Arsitek 'Rencana Para Jenderal' IDF: Ada 3 Kesalahan yang Bikin Israel Gagal Total di Gaza
PRAJURIT ISRAEL - Seorang prajurit Israel tampak beristirahat. Dilaporkan, ratusan prajurit cadangan IDF yang bertugas di Gaza menolak berdinas hingga tercapainya kesepakatan pertukaran sandera di Jalur Gaza. 
00:20
15 Februari 2025

Arsitek 'Rencana Para Jenderal' IDF: Ada 3 Kesalahan yang Bikin Israel Gagal Total di Gaza

Mantan kepala Dewan Keamanan Nasional Israel, Jenderal (Purn), Giora Eiland, dilansir media Israel, Maariv, mengatakan kalau militer Israel (IDF) telah gagal total dalam perang Gaza.

Sebagai informasi, Eiland, adalah arsitek dari wacana operasi 'Rencana Para Jenderal' (The Generals Plan) yang bermaksud untuk mengusir warga Gaza Utara dan mengosongkan wilayah itu sepenuhnya untuk dijadikan buffer zone, zona penyangga keamanan dari teritorial pendudukan Israel.

Eiland dalam laporan tersebut menambahkan kalau kekalahan Israel dalam perang Gaza dapat diukur dengan mengetahui "pihak mana yang mencapai tujuannya dan pihak mana yang memaksakan kehendaknya pada pihak lain."

Dalam konteks ini, pensiunan jenderal IDF itu mencontohkan betapa Hamas mampu membuat pasukan IDF mundur dari Poros Netzarim.

"Berdasarkan kesepakatan Gaza, Israel membuka perbatasan Rafah dan menarik diri dari poros Netzarim, sementara ribuan warga Palestina kembali ke utara," tambahnya.

Mayor Jenderal Giora Eiland saat masih aktif di Militer Pendudukan Israel (IDF). ARSITEK PENGUSIRAN - Inisiator Rencana Para Jenderal, Mayor Jenderal Giora Eiland saat masih aktif di Militer Pendudukan Israel (IDF). Rencana ini dimaksudkan untuk mengosongan wilayah Gaza Utara dari penduduknya. (TNA/Tangkap Layar)

Seputar The Generals Plan

Nama 'Rencana Para Jenderal' tersebut pertama kali disebutkan di media Israel pada awal September 2024. 

Rencana tersebut merupakan rencana militer dua tahap, menurut apa yang diumumkan oleh Forum Perwira Cadangan dan Prajurit IDF.

Tahap pertama rencana tersebut menyerukan pemindahan penduduk yang tersisa di Jalur Gaza utara, yang akan dinyatakan sebagai zona militer selama tahap kedua.

"Dan eksperimen tersebut kemudian digeneralisasikan ke seluruh Jalur Gaza," tulis ulasan Khaberni dikutip Jumat (14/2/2025).

Rencana tersebut juga menyerukan untuk mengubah wilayah utara poros Netzarim menjadi zona militer tertutup dan memaksa sekitar 300.000 warga Palestina di Jalur Gaza utara mengungsi (pengusiran paksa) dalam waktu seminggu.

Rencana tersebut bertujuan untuk menghilangkan sepenuhnya keberadaan Hamas di Jalur Gaza utara dengan mengosongkan wilayah tersebut dari penduduknya, mengubahnya menjadi zona militer tertutup, dan mencegah masuknya bantuan.

KORIDOR NETZARIM - Foto yang diambil dari The Times of Israel tanggal 10 Februari 2025 memperlihatkan pemandangan koridor Netzarim di Jalur Gaza. Pasukan Israel mulai mundur dari Netzarim. KORIDOR NETZARIM - Foto yang diambil dari The Times of Israel tanggal 10 Februari 2025 memperlihatkan pemandangan koridor Netzarim di Jalur Gaza. Pasukan Israel mulai mundur dari Netzarim. (The Times of Israel/Emmanuel Fabian)

3 Kesalahan Israel

Sebelum perjanjian gencatan senjata Hamas-Israel terjadi dalam kerangka pertukaran sandera-tahanan, surat kabar Israel Yedioth Ahronoth pernah menerbitkan sebuah artikel oleh Eiland di mana ia mengkritik strategi militer Israel dalam perang di Gaza.

Dalam kritiknya, Eiland menunjukkan kalau tekanan militer saja tidak cukup untuk mencapai target perang Israel di Jalur Gaza.

Dia juga menjabarkan sejumlah kesalahan yang dilakukan Israel dalam konteks perangnya di Gaza selama agresi 15 bulan yang berujung kegagalan.

Dalam artikelnya yang berjudul “Kesimpulan Perang Gaza: Tekanan Militer Tidaklah Cukup,” pensiunan jenderal Israel itu menegaskan kalau salah satu kesalahan terbesar Israel adalah mengadopsi narasi Amerika Serikat (AS) yang menyamakan Gerakan Perlawanan Palestina Hamas dengan ISIS.

Menurut Eiland, Hamas bukan sekadar “organisasi perlawanan yang memaksakan kekuasaannya kepada rakyat Gaza,” tetapi lebih merupakan “Negara Gaza” yang mendeklarasikan perang terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.

