Kepala Keamanan Presiden Korsel Mundur dari Jabatannya Buntut Kasus Yoon Suk Yeol
Kepala Dinas Keamanan Presiden (PSS) Korea Selatan, Park Chong-jun saat hadir di kepolisian Seoul pada Jumat (10/1/2025) untuk diinterogasi terkait tuduhan bahwa ia menghalangi upaya penyidik ​​untuk menahan Presiden Yoon Suk Yeol. 
17:10
10 Januari 2025

Kepala Keamanan Presiden Korsel Mundur dari Jabatannya Buntut Kasus Yoon Suk Yeol

Kepala Dinas Keamanan Presiden (PSS) Korea Selatan, Park Chong-jun resmi mengundurkan diri dari jabatannya pada Jumat (10/1/2025).

Surat pengunduran diri Park Chong-jun telah diterima oleh Penjabat (Pj) Presiden Korsel, Choi Sang-mok.

Mundurnya Park Chong-jun dari jabatannya terjadi di tengah meningkatnya konflik penangkapan Yoon Suk Yeol.

Park Chong-jun mundur sesaat sebelum diperiksa oleh pihak kepolisian Korsel terkait tuduhan perintangan penyidikan dalam kasus darurat militer Yoon Suk Yeol.

"Park telah mengajukan pengunduran dirinya, dan telah diterima," kata Kementerian Keuangan Korsel dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Yonhap.

Park Chong-jun dijadwalkan akan diperiksa pada Jumat pagi setelah tiga kali mangkir dari pemanggilan.

Ia menolak untuk memenuhi panggilan pertama pada tanggal 4 Januari, dengan alasan tugas keamanan mengharuskan kehadirannya.

Park juga menolak panggilan kedua, yang dikeluarkan pada tanggal 7 Januari.

PSS yang dipimpin Park Chong-jun sempat bersitegang dengan penyidik dari Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) saat akan menangkap Yoon Suk Yeol.

Dalam upaya CIO menangkap Yoon Suk Yeol, PSS melakukan upaya pengadangan dengan mengerahkan 200 pasukan di depan rumah Yoon pada Jumat, 3 Januari 2025 lalu.

PSS sempat mengancam akan mengambil tindakan hukum terhadap CIO atas tuduhan "masuk tanpa izin".

Upaya Kedua Penangkapan Yoon

Polisi pada hari Jumat mengadakan pertemuan dengan komandan lapangan menjelang upaya kedua untuk menahan Yoon Suk Yeol.

Kantor Investigasi Nasional (NOI) memerintahkan para pemimpin tim investigasi polisi Seoul, Provinsi Gyeonggi, dan yurisdiksi lain di wilayah ibu kota untuk berkumpul di kantor pusat NOI guna membahas perencanaan upaya penahanan kedua.

Dikutip dari The Korea Times, para penyidik diyakini tengah mempersiapkan diri untuk melaksanakan surat perintah penangkapan yang sudah dikeluarkan untuk Yoon.

Pada hari Kamis, NOI mengirimkan nota resmi kepada tim investigasi di seluruh wilayah ibu kota yang meminta mereka untuk bersiap memobilisasi sekitar 1.000 penyidik ​​untuk upaya kedua.

Batas waktu surat perintah kedua tidak diketahui, tetapi secara umum diyakini berlangsung selama tujuh hari.

Oh Dong-woon, kepala CIO, mengatakan pada hari Kamis bahwa pemblokiran pelaksanaan surat perintah tersebut melemahkan supremasi hukum.

"Siapa pun yang mencoba menghentikan pihak berwenang menahan Yoon bisa ditangkap," kata Oh Dong-woon.

Tim kuasa hukum Yoon mengecam surat perintah penahanan CIO pada hari Jumat, menyebutnya "ilegal" dan "tidak sah".

Dikatakan bahwa yurisdiksi CIO berada di Pengadilan Distrik Pusat Seoul, bukan Pengadilan Distrik Barat Seoul, yang menerbitkan kembali surat perintah tersebut.

"CIO dan polisi berupaya menghancurkan tatanan konstitusional dengan menggunakan kekuatan berskala besar yang disamarkan sebagai pelaksanaan surat perintah dan menahan presiden yang sedang menjabat secara ilegal," kata pengacara Yoon, Yoon Kap-keun.

"Pelaksanaan surat perintah CIO dengan memobilisasi kekuatan dengan tujuan melanggar Konstitusi merupakan tindakan pemberontakan," lanjutnya.

Sementara itu, kepala PSS Park Chong-jun, yang menolak masuk ke penyidik ​​pada 3 Januari, hadir di hadapan polisi untuk diinterogasi pada hari Jumat atas dugaan perintangan penyidikan.

Penyidik ​​dari badan antikorupsi negara dan petugas polisi meninggalkan lokasi kediaman resmi Presiden Yoon Suk Yeol yang dimakzulkan di Seoul pada Jumat (3/1/2025), setelah gagal melaksanakan surat perintah penangkapan Yoon atas kegagalannya dalam menerapkan darurat militer pada bulan Desember. Penyidik ​​dari badan antikorupsi negara dan petugas polisi meninggalkan lokasi kediaman resmi Presiden Yoon Suk Yeol yang dimakzulkan di Seoul pada Jumat (3/1/2025), setelah gagal melaksanakan surat perintah penangkapan Yoon atas kegagalannya dalam menerapkan darurat militer pada bulan Desember. (Yonhap)

Park, yang memenuhi panggilan ketiga polisi setelah menolak dua permintaan sebelumnya, menegaskan kembali pendiriannya bahwa setiap upaya untuk menahan Presiden yang sedang menjabat adalah salah.

"Tidak boleh ada bentrokan fisik dan pertumpahan darah dalam kondisi apa pun," kata Park kepada wartawan saat memasuki Markas Besar Investigasi Gabungan di Seoul.

Tim hukum Yoon mengatakan polisi memanggil Park untuk menetralisir keamanan presiden.

"Upaya untuk menetralisir keamanan presiden dapat menimbulkan kerugian serius bagi keamanan nasional."

"Polisi harus menghentikan penyalahgunaan kewenangan penyidikannya," ucap pengacara tersebut.

Pihak berwenang berupaya mengerahkan personel dan peralatan sebanyak mungkin, tetapi upaya mereka untuk melaksanakan surat perintah tersebut kemungkinan akan menghadapi perlawanan kuat dari PSS.

PSS menambah lebih banyak bus untuk memblokir jalan dari gerbang utama kediaman menuju kompleks presiden guna memperkuat pertahanannya setelah upaya pertama gagal.

Mereka juga memblokade kompleks tersebut dengan barikade dan kawat berduri sambil memperkuat gerbang besi di atas bukit menuju kediaman presiden dengan banyak rantai baja.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Editor: Nuryanti

Tag:  #kepala #keamanan #presiden #korsel #mundur #dari #jabatannya #buntut #kasus #yoon #yeol

KOMENTAR