Iran Kini Disebut Menang Perang Lawan Israel, Ini 4 Hal yang Untungkan Negeri Mullah
Darah Iran mendidih setelah serangan itu. Bahkan, Iran bersumpah akan membalas serangan Israel.
Adapun Israel kini tengah bersiap menghadapi potensi serangan dari negari para mullah itu.
Meskipun saat ini perang besar-besaran antara Israel dan Iran belum terjadi, dua analis politik mengatakan Iran “sedang memenangkan perang”.
Pakar politik Reuel Marc Gerecht dan Ray Takeyh dalam artikel yang terbit di laman Foundation for Defense Democracies (FDD) menyebutkan sejumlah hal yang menguntungkan Iran di tengah berlangsungnya konflik di Gaza.
Adapun Israel kini menghadapi musuh-musuhnya yang berada di Lebanon, Suriah, Gaza, dan Tepi Barat.
Dalam artikel itu disebutkan bahwa serangan agresif Israel di Gaza menambah kekhawatiran Iran dan Lebanon perihal perang berskala besar antara Israel dan Hizbullah serta kemungkinan Israel menyerang program nuklir Iran.
Berikut empat hal yang menguntungkan Iran menurut Reuel Marc Gerecht dan Ray Takeyh.
1. Israel Terjebak di Gaza
Israel tidak memiliki aliansi regional. Strategi negara itu ialah mengumpulkan kemenangan-kemenangan taktis.
Israel masih terus berharap bahwa Amerika Serikat (AS) nantinya akan ikut campur secara militer tehadap konflik Israel-Iran.
Dengan kata lain, Israel tidak mengembangkan strategi besar untuk melawan musuh utamanya, yakni Iran.
Adapun Iran telah membuat strategi besar untuk mendominasi kawasan Timur Tengah. Iran memiliki sejumlah proksi dan mengembangkan rudal serta senjata nuklir.
Sekarang Pasukan Pertahanan Israel (IDF) tengah memfokuskan perang di Gaza. Hal itu adalah keuntungan bagi Iran.
Perlawanan bersenjata Hamas bisa berlanjut hingga bertahun-tahun, terutama jika IDF aggal menghancurkan gudang senjata dan terowongan Hamas.
2. Hancurnya normalisasi Israel-Suni
Meski masih ada harapan dari sejumlah orang Israel dan AS, normalisasi hubungan Israel-Arab Saudi barangkali telah “mati”.
Abraham Accord atau perjanjian Accord yang dianggap oleh banyak orang di Israel dan AS sebagai syarat diterimanya Israel oleh kalangan Islam tampak tidak penting saat ini.
Penguasa negara-negara Arab selalu berhati-hati agar tidak menyimpang jauh dari opini populer mengenai isu sensitif. Adapun persoalan Israel selalu menjadi hal yang sensitif.
Bagi Uni Emirat Arab yang senang berdagang dengan Zionis dan Iran, keuntungan dari Israel sangat berarti.
Namun, bagi Arab Saudi yang sangat terikat oleh identitas Islam, keuntungan normalisasi hubungan dengan Israel kurang diketahui atau kurang jelas.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri), Presiden AS Donald Trump, dan Menteri Luar Negeri UEA Abdullah bin Zayed Al-Nahyan (kanan) tersenyum saat penandatanganan Perjanjian Abraham di Gedung Putih, Washington DC, Selasa (15/9/2020).3. Keteguhan Poros Perlawanan
Poros perlawanan yang dipimpin Iran terbukti sangat teguh.
Perang Israel-Lebanon tahun 2006 mungkin telah mengurangi kekuatan pemimpin Hizbullah bernama Hassna Nasrallah.
Namun, perang itu hanya menimbulkan kerusakan kecil pada Hizbullah.
Pembunuhan yang dilakukan oleh Israel terhadap para pejabat senior Iran juga hanya berdampak kecil.
Tewasnya Reza Zahedi barangkali hanya merusak strategi rezim ulama di kawasan itu.
Adapun saat ini Hizbullah memiliki lebih banyak rudal daripada pada tahun 2006. Rudal-rudal itu lebih mematikan.
Diperkirakan kelompok itu memiliki 150.000 rudal. Jumlah itu mungkin terlalu banyak untuk ditangani Israel.
Serangan Hizbullah dari Lebanon menghantam Kota Metula, Israel Utara, Jumat (5/4/2024). Hizbullah menggencarkan serangan mereka ke wilayah teritorial Israel seiring agresi tentara pendudukan ke Lebanon serta terus berlangsungnya bombardemen tanpa pandang bulu IDF di Jalur Gaza yang telah berlangsung selama enam bulan. (khaberni/HO)Jika perang berskala penuh, Hizbullah mungkin sudah bisa mengepung ibu kota Israel sebelum Israel bisa menghancurkan lokasi peluncuran.
Sementara itu, di Suriah terdapat rudal jarak jauh. Militer Israel bisa kewalahan.
Dengan kata lain, senjata konvensional milik Iran dan proksinya mungkin sudah bisa menghalangi Israel yang memiliki senjata nuklir.
Iran juga sudah berjanji akan mengobarkan “perang abadi” jika AS nekat menyerang Iran. Hal itu berdampak pada AS sudah lelah dengan perang.
4. AS yang Kurang Agresif terhadap Iran
AS disebut ingin Iran menghentikan serangan yang dilakukan proksinya terhadap pasukan AS.
Presiden AS Joe Biden dan Menteri Pertahanan AS tidak memperlihatkan sinyal tentang keinginan yang menakutkan ketika AS menyerang proksi-proksi Iran.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pernah meminta Iran untuk memerintahkan kelompok Houthi agar menghentikan serangan kapal-kapal terafiliasi Israel di Laut Merah.
Selain itu, AS ingin menghentikan kemajuan program nuklir Iran.
Menurut Badan Energi Atom Nasional, Iran sudah memiliki uranium yang diperkaya hingga tingkat kemurniannya 60 persen untuk tiga senjata nuklir.
Uranium itu bisa diperkaya hingga 90 persen sehingga ideal untuk bom.
Adapun menurut Institut Sains dan Keamanan Internasional, Iran bisa memproduksi uranium bomb-grade untuk satu senjata selama 7 hari.
Biden disebut tidak akan berani melawan Iran seperti yang dilakukan George W. Bush terhadap Korea Utara yang memiliki senjata nuklir.
Baru-baru ini Biden mengeluarkan $10 miliar dari dana cadangan untuk pembayaran listrik Irak kepada Iran.
Selain itu, ada pembicaraan tidak langsung antara AS dan pejabat Iran di Oman.
Dua hal tersebut menandakan bahwa AS berusaha menenangkan Iran.
(Tribunnews/Febri)
Tag: #iran #kini #disebut #menang #perang #lawan #israel #yang #untungkan #negeri #mullah