Benarkah Kehadiran China di Terusan Panama Ancaman Nyata bagi AS?
Presiden AS, Donald Trump, kesal dengan kehadiran sejumlah perusahaan China di Terusan Panama. Perusahaan-perusahaan itu, yang mengerjakan proyek infrastruktur dan mengelola pelabuhan, dilihat Trump dan para sekutunya di Partai Republik sebagai ancaman serius bagi keamanan AS.
Maka, begitu dilantik kembali sebagai presiden AS pada 20 Januari lalu, Trump langsung meningkatkan retorika dan menyebarkan pernyataan, yang sayangnya tidak akurat, terkait terusan tersebut. Dalam pidato pelantikannya, Trump menyebut "Panama" enam kali, lebih banyak dibandingkan negara-negara lainnya.
Trump menggambarkan skenario yang mencemaskan terkait terusan itu. Menurut Trump, Terusan Panama secara diam-diam telah jatuh ke dalam kendali militer China. Karena itu, AS perlu merebutnya kembali.
“Janji Panama kepada kita telah dilanggar,” kata Trump dalam pidato pelantikannya. “Yang harus menjadi perhatian, China mengoperasikan Terusan Panama dan kita tidak memberikannya kepada China, kita memberikannya kepada Panama dan kita akan mengambilnya kembali!”
Di platform media sosialnya, Truth Social, Trump juga mengklaim – tanpa disertai bukti – bahwa tentara China telah dikerahkan ke terusan itu dan bahwa “Panama, dengan sangat cepat menurunkan 64 persen dari tanda-tanda yang ditulis dalam bahasa Mandarin. Tanda-tanda itu tersebar di seluruh Zona.”
Namun “Zona” itu – sebuah bekas daerah kantong AS yang berbatasan dengan kanal – sudah tidak ada lagi sejak tahun 1979.
Hari Minggu (2/2/2025), Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, memperingatkan secara langsung Presiden Panama, Jose Raul Mulino, bahwa Washington akan “mengambil tindakan yang diperlukan” jika Panama tidak segera mengambil langkah-langkah untuk mengakhiri apa yang Donald Trump sebut sebagai pengaruh dan kendali China atas Terusan Panama.
Rubio dan Mulino bertemu di Panama City. Rubio menyampaikan pesan Trump bahwa kehadiran China merupakan ancaman terhadap terusan itu dan pelanggaran perjanjian AS-Panama.
“Menteri Rubio menjelaskan, status quo ini tidak dapat diterima dan jika tidak ada perubahan segera, AS harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi hak-haknya berdasarkan Perjanjian (Netralitas) itu,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, dalam sebuah pernyataan terkait pertemuan Rubio dan Mulina itu.
Setelah bertemu Rubio, Mulina mengisyaratkan akan meninjau kembali perjanjian yang melibatkan China dan perusahaan-perusahaan China, dan mengumumkan kerja sama lebih lanjut dengan AS dalam bidang migrasi. Namun dia juga menegaskan kembali bahwa kedaulatan negaranya atas jalur air tersibuk kedua di dunia itu bukanlah sesuatu yang bisa diperdebatkan.
Perjanjian Netralitas
Terusan sepanjang 82 km tersebut memang dibangun AS. Pembangunnnya selesai tahun 1914, dan dikembalikan ke Panama tahun 1999.
Sejak tahun 2000, Terusan Panama dioperasikan Panama Canal Authority, yang administrator, wakil administrator, dan 11 anggota dewannya dipilih pemerintah Panama tetapi Canal Authority itu beroperasi independen.
Mayoritas karyawan terusan itu warga Panama dan Panama yang menentukan perusahaan mana yang mendapatkan kontrak untuk menjalankan pelabuhan di dekat terusan. Kapal-kapal yang melewati terusan harus dikemudikan oleh kapten lokal yang bekerja untuk Otoritas Terusan.
Sejumlah anggota parlemen dan pejabat AS merujuk pada perjanjian yang sudah berusia hampir setengah abad antara AS dan Panama untuk membenarkan ancaman pemerintahan Presiden Trump merebut kembali Terusan Panama.
Namun, ada juga yang mengatakan penggunaan Panama Canal Neutrality Treaty (Perjanjian Netralitas Terusan Panama) tahun 1977 sebagai alasan untuk merebutnya kembali akan menghadapi berbagai kendala. Perjanjian netralitas itu mulai berlaku efektif tahun 1999 untuk memastikan terusan akan tetap netral dan terbuka untuk semua kapal dari berbagai negara.
Dalam sidang di Senat AS, Selasa lalu, Ketua Komisi Maritim Federal (Federal Maritime Commission/FMC) AS, Louis Sola mengatakan, badan yang mengawasi transportasi laut AS dan pelayaran niaganya akan “mempertimbangkan tinjauan luas terhadap sektor maritim Panama,” dan dapat mengenakan denda dan pembatasan pada kapal-kapal berbendera Panama yang memasuki pelabuhan AS.
