Ribuan Warga Mesir Geruduk Perbatasan Rafah yang Akan Dibuka Militer Israel: Pasukan Eropa Datang
Kantor berita berbahasa Ibrani, Yedioth Ahronoth, mengutip seorang pejabat Uni Eropa, mengatakan bahwa Israel telah menanyakan tentang perkembangan proses pengerahan misi (pasukan keamanan) Eropa untuk membantu mengelola perlintasan perbatasan Rafah sebagai bagian dari upaya untuk membukanya kembali selama fase pertama gencatan senjata Gaza.
Menurut pejabat tersebut, pasukan Eropa akan memainkan peran kunci dalam menstabilkan gencatan senjata.
Peran pasukan Eropa ini berfokus pada rencana pembukaan kembali penyeberangan untuk memungkinkan warga sipil Palestina untuk bisa pergi ke luar Gaza, dengan memprioritaskan yang terluka, anak-anak, dan pasien yang membutuhkan perawatan medis di luar negeri.
Pejabat itu menambahkan kalau petugas perbatasan Otoritas Palestina akan mengelola penyeberangan tersebut.
"Sementara militer Israel akan tetap ditempatkan di sekitarnya untuk menjamin keamanan," kata laporan RNTV, Jumat (31/1/2025).
Laporan itu juga mencatat kalau UE berencana untuk mengerahkan hingga 100 petugas perbatasan sebagai bagian dari pengaturan keamanan baru, yang menggarisbawahi dukungan Eropa terhadap gencatan senjata dan kerja sama antara Tel Aviv dan Otoritas Palestina.
DEMO BESAR - Sejumlah dari ribuan warga Mesir yang berunjuk rasa di perbatasan Rafah, di Sinai Utara yang berbatasan dengan Gaza Selatan, Jumat (31/1/2025). Mereka berdemo menentang seruan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang menyerukan perpindahan warga Gaza yang terusir agresi militer Israel ke wilayah Mesir.Digeruduk Ribuan Warga Mesir
Sehari menjelang pembukaan perbatasan tersebut, ribuan warga Mesir dilaporkan berkumpul di perbatasan Rafah di Sinai Utara, Jumat (31/1/2025).
Ribuan warga Mesir itu datang untuk memprotes rencana pengusiran paksa warga Palestina.
Seperti dilansir media berita Mesir, Youm7, gerakan tersebut dimulai pada dini hari saat massa dalam jumlah besar dari berbagai provinsi, termasuk Qalyubia dan Ismailia, menuju Rafah.
Mereka bergabung dalam perlawanan kolektif terhadap pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai rencana pemindahan paksa warga Palestina ke Mesir.
Menurut laporan Youm7, unjuk rasa ini merupakan penolakan yang jelas terhadap segala upaya untuk menempatkan warga Palestina di Mesir sebagai bagian dari rencana yang diduga untuk menyelesaikan agresi Israel.
Peserta demonstrasi besar ini terdiri dari anggota partai politik, kelompok masyarakat sipil, dan aktivis masyarakat, serta anggota badan legislatif Mesir.
"Para demonstran menegaskan kembali dukungan mereka yang teguh terhadap penentuan nasib sendiri Palestina dan mengecam solusi apa pun yang melibatkan pemindahan penduduk," kata laporan tersebut.
Mereka menekankan bahwa satu-satunya solusi yang layak adalah solusi dua negara, sesuai resolusi internasional, yang menjamin pengembalian tanah Palestina berdasarkan perbatasan sebelum tahun 1967.
Youm7 melaporkan kalau para pengunjuk rasa membawa spanduk dan meneriakkan slogan-slogan yang mengecam usulan presiden AS untuk memukimkan kembali warga Palestina secara paksa.
Para demonstran menyatakan keyakinan mereka bahwa rencana tersebut tidak hanya merupakan pelanggaran hak-hak Palestina tetapi juga tindakan destruktif yang akan merusak perjuangan Palestina untuk mendapatkan tanah air.
Mereka menegaskan bahwa Mesir tetap dan akan terus menjadi pendukung utama Palestina di dunia Arab.
"Kami tidak akan membiarkan pemindahan paksa saudara-saudari Palestina kami," kata salah satu pembicara dalam rapat umum tersebut. "Ini bukan solusi. Satu-satunya solusi adalah perdamaian yang adil berdasarkan hukum internasional dan pengakuan hak-hak Palestina."
Aksi unjuk rasa tersebut juga mendapat dukungan luas dari para anggota parlemen, yang bergabung dengan massa untuk menyatakan penolakan mereka terhadap usulan tersebut.
"Dukungan publik mencerminkan konsensus nasional yang menolak segala bentuk penyelesaian yang akan merugikan perjuangan Palestina," tulis laporan tersebut.
Seruan Trump ini, dilaporkan sudah ditolak secara tegas oleh pemerintah Yordania dan Mesir.
ANTRE MASUK GAZA - Antrean truk pembawa bantuan yang berderet terhenti di sisi Mesir pada Perbatasan Rafah pada September 2024 silam. Mesir menutup perbatasan negaranya dengan Gaza tersebut karena kendali sisi Palestina direbut secara penuh oleh Israel. (khaberni/HO)Hamas: Terima Kasih Mesir dan Yordania
Sebelumnya, Gerakan Pembebasan Palestina, Hamas menyatakan kalau mereka mengapresiasi sikap Yordania dan Mesir yang berani menolak permintaan Amerika Serikat (AS) terkait pengungsi Gaza yang terusir akibat agresi militer Israel.
