Harga Bitcoin Mulai Naik Lagi, Apa Pemicunya?
- Harga Bitcoin kembali naik menembus USD 92.000 didorong minat institusi dan pemulihan sentimen pasar.
- Goldman Sachs mengakuisisi Innovator senilai USD 2 miliar; Vanguard membuka akses perdagangan ETF Bitcoin.
- Berakhirnya kebijakan Quantitative Tightening The Fed menyuntikkan likuiditas yang mendukung penguatan harga Bitcoin.
Harga aset kripto Bitcoin (BTC) mulai merangkak naik lagi dengan menembus level USD 92.000. Kenaikan ini setelah Bitcoin merosot tajam beberapa waktu lalu.
Kenaikan ini didorong oleh menguatnya minat institusi keuangan global terhadap aset digital serta pemulihan sentimen pasar setelah penurunan tajam akhir pekan lalu.
Goldman Sachs dikabarkan akan mengakuisisi Innovator Capital Management dalam kesepakatan senilai sekitar USD 2 miliar. Innovator menerbitkan ETF yang memungkinkan investor tradisional mendapatkan akses Bitcoin melalui instrumen yang terkelola dan sesuai aturan pasar.
Akuisisi ini memperkuat posisi Goldman dalam ekosistem ETF, khususnya ketika permintaan produk terkait Bitcoin terus meningkat.
PerbesarVice President Indodax, Antony Kusuma. [Dok Indodax].Di saat yang sama, Vanguard yang selama bertahun-tahun menolak aset digital, resmi membuka akses perdagangan ETF Bitcoin di platformnya. Keputusan ini memberi puluhan juta klien mereka berkesempatan untuk mendapatkan eksposur terhadap Bitcoin melalui instrumen yang diatur.
Vice President Indodax, Antony Kusuma, meengatakan keputusan strategis dari institusi besar menjadi pendorong harga Bitcoin menguat. penguatan harga Bitcoin kali ini.
"Langkah Goldman Sachs, Vanguard, hingga Bank of America membuka akses lebih luas terhadap produk berbasis Bitcoin telah meningkatkan kepercayaan investor terhadap aset kripto," ujarnya di Jakarta, Jumat (5/12/2025).
Antony menuturkan, pulihnya harga Bitcoin kali ini juga dipengaruhi oleh dinamika pasar jangka pendek.
"Setelah terkoreksi ke area USD 83.800–84.000 dan memicu likuidasi besar, pasar langsung menunjukkan minat beli yang kuat. Volume perdagangan global meningkat signifikan dalam 24 jam. Rebound ini menunjukkan respons cepat pasar terhadap level support
yang cukup kuat," katanya.
Sentimen makro turut memberi warna pada pergerakan harga. Berakhirnya program Quantitative Tightening (QT) pada Senin (1/12) oleh Federal Reserve (The Fed) juga menjadi
salah satu katalis utama yang memperkuat likuiditas pasar.
The Fed menutup QT dengan menyuntikkan sekitar USD 13,5 miliar melalui operasi repo harian, salah satu injeksi likuiditas terbesar sejak masa pandemi. Peningkatan likuiditas ini biasanya mendukung aset berisiko, termasuk kripto, karena tekanan kebijakan moneter mulai mereda.
Saat ini, pasar global tengah menanti keputusan The Fed pada pertemuan 9–10 Desember 2025 terhadap kebijakan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin. Ekspektasi terhadap kebijakan moneter yang lebih longgar secara historis menjadi pendorong utama minat terhadap aset berisiko termasuk Bitcoin.
Antony menyebut meskipun volatilitas masih tinggi, perkembangan terbaru menunjukkan adopsi institusional yang semakin kuat.
"Langkah institusi besar masuk ke aset digital memberikan sinyal positif mengenai penerimaan jangka panjang terhadap Bitcoin. Namun investor kripto tetap perlu berhati-hati, tidak FOMO, serta menggunakan strategi investasi jangka panjang seperti dollar-cost averaging (DCA) dan manajemen risiko yang disiplin," pungkasnya.