Lebih dari 8.000 kapal di seluruh dunia berbendera dan didaftarkan oleh Panama.
Perusahaan China Jadi Ancaman?
Menurut sejumlah pejabat dan politisi AS, selain menetapkan Terusan Panama "harus tetap aman dan terbuka untuk transit damai bagi kapal dari semua negara," perjanjian netralitas itu juga memberikan hak kepada AS untuk menggunakan militernya guna mempertahankan terusan tersebut.
Dalam sidang dua minggu lalu, Senator Ted Cruz mengatakan, sebuah jembatan baru di atas terusan yang sedang dibangun kontraktor China, yang menurutnya dapat menutup jalur pelintasan, dan pengoperasian pelabuhan di kedua ujung terus oleh perusahaan China, merupakan ancaman keamanan yang “serius”.
“Ada kemungkinan Panama melanggar perjanjian itu,” kata anggota Partai Republik asal Texas itu setelah mendengarkan para pejabat dan pakar AS.
Jembatan senilai 1,3 miliar dolar AS (Rp 21,2 triliun), yang sedang dibangun konsorsium perusahaan milik negara China, yaitu China Communications Construction Company dan China Harbour Engineering Company, diperkirakan akan rampung tahun 2026.
CK Hutchison Holdings yang berbasis di Hong Kong telah mengoperasikan pelabuhan Balboa dan Cristobal selama lebih dari dua dekade di dua ujung terusan tersebut. Perusahaan publik tersebut tidak terikat secara finansial dengan pemerintah China, meskipun perusahaan-perusahaan Hong Kong tunduk pada pengawasan negara China.
Hutchinson pertama kali diberikan konsesi atas dua pelabuhan itu tahun 1997 ketika Panama dan AS bersama-sama mengelola terusan tersebut. Pada tahun yang sama, kendali atas Hong Kong – tempat Hutchinson bermarkas – dialihkan dari Inggris ke China.
Hutchison sama sekali bukan perusahaan militer China yang misterius. Perusahaan itu terdaftar di bursa saham, tidak masuk dalam daftar hitam AS, dan anak perusahaannya, Hutchison Ports, merupakan salah satu operator pelabuhan terbesar di dunia. Perusahaan itu mengelola 53 pelabuhan di 24 negara, termasuk di negara-negara -sekutu AS seperti Inggris, Australia, dan Kanada.
“Kehadiran pemerintah China, perusahaan-perusahaan China, dan khususnya perusahaan-perusahaan milik negara China, tetapi tidak terbatas pada mereka saja, memang menimbulkan masalah serius dan kekhawatiran terhadap netralitas perjanjian tersebut,” kata profesor hukum Universitas George Mason, Eugene Kontorovich, yang juga peneliti di The Heritage Foundation yang berhaluan konservatif, pada sidang tersebut.
Perpanjangan otomatis konsesi CK Hutchison di dua pelabuhan tersebut tahun 2021 memicu kritik baik di AS maupun Panama. Kritik terkait dengan persyaratan keuangan yang menguntungkan perusahaan tersebut. Namun tidak ada kekhawatiran terkait masalah keamanan pada saat itu.
“Hutchison Port Holdings mengoperasikan ratusan pelabuhan di seluruh dunia, termasuk di AS... Jika pelabuhan-pelabuhan itu mengancam keamanan AS, mengapa mereka tidak mengakhiri kontrak Hutchison di negara mereka?” tulis Julio Yao, yang menjadi penasihat Panama saat perjanjian netralitas ditandatangani, dalam sebuah opini baru-baru ini yang diterbitkan di sebuah surat kabar lokal.
“AS tidak bisa memaksa Panama meninjau ulang atau mengakhiri kontrak dengan perusahaan-perusahaan China.”
Yao, spesialis hubungan internasional, mengatakan argumen untuk melakukan intervensi didasarkan pada amandemen Senat AS tahun 1978 yang memberi hak kepada AS melindungi terusan itu dari ancaman apapun. Panama seharusnya tidak mengakui amandemen tersebut, kata Yao kepada Reuters.
Perjanjian delapan paragraf itu serta lampirannya tidak memuat ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan atau tanggal berakhirnya perjanjian.
Tarif Terusan Melanggar Perjanjian Netralitas?
Sejumlah pejabat AS juga menyatakan, kenaikan tarif untuk melintasi Terusan Panama dalam beberapa tahun terakhir "memberikan dampak yang tidak proporsional bagi warga Amerika."
Lebih dari tiga perempat kapal-kapal yang melewati terusan itu berasal atau menuju AS. Namun sistem tarif di terusan tersebut tidak membedakan kapal berdasarkan bendera, asal, atau tujuan.
Pada tahun fiskal yang berakhir bulan September, terusan itu melaporkan penurunan pendapatan tarif sebesar 5 persen menjadi 3,18 miliar dolar (RP 25,9 triliun) setelah terjadi bencana kekeringan yang parah. Namun antara tahun 2020 dan 2023, berdasarkan laporan tahunannya, pendapatan dari tarif terusan itu meningkat hampir 26 persen.
