“Tim Trump ada di sini, mereka melihat kenyataan, dan bagi saya, itu melegakan,” kata Israel Ganz, kepala dewan yang mengatur pemukiman Shiloh.

Baru-baru ini, Mahkamah Internasional (ICJ) menegaskan kembali bahwa semua pemukiman Yahudi Israel di Tepi Barat adalah ilegal menurut hukum internasional dan harus dibongkar.

Pasukan Israel menduduki Tepi Barat pada tahun 1967 dan telah membangun pemukiman ilegal bagi warga Yahudi Israel di tanah Palestina yang dicuri sejak saat itu.

 

(oln/khbrn/rntv*)


 

Tag:  #hamas #serukan #intifada #kemarahan #tepi #barat #lawan #amukan #pemukim #israel #qalqilya

KOMENTAR