



Hari Sel Sabit Sedunia: Penyakit Langka yang Diam-diam Merenggut Nyawa di Usia Muda
Hari Sel Sabit Sedunia akan diperingati pada 19 Juni 2025. Di balik tanggal ini, tersimpan krisis kesehatan global yang belum tertangani secara menyeluruh.
Penyakit sel sabit—atau sickle cell disease (SCD)—adalah penyakit genetik yang menyerang sel darah merah dan berdampak pada jutaan orang di seluruh dunia, khususnya di kawasan Afrika Sub-Sahara, Amerika Serikat, dan wilayah berisiko lainnya.
Meskipun penelitian telah mencatat banyak terobosan medis, penderita sel sabit masih menghadapi risiko kematian dini, rasa sakit ekstrem, dan keterbatasan akses pengobatan.
Perhatian dan upaya global sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan generasi masa depan dari dampak mematikan penyakit ini.
Pentingnya kesadaran global
Penyakit sel sabit adalah kelainan darah turunan yang menyebabkan bentuk sel darah merah berubah menjadi seperti bulan sabit.
Bentuk ini mengakibatkan sel darah menjadi kaku dan lengket, sehingga mudah menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan nyeri hebat, kerusakan organ, serta komplikasi kronis seperti gagal ginjal, stroke, dan infeksi serius.
Dikutip dari buku Sickle Cell Anemia (2023) Ankit Mangla, dkk, setiap tahunnya, sekitar 300.000 hingga 400.000 bayi dilahirkan dengan penyakit ini secara global, dan mayoritas berada di negara berkembang.
Di Amerika Serikat, sekitar 100.000 orang hidup dengan SCD, dan sekitar 1 dari 13 bayi kulit hitam lahir dengan sifat sel sabit.
Sejarah panjang penelitian dan terobosan medis
Dikutip dari laporan Milestones in Research and Clinical Progress yang dirilis National Institutes of Health, penelitian mengenai penyakit sel sabit telah berlangsung lebih dari satu abad.
Sejak pertama kali diidentifikasi oleh Dr. James B. Herrick pada 1910, penyakit ini terus menjadi sorotan dalam bidang hematologi dan genetika.
Berbagai tonggak penting telah dicapai, mulai dari pengembangan hidroksiurea sebagai terapi utama pada 1990-an, hingga persetujuan FDA terhadap terapi berbasis sel dan gen seperti L-glutamin (2017), voxelotor (2019), dan Crizanlizumab (2019).
Pada tahun 2023, dua terapi gen mutakhir, Casgevy dan Lyfgenia, mendapat persetujuan resmi untuk mengobati pasien berusia 12 tahun ke atas.
Meski pengobatan modern tersedia, tantangan besar tetap ada.
Di Afrika Sub-Sahara, di mana 75 persen kelahiran dengan SCD terjadi, diperkirakan 50 hingga 90 persen anak dengan penyakit ini meninggal sebelum usia lima tahun akibat keterbatasan akses kesehatan.
Biaya terapi gen yang mencapai ratusan ribu dolar juga menjadi penghalang utama bagi penerapan luas di negara-negara berpenghasilan rendah.
Upaya global dan peran masyarakat
Sejak PBB menetapkan 19 Juni sebagai Hari Sel Sabit Sedunia pada 2008, kampanye kesadaran telah digalakkan di berbagai negara.
Lembaga seperti National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) terus mendorong peningkatan akses diagnosis dini, pengobatan berbasis bukti, serta edukasi publik yang masif.
Selain itu, program seperti Cure Sickle Cell Initiative dan SickleInAfrica Network telah membantu memperluas cakupan penelitian dan dukungan pasien di berbagai belahan dunia.
Hari Sel Sabit Sedunia bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi panggilan darurat bagi komunitas global.
Tanpa tindakan nyata, jutaan jiwa—terutama anak-anak—akan terus terjebak dalam lingkaran penderitaan, diskriminasi, dan kematian dini.
Kesadaran, investasi medis, dan keadilan akses pengobatan harus menjadi prioritas dalam agenda kesehatan global tahun ini dan seterusnya.
Tag: #hari #sabit #sedunia #penyakit #langka #yang #diam #diam #merenggut #nyawa #usia #muda