Defisit BPJS Kesehatan: Kebijakan Potongan Premi Asuransi Swasta
Ilustrasi karyawan BPJS Kesehatan pakai asuransi swasta(Kompas)
06:16
22 Januari 2025

Defisit BPJS Kesehatan: Kebijakan Potongan Premi Asuransi Swasta

MENTERI Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa sisa biaya yang tidak dapat dijamin BPJS Kesehatan dapat ditanggung asuransi kesehatan swasta.

Alasannya terdapat penyakit yang membutuhkan biaya perawatan tinggi dan tidak berbanding dengan iuran sebesar Rp 48.000.

Adapun kurang dari 1 persen penduduk Indonesia memiliki asuransi kesehatan swasta (Indonesia Financial Group, 2023).

Data menunjukkan bahwa pemegang polis asuransi kesehatan swasta terbatas pada masyarakat dengan penghasilan, tingkat pendidikan, dan tingkat pengeluaran yang tinggi.

Di sisi lain, pada November 2024, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti mengungkapkan adanya potensi defisit BPJS Kesehatan untuk tahun 2024 sebesar Rp 20 triliun. Ada rencana kenaikan iuran di tahun 2025.

Memang, sejak 2015 BPJS Kesehatan sebagai badan penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencatatkan defisit. Menurut Ali Ghufron Mukti, sebabnya adalah utilisasi yang kini mencapai 1,7 juta orang sehari.

Dikutip dari laman BPJS Kesehatan per 30 November 2024, sebanyak 41,4 persen atau 115 juta jiwa peserta merupakan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Kemudian 20,6 persen atau 57 juta jiwa merupakan penduduk yang didaftarkan Pemerintah Daerah.

Artinya 62 persen atau 172 juta iuran peserta JKN dibayar oleh APBN dan APBD. Kenaikan iuran JKN merupakan tambahan beban bagi APBN dan APBD. Sedangkan defisit BPJS Kesehatan salah satunya juga ditutup dari APBN.

Cita-cita Universal Health Coverage seperti USB

Universal Health Coverage adalah sistem pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat di manapun dan kapanpun tanpa mengalami kendala finansial (UHC2030 dalam Saputro dan Fathiyah 2019).

Dengan kata lain, harapannya pelayanan kesehatan untuk siapapun, kapanpun, di manapun dan tanpa malapetaka finansial layaknya USB yang tinggal pakai.

Belakangan beredar kabar di media sosial yang menyebutkan 144 penyakit yang tidak dapat dirujuk ke rumah sakit.

Namun, asisten Deputi Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah telah meluruskan kabar tersebut.

Dia menegaskan bahwa saat ini ada 144 penyakit yang pengobatannya harus dioptimalkan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) mengacu kepada Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) 2012.

Berarti, peserta BPJS Kesehatan tidak bisa atau sulit mendapatkan rujukan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL). Padahal seringkali FKTP tidak dapat menangani 144 penyakit tersebut secara maksimal.

Australia pernah memberikan tax offset atau pengurangan pajak penghasilan untuk pengeluaran kesehatan. Kebijakan ini berlaku untuk tahun 2015-2016 dan 2018-2019.

Tidak hanya itu, Australia juga memiliki kebijakan private health insurance offset. Wajib pajak diberikan pilihan berupa potongan premi asuransi kesehatan atau pengembalian pajak dengan prosentase tertentu berdasarkan jumlah penghasilan.

Di Indonesia tidak ada kebijakan seperti di Australia. Untuk menghitung pajak penghasilan (PPh) wajib pajak orang pribadi (WPOP) dilakukan dengan menjumlahkan penghasilan bruto setahun.

Kemudian dikurangi dengan komponen pengurang penghasilan bruto sehingga menjadi penghasilan neto setahun.

Wajib pajak orang pribadi (WPOP) karyawan diberikan tiga komponen pengurang penghasilan bruto yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 168 Tahun 2023.

Pertama, adalah biaya jabatan yang ditetapkan sebesar 5 persen jumlah penghasilan bruto. Ditambah batasan Rp 500.000 sebulan atau Rp 6 juta setahun.

Kedua, iuran terkait program pensiun dan hari tua (JHT) yang terkait dengan gaji. Besarannya mengikuti iuran yang ditanggung oleh pegawai.

Ketiga, zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib. Dengan syarat dibayarkan kepada lembaga tertentu yang dibentuk atau disahkan pemerintah.

Setelah penghasilan bruto dikurangi dengan komponen pengurang di atas didapatlah penghasilan neto. Lalu penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarannya tergantung status dan jumlah tanggungan wajib pajak yang menghasilkan Penghasilan Kena Pajak.

Penghasilan Kena Pajak inilah yang kemudian dikalikan tarif PPh progresif.

Contohnya Agus berstatus lajang tanpa tanggungan memiliki penghasilan bruto senilai Rp 100 juta per tahun. Penghasilan bruto Agus dikurangi biaya jabatan dan iuran JHT sebesar Rp 7 juta, maka diperoleh penghasilan neto Rp 93 juta.

Kemudian, Rp 93 juta dikurangi PTKP tidak kawin tanpa tanggungan (TK/0) sebesar Rp 54 juta. Didapatlah penghasilan kena pajak setahun Rp 39 juta. Lalu dikali tarif PPh 5 persen. Jadi, PPh terutang Agus adalah Rp 1,95 juta setahun atau Rp 162.000 sebulan.

Adopsi kebijakan Australia

Indonesia dapat memperkenalkan kebijakan serupa dengan Australia. Potongan premi asuransi dapat merasionalisasi tambahan pengeluaran premi bagi masyarakat yang relatif mampu.

Harapannya, defisit dan utilisasi BPJS Kesehatan berkurang. Kemudian layanan BPJS Kesehatan dapat meningkat.

Jika kebijakan potongan premi asuransi atau private health insurance offset diterapkan di Indonesia dan Agus membayar premi sebesar Rp 2 juta, PPh terutang Agus akan menjadi Rp 1,45 juta dari sebelumnya Rp 1,95 setahun atau penghematan sebesar Rp 500.000 setahun (dengan asumsi 25 persen premi yang dapat diklaim menjadi pengurang).

Selain itu, Agus juga dapat memilih potongan premi asuransi kesehatan sebesar Rp 500.000. Jadi ia hanya membayar Rp 1,5 juta setahun untuk asuransinya.

Kebijakan ini adalah win-win solution bagi semua. Pertama, masyarakat lebih mampu dapat memperoleh asuransi kesehatan swasta yang lebih terjangkau.

Kedua, mengurangi beban BPJS Kesehatan agar dapat memberikan pelayanan lebih baik kepada masyarakat kurang mampu.

Ketiga mengurangi utilisasi dan defisit BPJS yang juga menjadi beban APBN. Keempat menggairahkan industri asuransi.

Mengingat belanja APBN yang semakin meningkat, pendapatan negara yang mayoritas bersumber dari pajak juga harus meningkat.

Daripada menaikan tarif pajak yang membebani, alangkah lebih baik pemerintah mendorong partisipasi sektor swasta untuk menyokong program Universal Healh Coverage.

Tag:  #defisit #bpjs #kesehatan #kebijakan #potongan #premi #asuransi #swasta

KOMENTAR