Pilpres AS: Swing State Jadi Penentu Suara Harris vs Trump
– Hari ini (5/11) waktu Amerika Serikat, Gedung Putih sedang menentukan siapa penghuni barunya. Apakah sosok calon presiden Partai Demokrat Kamala Harris atau calon presiden Partai Republik Donald Trump yang akan menjadi meraih suara terbanyak dalam pemungutan suara.
Trump maupun Harris memiliki pendukung yang kuat. Pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat kali ini akan sangat ketat.
Wilayah swing state seperti Pennsylvania, Michigan, Wisconsin, Nevada, Georgia, Arizona, North Carolina, dan Nebraska menjadi penentu.
Menurut survei yang diunggah CBC News kemarin (4/11), Harris unggul di Michigan, Wisconsin, Georgia, Arizona, North Carolina, dan Nebraska. Selisihnya tipis, yakni 1 sampai 3 poin saja dengan Trump. Sementara di negara lain, mereka imbang.
Trump pun harus bekerja keras. Kemarin pagi dia mengadakan kampanye di North Carolina menurut Al Jazeera. Siangnya, dia menuju Pennsylvania. Dia mengakhiri kampanye di Michigan.
Sebelumnya, dia berada di Georgia. ’’Dengan suara Anda pada Selasa (hari ini), saya akan mengakhiri inflasi, saya akan menghentikan invasi penjahat yang masuk ke negara kita,’’ kata Trump saat kampanye di Georgia.
Sementara itu, Harris menghabiskan hari terakhir kampanye di Pennsylvania. Beberapa selebriti hadir memberikan dukungan, yakni Lady Gaga, Ricky Martin, hingga Oprah Winfrey. Mereka menyelenggarakan acara bertajuk Get Out The Vote di Philadelphia semalam.
Sepertinya bukan hanya Trump, Harris, dan pendukung mereka yang stres dengan pemilu ini. Warga Amerika pun merasa adanya tekanan menjelang pemungutan suara. Dilansir dari AFP, belasan orang melakukan yoga di sebuah studio di Virginia. Salah satunya, Cheryl Stevens yang merasakan tekanan berat. ’’Rasanya di luar kendali saya,’’ ucapnya.
Studio yoga pun membuat sesi khusus untuk pemilu. Mereka melakukan meditasi dan gerakan yoga agar mengurangi beban sakit kepala karena pemilu. Steven yang merupakan pendukung Harris merasa khawatir jika capres yang didukungnya kalah. ’’Bagaimana jika kita harus melakukan ini lagi (dipimpin Trump)?’’ katanya. Dia sampai insomnia dan hanya tidur empat jam setiap malam karena memikirkan hal itu.
Donald Trump. (AFP)
Selain studio yoga, ada berbagai iklan daring yang bermunculan. Mereka menawarkan cara menekan stres akibat pemilu. Seorang psikolog klinis Susan Albers menyebut tingkat adaptasi masing-masing orang berbeda. ’’Ada yang berpikir berlebihan terhadap skenario terburuk,’’ ujarnya.
Selain ada gangguan psikologis, banyak warga AS yang khawatir terhadap perekonomian. Meski di dalam kertas, ekonomi Negeri Paman Sam dalam kondisi baik, warganya merasa ekonomi sedang buruk. Seperti yang diceritakan Paul Spehar yang merupakan karyawan kantoran di Floria. Dia merasa tabungannya hanya berkurang sedikit dan asuransi mobilnya meningkat dalam tiga tahun terakhir. Dia harus berutang USD 2.000 untuk membayar operasinya.
Sentimen negatif soal ekonomi itu menjadi hambatan bagi Harris. Seperti dilansir dari The Guardian, 60 persen warga percaya resesi meningkat. Sebanyak 50 persen warga juga percaya pengangguran meningkat. Ekonom Harvard Stefani Stantcheva menyebutkan, inflasi merupakan ukuran penting. ’’Orang-orang sangat menderita akibat inflasi. Mungkin lebih dari yang ditunjukkan oleh data,’’ katanya.
Data inflasi tersebut memunculkan perasaan marah, takut, cemas, dan stres. Menurut dia, orang-orang berpikir bahwa upah tidak sejalan dengan harga sama sekali sehingga standar hidup mereka terkikis. ’’Inflasi memengaruhi kita sebagai konsumen, sebagai pekerja, sebagai pemegang aset, dan juga secara emosional,” kata Stantcheva.
Di media sosial, gejolak juga terjadi. BBC telah melihat ratusan tuduhan kecurangan pemilu di internet, jejaring sosial, papan pesan, dan grup obrolan. Beberapa unggahan itu telah dilihat jutaan kali. Postingan tersebut menyebarkan informasi mudah bagi nonwarga negara untuk memilih, membuat klaim palsu tentang mesin pemungutan suara, dan menabur ketidakpercayaan dalam proses penghitungan suara. Semuanya membuat sentimen negatif.
Unggahan itu tidak hanya datang dari buzzer atau akun bodong. Sejak mendukung Trump sebagai presiden pada Juli, Elon Musk telah memosting tentang pemilu AS ratusan kali. Postingannya menarik lebih dari empat miliar tampilan.
BBC Verify, yang bekerja sama dengan firma data Node XL, menganalisis semua unggahannya sejak saat menyatakan dukungan terhadap Trump. Imigran dan pemungutan suara muncul sebagai tema utama. Musk juga diduga terlibat terkait misinformasi daring tentang imigran gelap yang memberikan suara dalam pemilihan ini. Dia juga berkali-kali mengklaim bahwa Demokrat telah ’’mengimpor’’ imigran yang akan memilih mereka pada pemilihan mendatang. (lyn/c7/bay)
Tag: #pilpres #swing #state #jadi #penentu #suara #harris #trump