Sebelumnya, Presiden AS, Donald Trump menyatakan kalau dia telah berbicara dengan Raja Abdullah II dari Yordania mengenai pemindahan orang-orang dari Jalur Gaza yang hancur ke negara-negara tetangga.
Trump mengindikasikan kalau dia juga akan berbicara dengan Presiden Mesir mengenai hal tersebut.
Yordania dan Mesir belakangan dilaporkan menolak permintaan Trump ini.
"Mesir dan Yordania menolak menggusur warga Palestina atau mendorong pemindahan mereka dari tanah mereka, setelah perjanjian gencatan senjata yang berlangsung selama lebih dari 15 bulan," tulis laporan Khaberni, Senin (27/1/2025).
Terkait sikap dua negara tetangga Palestina tersebut, Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan yang berbunyi:
“Kami menghargai posisi sebenarnya dari Republik Arab Mesir dan Kerajaan Hashemite Yordania, yang menolak pengungsian rakyat Palestina atau mendorong pemindahan atau pencabutan tanah mereka dengan dalih atau pembenaran apa pun.”
Hamas menambahkan, “Pada saat kami menegaskan kepatuhan rakyat Palestina terhadap tanah mereka dan penolakan mereka terhadap pengungsian dan deportasi, kami menyerukan kepada Liga Negara-negara Arab dan Organisasi Kerjasama Islam untuk menegaskan penolakan mereka terhadap segala bentuk pemindahan warga Palestina, rakyat Palestina kami, dan untuk mendukung hak nasional mereka untuk mendirikan negara Palestina merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.”
Warga Palestina yang mengungsi mulai kembali ke Gaza utara untuk pertama kalinya sejak perang genosida Israel dimulai, pada Senin 27 Januari 2025. (tangkap layar/Presstv)Seruan AS Sejalan Rencana Israel
Juru bicara Hamas Hazem Qassem, terkait usulan Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan penduduk Gaza ke Yordania dan Mesir, menyebut itu sebagai hal provokatif dan berbahaya.
Seruan Trump ini, menurutnya, sejalan dengan rencana pihak Israel, khususnya, kelompok kanan ekstremis yang ingin menguasai tanah Palestina sepenuhnya menjadi pendudukan Israel.
“Pernyataan Trump berbahaya dan sejalan dengan posisi kelompok ekstrem kanan Israel,” kata dia.
Ia melanjutkan, “Usulan Trump tidak akan disetujui dan tidak akan diterima oleh warga Palestina mana pun.”
Pemimpin Hamas Sami Abu Zuhri pada Minggu juga mengomentari usulan Presiden AS Donald Trump untuk “memindahkan penduduk Gaza ke negara-negara tetangga,” dengan mengatakan, “Rakyat Gaza menanggung kematian sehingga mereka tidak akan meninggalkan tanah air mereka.”
Abu Zuhri mengatakan dalam konferensi pers: “Rakyat Gaza menanggung kematian agar tidak meninggalkan tanah air mereka, dan mereka tidak akan meninggalkannya karena alasan lain, jadi tidak perlu membuang waktu untuk proyek-proyek yang dicoba oleh Biden dan yang menyebabkan perang akan berkepanjangan.”
Dia menambahkan: “Menerapkan perjanjian tersebut sudah cukup untuk menyelesaikan semua masalah di Jalur Gaza, dan upaya untuk menghindari perjanjian tersebut tidak ada gunanya.”
Ratusan ribu warga Gaza yang terusir dan mengungsi karena agresi militer Israel, kembali ke rumah-rumah mereka ke wilayah Gaza Utara, Senin (27/1/2025). (RNTV/TangkapLayar)Yordania: Palestina untuk Palestina
Sikap tegas Yordania atas seruan AS soal pengungsi Gaza ini ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi.
Safadi menegaskan kembali sikap mengenai perjuangan Palestina itu, dengan mengatakan kalau “Yordania adalah untuk Yordania, dan Palestina untuk Palestina”.
Dalam konferensi pers dengan Koordinator Kemanusiaan dan Rekonstruksi Senior PBB untuk Gaza Sigrid Kaag, Safadi mengatakan, "Yordania bangga dengan perannya, di bawah kepemimpinan Raja Yang Mulia Abdullah, dalam memberikan bantuan kemanusiaan ke Gaza."
“Kami berharap dapat bekerja sama dengan pemerintah AS yang baru dan mendukung upaya perdamaian di kawasan ini,” kata Safadi.
Dia menambahkan kalau Yordania tetap terlibat dengan semua pihak untuk mencapai perdamaian.
“Soal Palestina harus diselesaikan dengan negara Palestina; di mana Yordania adalah untuk Yordania, dan Palestina untuk Palestina.
“Posisi kami jelas – dua negara adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian, dan penolakan kami terhadap perpindahan tidak tergoyahkan,” tegasnya.
Sementara itu, Sigrid Kaag memuji peran penting Yordania dalam memberikan dan memfasilitasi pengiriman bantuan ke Gaza.
“Ada kesempatan untuk mencapai solusi dua negara dan memberdayakan kedua belah pihak untuk mencapainya,” kata Koordinator Kemanusiaan dan Rekonstruksi Senior PBB, menambahkan bahwa mereka “berharap untuk melanjutkan kemitraan kemanusiaan kami dengan Yordania.”
(oln/khbrn/anews/rntv/*)
Tag: #ribuan #warga #mesir #geruduk #perbatasan #rafah #yang #akan #dibuka #militer #israel #pasukan #eropa #datang