Dalam konteks sebagai 'negara', Eiland menggarisbawahi kalau perang antarnegara biasanya melibatkan penerapan blokade ekonomi terhadap musuh.

Menurut pandangan ini, Israel tidak berkewajiban menyediakan semua kebutuhan pokok Gaza dalam perang ini, tetapi dapat saja memperketat pengepungan lebih jauh dan lebih ketat, klaimnya.

Kesalahan kedua yang ditunjukkan Eiland adalah kegagalan Israel untuk mengeksploitasi kelemahan "musuh".

Sebagaimana yang dikatakannya, "Perang bertujuan untuk memaksa pihak lain untuk bertindak melawan keinginannya," dan menurut pendapatnya ada 3 cara utama untuk mencapai tujuan ini:

  • Menerapkan sanksi ekonomi terhadap Hamas

Cara ini, berarti melakukan blokade ketat dan menyeluruh terhadap kebutuhan apapun warga Gaza.

Situasi ini, kata dia, akan menciptakan kemarahan dan kepahitan di kalangan penduduk, sehingga membuat mereka berbalik menentang Hamas.

Ini adalah inti dari Rencana Para Jenderal yang diusulkan dan dilaksanakan di Gaza utara. 

  • Mendukung Pemerintahan Alternatif di dalam Gaza

Israel, kata dia, belum melaksanakan cara ini selama perang Gaza.

Cara ini bertujuan untuk membuat kekuasaan tandingan bagi Hamas yang memiliki kendali kuat baik secara militer maupun secara sosial dan pemerintahan di Gaza.

  • Pengosongan Wilayah 

Ancaman kehilangan wilayah bagi warga Gaza (pengungsian paksa dengan kata lain), sebuah strategi yang belum dicoba Israel, klaimnya.

Perlu dicatat, The General Plans yang diusung Eiland merupakan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan dalam perang genosida Israel di Gaza.

Menurut sang jenderal, Israel telah memilih strategi tradisional yang hanya berfokus pada tekanan militer.

"Ini merupakan kesalahan besar karena tidak memperhitungkan kalau Hamas telah mempersiapkan diri selama 15 tahun untuk menghadapi tekanan jenis ini," katanya dalam analisis tersebut.

Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri cadangan melakukan patroli di wilayah Gaza Utara yang tampak rata tanah. Meski sudah beroperasi berbulan-bulan, IDF belum mampu membongkar kemampuan tempur Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas yang menjalankan taktik gerilya hit and run. Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri cadangan melakukan patroli di wilayah Gaza Utara yang tampak rata tanah. Meski sudah beroperasi berbulan-bulan, IDF belum mampu membongkar kemampuan tempur Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas yang menjalankan taktik gerilya hit and run. (khaberni/HO)

Israel Tanpa Visi Soal Gaza

Kesalahan ketiga Israel yang disebutkan Eiland adalah kegagalan Israel untuk mengembangkan rencana politik yang jelas untuk masa depan Gaza setelah perang.

Ia menunjukkan bahwa selama kunjungan Presiden AS Joe Biden ke Israel setelah serangan 7 Oktober, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ditanya tentang rencana Israel untuk fase perang berikutnya, dan jawaban Netanyahu tidak berisi konten atau rencana spesifik apa pun.

Alih-alih menjabarkan apa yang disebut sebagai 'The Day After' tersebut, Netanyahu malah berkata, "Ketika kita sampai pada hari berikutnya, kita (baru) akan berbicara tentang hari berikutnya."

Eiland memandang pernyataan Netanyahu sebagai 'penghinaan dan pengabaian' kebutuhan akan visi politik untuk mengelola fase pascaperang.

Dalam kata-katanya, akan lebih baik jika pemerintah Israel menjelaskan posisinya kalau Israel tidak memiliki kepentingan teritorial atau politik di Gaza, tetapi lebih pada kepentingan keamanan dalam demiliterisasi total wilayah tersebut. 

"Israel seharusnya siap membahas rencana apa pun dengan negara Arab atau Barat yang akan memberikan alternatif politik yang dapat memastikan perlucutan senjata permanen," kata dia.

Eiland mengakhiri artikelnya dengan menekankan bahwa Israel perlu mengevaluasi kembali strategi militer dan politiknya dalam perang di masa depan.

Tekanan militer saja tidak cukup untuk mencapai tujuan utama dalam konflik.

Sebaliknya, tekanan militer memerlukan pemikiran mendalam tentang cara-cara ekonomi dan politik yang dapat menyebabkan runtuhnya rezim yang bermusuhan dan mencapai tujuan keamanan dan politik dalam jangka panjang.

Menurut sang jenderal, kegagalan dalam mengadopsi strategi ini dapat menyebabkan hasil yang tidak pasti dan memperpanjang perang di Jalur Gaza tanpa mencapai kemenangan menyeluruh.

 

(oln/khbrn/*)

 
 

Tag:  #arsitek #rencana #para #jenderal #kesalahan #yang #bikin #israel #gagal #total #gaza

KOMENTAR