Mencegah Korupsi Dana Proyek Strategis Nasional
MENGUTIP dari peraturan presiden, tujuan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) sejatinya digunakan untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan demi masyarakat.
PSN dilaksanakan begitu masif dimulai dari jalan tol, bendungan, rel kereta hingga bandar udara. Namun pelabelan kata “strategis”, nyatanya tidak membuat PSN lepas dari jerat korupsi.
Benjamin A. Olken pernah melakukan penelitian di 608 desa di Indonesia pada 2003 mengenai korupsi pembangunan jalan desa. Hasilnya, 24 persen yang seharusnya digunakan untuk membangun jalan desa lenyap, dengan kata lain di korupsi.
Penelitian ini kemudian dipublikasikan dalam artikel berjudul Monitoring Corruption: Evidence from a Field Experiment in Indonesia.
Nyatanya, apa yang ditulis oleh Olken 20 tahun lalu masih tercermin dengan temuan yang disampaikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
PPATK menemukan bahwa 36,67 persen PSN tidak dipakai untuk pembangunan (Kompas.com, 10 Januari 2024). Dana proyek tersebut justru mengalir kepada politisi dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang seharusnya menjadi pengawas atas PSN yang dikerjakan pemerintah.
Adanya temuan dari PPATK bukanlah barang baru. Sudah menjadi rahasia umum jika proyek infrastruktur rentan dengan kasus korupsi.
Namun dana PSN yang turut ditilap oleh politisi dan ASN, membuat kita patut mengelus dada sebab proyek yang bersifat strategis pun, masih dikorupsi oleh sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab.
Bagaimana proses korupsi uang proyek dimulai? Lelang proyek adalah pintu masuk utama terjadinya serangkaian korupsi dana proyek.
Perusahaan konstruksi pemenang lelang kerap kali sudah siap menyuap pejabat daerah dengan dana yang cair dari proyek.
Di samping itu, modus yang sering terjadi adalah pengaturan pemenang lelang. Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi akhir November 2023 di Tanah Grogot, Kalimantan Timur, menjadi bukti mudahnya pengaturan pemenang proyek.
Sistem lelang elektronik yang bertujuan untuk transparansi, dapat diakali sedemikian rupa oleh pejabat pengawas di Tanah Grogot dengan imbalan penerimaan uang suap.
Jika demikian, maka hasil temuan Benjamin A. Olken sangat mungkin berulang walaupun pemerintah terus berupaya mencegah kebocoran dana proyek.
Transparansi dan keterlibatan masyarakat
Penulis pernah tinggal selama satu tahun di kota York, Inggris. Setiap kali proyek pembangunan dilaksanakan di kota tersebut, pemerintah kota selalu menginformasikan detail proyek yang akan dikerjakan.
Di samping itu, warga kota juga diajak untuk terlibat aktif untuk memberikan masukan agar proyek yang dikerjakan dapat sesuai dengan kebutuhan.
Ajakan tersebut disampaikan melalui web, media sosial, hingga pamflet yang ditempel di papan pengumuman yang dengan mudah ditemui di halte bus.
Pemberitahuan tersebut digaungkan oleh pemerintah karena proyek-proyek itu didanai oleh warga kota melalui pajak yang telah dibayarkan.
Setelah mendengarkan masukan dari masyarakat yang disampaikan melalui kuesioner maupun pertemuan di balai kota, langkah berikutnya adalah memastikan transparansi laporan keuangan proyek.
Termasuk di dalamnya adalah pelaksana proyek hingga jumlah dana proyek yang dikeluarkan. Semua informasi ini dapat diakses melalui web.
Metode untuk mengajak partisipasi masyarakat dan penyajian transparansi proyek seperti contoh di atas sangat mungkin diimplementasikan dalam PSN.
Pertama, pemerintah meminta masukkan kepada masyarakat agar PSN yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan.
Kuesioner adalah alat paling efektif dan efisien untuk menjaring aspirasi masyarakat. Hal ini diperlukan, karena beberapa proyek yang dilaksanakan oleh pemerintah pada dasarnya tidak terlalu diperlukan oleh masyarakat setempat.
Dengan demikian, diharapkan PSN dapat memberikan kesejahteraan yang optimal untuk masyarakat, bukan untuk politisi.
Kedua, pemerintah wajib melaporkan kepada masyarakat terkait proses pelaksanaan proyek. Laporan tersebut mencakup calon peserta lelang, anggaran, sumber pendanaan, pemenang proyek, spesifikasi bahan baku, hingga kendala yang dialami selama proyek berlangsung.
Laporan tersebut harus diunggah dalam web maupun media sosial sehingga siapapun bisa mengaksesnya.
Adapun yang kerap terjadi, begitu sulit bagi masyarakat untuk mengakses laporan keuangan maupun pelaksanaan proyek. Entah karena laporan tersebut tidak pernah diunggah ataupun sudah diunggah, tetapi web tidak bisa diakses.
Ketiga, sejatinya, proyek tersebut adalah milik masyarakat karena dibayar oleh pajak. Dengan demikian, masyarakat perlu mendapat akses resmi untuk melaporkan ketidakwajaran dalam proyek.
Sebagai contoh, jalan yang baru saja dibangun sudah mengalami kerusakan. Tentunya laporan ini harus ditindak lanjuti dengan perbaikan dan diikuti dengan investigasi atas bahan baku yang digunakan oleh pelaksana proyek.
Pelaksana proyek yang mengurangi kualitas bahan untuk meraih keuntungan, harus didenda dan memperbaiki kerusakan. Dalam hal ini, masyarakat selaku penerima manfaat proyek harus kritis dalam pengawasan agar pemerintah dapat tanggap.
Ketiga langkah tersebut, menuntut peran aktif baik dari masyarakat maupun pemerintah. Hal ini penting untuk mengembalikan tujuan sesungguhnya dari PSN, yaitu memberikan kesejahteraan untuk masyarakat.
Tentunya kita berharap, temuan Benjamin Olken menjadi sejarah. Kita pun berharap tidak ada lagi dana PSN yang dikorupsi.