



PP 28/2024 Dapat Sorotan, Aturan soal Pengamanan Zat Adiktif Dinilai Bisa Ancam Kedaulatan Ekonomi
Menurut Henry, Kementerian Kesehatan sebaiknya tidak memaksakan diimplementasikannya PP 28/2024 di saat situasi geo politik dan geo ekonomi global berdampak pada situasi di tanah air saat ini.
Henry juga mengingatkan bahwa PP 28/2024 cacat hukum. Pasalnya, proses penyusunannya tidak transparan dan minim pelibatan pelaku industri hasil tembakau (IHT).
"Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam produk hukum yang dihasilkan dan berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi industri dan perekonomian nasional yang tidak sedang baik-baik saja," kata Henry kepada wartawan, Senin (17/2/2025).
Pihaknya menduga, pemaksaan diimplementasikannya PP 28/2024 oleh Kemenkes lebih mewakili agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) ketimbang melindungi kepentingan masyarakat yang terdampak.
Padahal, banyak pihak yang langsung terkena dampak dari regulasi ini, sehingga seharusnya memiliki hak untuk didengar dan dilibatkan dalam proses pembahasan.
Karena itu, Henry mengingatkan agar Presiden Prabowo Subianto yang berkomitmen meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menyerap jutaan tenaga kerja jangan sampai terganggu oleh agenda FCTC yang menginfiltrasi melalui produk hukum, salah satunya PP 28/2024.
Kajian GAPPRI, dikatakan Henry, bahwa PP 28/2024 memiliki dampak ekonomi yang sangat besar, yakni mencapai Rp 182,2 triliun, dengan 1,22 juta pekerja di seluruh sektor terkait terdampak.
"Larangan penjualan dalam radius 200 meter dari sekolah, potensi kerugian mencapai Rp 84 triliun. Pembatasan iklan berdampak ekonomi yang hilang mencapai Rp 41,8 triliun," ujar Henry .
Dia menegaskan, apabila ketiga aturan tersebut (kemasan polos, larangan penjualan, dan pembatasan iklan) diberlakukan, potensi pajak yang hilang diperkirakan mencapai Rp 160,6 triliun.
"Selain itu, kemasan rokok polos berpotensi mendorong downtrading (peralihan konsumen ke produk rokok yang lebih murah) dan peralihan ke rokok ilegal 2-3 kali lebih cepat dari sebelumnya. Permintaan produk legal juga diprediksi turun sebesar 42,09 persen," terang Henry.
Maka itu, dia berharap pemerintah dapat mempertimbangkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri, agar tercipta kebijakan yang tidak hanya melindungi kesehatan masyarakat, tetapi juga tidak mengorbankan kepentingan ekonomi dan sosial.
Pasalnya, IHT merupakan sektor strategis nasional yang mempekerjakan sekitar 5,8 juta orang, mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga distributor. Namun, sektor ini telah mengalami tekanan berat sejak diterbitkannya UU 17/2023 tentang Kesehatan, serta aturan turunannya.
"Berbagai tekanan regulasi terhadap IHT legal dirasa memberatkan bagi multi-sektor yang terkait. Maka itu, pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan, mengingat kondisi sosio-ekonomi Indonesia yang berbeda dari negara lain," kata Henry.
Pihaknya juga mendorong pemerintah untuk membuka ruang dialog yang inklusif dan transparan guna menciptakan regulasi yang adil dan berimbang.
"Hal ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan industri, melindungi jutaan pekerja, dan menjaga stabilitas perekonomian nasional sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo," pungkas Henry.
Tag: #282024 #dapat #sorotan #aturan #soal #pengamanan #adiktif #dinilai #bisa #ancam #kedaulatan #ekonomi