Revisi Aturan Impor Dinilai Mendesak untuk Selamatkan Industri Gula
Ilustrasi gula(WIKIMEDIA COMMONS/AYELIE)
10:04
29 Oktober 2025

Revisi Aturan Impor Dinilai Mendesak untuk Selamatkan Industri Gula

- Peneliti Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Danang Permadi, menilai revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025 cukup mendesak untuk menjaga keberlanjutan industri gula nasional.

Regulasi tersebut dinilai memberi dampak negatif terhadap pasar tetes domestik karena membuka relaksasi impor etanol dan turunannya.

Menurut Danang, kebijakan relaksasi itu telah menyebabkan lonjakan impor etanol dan produk turunannya, sehingga menekan harga tetes yang menjadi salah satu sumber pendapatan penting bagi petani tebu.

“Nah yang menjadi sorotan lagi terkait perlunya revisi Permendag no 16 tahun 2025 terkait relaksasi untuk perizinan impor ya, impor etanol dan juga turunannya, ini kan mengakibatkan banyaknya ekspor impor ya etanol dan turunannya sehingga pasar tetes domestik ini tertekan,” ujar Danang saat sesi diskusi panel outlook komoditas perkebunan di Gedung Riset Perkebunan Nusantara, Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/10/2025).

Adapun, Permendag 16/2025 diterbitkan pada 30 Juni 2025 dan berlaku mulai 29 Agustus tahun ini. Beleid ini merupakan bagian dari rangkaian revisi atau deregulasi aturan impor.

Regulasi tersebut sebelumnya beberapa kali diubah, mulai dari Permendag 36/2023, lalu direvisi menjadi Permendag 3/2024, diubah lagi menjadi Permendag 7/2024, hingga terakhir Permendag 8/2024.

Tekanan terhadap harga tetes dan gula berpotensi menurunkan minat petani menanam tebu. Jika dibiarkan, kondisi ini akan berdampak panjang terhadap upaya perluasan lahan tebu dan kemandirian industri gula di Indonesia.

Selain revisi Permendag, Danang menekankan pentingnya kebijakan protektif bagi industri gula nasional, termasuk pengaturan tarif dan kuota impor, pengawasan distribusi gula, serta penegakan hukum terhadap praktik kebocoran gula rafinasi ke pasar konsumsi.

Ia mengusulkan evaluasi terhadap penetapan harga gula agar selaras dengan biaya pokok produksi tanpa membebani konsumen.

“Nah disini perlu juga mengevaluasi kembali penetapan harga gula begitu ya, yang harapan petani harga gula itu sesuai dengan biaya pokok produksinya begitu, namun juga tetap mempertimbangkan konsumsi yang sekiranya tidak memberatkan konsumen,” paparnya.

Lebih jauh, Danang menilai industri gula nasional membutuhkan kelembagaan khusus seperti Badan Pengelola Dana Perkebunan Gula. Lembaga ini dinilai akan membantu mendukung program pemerintah tanpa bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dana yang dikelola tersebut dapat digunakan untuk riset, pengembangan varietas tebu unggul, serta revitalisasi pabrik gula.

“Karena kan kita butuh keberlanjutan ya, ke depannya riset tentang penataan varietas atau perakitan varietas itu pun juga memang masih cukup relevan. Dan itu bukan suatu kegiatan yang mudah dan murah sehingga memang perlu alokasi biaya yang sangat tinggi,” katanya.

Danang menambahkan, program hilirisasi pemerintah saat ini sudah berada di jalur yang tepat. Melalui program bongkar ratun, pembangunan pabrik gula baru di luar Jawa, dan dukungan terhadap petani muda, pemerintah telah mendorong perbaikan produktivitas dan regenerasi petani tebu.

Ia juga menyoroti pentingnya revitalisasi pabrik gula (off farm), peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) agar sesuai dengan Good Agricultural Practices (GAP), serta dukungan pembiayaan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga rendah.

Tag:  #revisi #aturan #impor #dinilai #mendesak #untuk #selamatkan #industri #gula

KOMENTAR