



Pengungsi Korea Utara Berbagi Cerita Tentang Penderitaan Para Pembelot
–Kim Su Jin, seorang perawat berusia 45 tahun yang menetap di Korea Selatan pada 2007, setelah membelot dari Korea Utara, mengenang masa-masa usia 20-an yang penuh dengan kesulitan dan depresi.
”Saat itu (usia 20-an) adalah perjuangan untuk bertahan hidup di tengah kelaparan, pengkhianatan, dan bahaya,” tutur Kim Su Jin.
”Bahkan sekarang, kenangan tentang usia 20-an masih membayangi saya hingga terkadang memicu perasaan depresi,” imbuh dia.
Kim Su Jin merupakan pemenang hadiah utama dari Kontes Pidato Bahasa Inggris ke-21, yang diselenggarakan Freedom Speakers International (FSI). Acara dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran, tentang realitas negara yang menindas, penderitaan warga Korea Utara, dan risiko melarikan diri.
Para pengungsi yang berpartisipasi, berbagi dalam bahasa Inggris tentang kisah-kisah kesulitan dan pelarian mereka. Tahun ini dengan tema Saya dari Korea Utara, delapan kontestan masing-masing diberi waktu sepuluh menit untuk berbicara tentang pengalaman mereka di Korea Utara.
Mulai dari jalan mereka menuju kebebasan, dan menyesuaikan diri dengan kehidupan di Korea Selatan. Dalam pidatonya yang bertema My 20s,' Kim, yang datang ke Korea Selatan setelah melakukan perjalanan yang sulit.
Selama satu tahun, Kim harus melewati Tiongkok, Vietnam, dan Kamboja, mengenang kembali bagaimana usia 20-an diisi oleh kesulitan dan bukannya dengan kegembiraan atau kebebasan. Dia mengenang kepedihan, saat mengalami kelaparan paling mematikan di Korea Utara pada 1990-an.
Dia memutuskan ketika berusia 23 tahun ingin meninggalkan negara itu, berharap anak-anaknya kelak tidak akan tumbuh dalam kondisi seperti itu. Namun, dia terjebak seorang broker, yang memperdagangkan dan menjualnya sebagai pengantin perempuan di Tiongkok.
Setahun kemudian, Kim beruntung mendapatkan kesempatan untuk melarikan diri. Dia berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, dengan bekerja lebih dari sepuluh jam sehari. Sampai Kim menemukan pekerjaan di pabrik jahit, dengan gaji yang cukup untuk bertahan hidup.
Kemudian, dia bertemu dengan seorang pembelot Korea Utara lain yang memperkenalkan pada seorang broker baru, untuk membantunya melarikan diri ke Korea Selatan.
”Saya berusia 26 tahun ketika perjalanan menuju kebebasan dimulai. Dimulai dengan sekelompok sepuluh pembelot,” terang Kim Su Jin.
”Kami berkumpul di Beijing dan melakukan perjalanan, dengan kereta api selama tiga hari ke Kunming,” sambung dia.
”Dalam bus menuju perbatasan Vietnam, semua orang kecuali saya dihentikan oleh polisi di pos pemeriksaan keamanan, dan dideportasi ke Korea Utara,” kata Kim Su Jin seperti yang dikutip dari Korea Times.
”Saya adalah satu-satunya orang yang terhindar dari penangkapan, berkat kemampuan dasar bahasa Mandarin dan kartu identitas yang saya temukan,” tutur dia.
Dari sana Kim Su Jin melakukan perjalanan seorang diri, melintasi perbatasan Tiongkok-Vietnam dan kemudian ke perbatasan Vietnam-Kamboja.
”Dengan membagikan kisah ini, saya berharap dapat menciptakan masa depan di mana tidak ada lagi orang yang harus mengalami apa yang saya alami,” kata Kim Su Jin.
”Saya berharap dapat meningkatkan kesadaran dan menginspirasi tindakan, bagi banyak pembelot Korea Utara yang masih terjebak dalam siklus penderitaan,” ucap dia.
Saat tinggal di Korea Selatan dan mengejar jalur profesional di bidangnya, dia menyadari bahwa bahasa Inggris adalah hambatan yang harus diatasi. Dia mencari FSI, sebuah organisasi yang didedikasikan untuk mengajar bahasa Inggris, sekitar satu setengah tahun yang lalu. Bertekad untuk meningkatkan kesadaran akan isu-isu hak asasi manusia Korea Utara, dia sekarang ingin belajar kesejahteraan sosial di sekolah pascasarjana.
”Pemerintah Tiongkok terus memulangkan para pembelot, mengabaikan hak-hak mereka sebagai pengungsi. Hal ini harus diubah. Komunitas internasional harus bersatu untuk melindungi para pembelot dan memastikan mereka, dapat hidup dengan aman dan bermartabat,” ujar Kim Su Jin.
Tag: #pengungsi #korea #utara #berbagi #cerita #tentang #penderitaan #para #pembelot