Struktur tarif terusan tersebut didasarkan pada reservasi sesuai jenis dan ukuran kapal, dikombinasikan dengan lelang untuk kapal-kapal yang datang tanpa reservasi dan biaya tambahan untuk air yang nilainya bervariasi.
Kapal-kapal militer dari negara manapun dikenakan tarif yang berbeda dengan kapal-kapal komersial. Kapal-kapal militer AS mendapat prioritas untuk melalui terusan tersebut.
Perjanjian itu hanya menyatakan bahwa “tarif dan berbagai biaya lain untuk transit dan layanan tambahan harus adil, masuk akal, setara dan konsisten dengan prinsip-prinsip hukum internasional.”
Kenaikan tarif terusan memengaruhi AS secara tidak proporsional, terutama "karena AS adalah pengguna utama terusan tersebut," kata Daniel Maffei dari FMC dalam sidang pekan lalu itu.
“Kami tahu itu sebuah koridor perdagangan yang penting, dan ingin terus menggunakan koridor tersebut dan diperlakukan secara adil,” tambahnya.
Kenaikan tarif telah diterapkan tidak hanya di Panama tetapi juga di jalur perairan lainnya dalam beberapa tahun terakhir, termasuk di Terusan Suez, di tengah lonjakan permintaan, konflik geopolitik, dan kondisi cuaca buruk yang diperburuk oleh perubahan iklim, demikian peringatan sejumlah pakar pelayaran.
“AS tidak lagi mengoperasikan armada kapal-kapal komersial. Kurang dari 10 persen dari seluruh kargo yang tiba atau meninggalkan AS tahun 60-an berbendera Amerika. Sekarang tinggal 1,5 persen,” kata mantan duta besar AS untuk Panama, John Feeley, dalam sebuah wawancara TV minggu lalu. Dia menambahkan, kenaikan tarif di Panama terutama dipicu oleh penggunaan air tawar, yang juga berdampak pada semua kapal.
Sejarah Penyerahan ke Terusan Panama
AS mengambil alih proyek pembangunan Terusan Panam pada awal abad ke-20. Ide membuat terusan itu pertama kali diusulkan sejumlah penjelajah Spanyol pada abad ke-16. Tahun 1850-an, insinyur Prancis, Ferdinand de Lesseps, yang sebelumnya berhasil membangun Terusan Suez di Mesir, mencoba mewujudkan impian itu. Namun proyeknya menemui kegagalan tahun 1889 akibat masalah teknis dan wabah penyakit seperti malaria dan demam kuning yang melanda para pekerja.
Di bawah kepemimpinan Presiden Theodore Roosevelt, AS mengupayakan untuk mendapatkan hak membangun dan mengoperasikan terusan itu. Tahun 1903, AS memperoleh hak untuk membangun dan mengelola Terusan Panama. Pembangunan dimulai tahun 1904 dan selesai tahun 1914.
Walau AS yang membangun dan mengelola Terusan Panama pada awalnya, tekanan nasionalisme Panama akhirnya menyebabkan penyerahan terusan tersebut kepada Panama. Sejak awal pengoperasian Terusan Panama oleh AS tahun 1914, warga Panama merasa bahwa kehadiran AS merupakan bentuk imperialisme.
Terusan itu dibangun AS setelah membantu Panama merdeka dari Kolombia tahun 1903, tetapi sebagai gantinya, AS memperoleh kendali penuh atas Zona Terusan Panama melalui Perjanjian Hay-Bunau-Varilla.
Perjanjian itu memberikan AS hak eksklusif untuk mengelola terusan, yang lama-kelamaan memicu ketidakpuasan rakyat Panama. Gerakan nasionalis di Panama semakin kuat, terutama setelah insiden berdarah pada 9 Januari 1964.
Kebijakan luar negeri AS di bawah Presiden Jimmy Carter pada akhir tahun 1970-an semakin berorientasi pada pendekatan diplomatik dengan negara-negara Amerika Latin. AS ingin memperbaiki hubungan dengan negara-negara tetangganya dan mengurangi sentimen anti-AS di kawasan tersebut.
Selain itu, mempertahankan Terusan Panama dinilai semakin mahal, baik dari segi ekonomi maupun militer. AS juga menghadapi tekanan internasional untuk mengakhiri kontrolnya atas terusan tersebut sebagai bagian dari upaya dekolonisasi.
Setelah negosiasi panjang, AS dan Panama menandatangani Perjanjian Torrijos-Carter tahun 1977, yang disepakati Presiden AS Jimmy Carter dan pemimpin Panama saat itu, Jenderal Omar Torrijos. Perjanjian ini menetapkan bahwa AS akan menyerahkan Terusan Panama kepada Panama secara bertahap hingga 31 Desember 1999. AS tetap memiliki hak untuk mempertahankan netralitas terusan dan mengintervensi jika keamanan terusan terancam.
Tag: #benarkah #kehadiran #china #terusan #panama #ancaman #nyata #bagi