



Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, Sejauh Mana Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Tercapai?
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen pada 2029.
Namun setelah satu tahun pemerintahan berjalan, target ambisius itu tampaknya masih jauh untuk digapai.
Seperti diketahui, pemerintahan Kabinet Merah Putih yang dipimpin Prabowo-Gibran resmi dimulai pada Oktober 2024.
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. Media asing soroti pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Selama itu pula, capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia masih belum beranjak dari level 5 persen.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV 2024 hingga Kuartal II 2025 secara berurutan sebesar 5,03 persen, 4,87 persen, dan 5,12 persen.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, pertumbuhan ekonomi yang stabil di angka 5 persen menunjukkan ketahanan, tetapi belum mencerminkan adanya perubahan yang berarti.
"Kalau bicara target pertumbuhan 8 persen seperti yang sering disebut pemerintah, itu masih cukup jauh," ujarnya kepada Kompas.com, dikutip Kamis (23/10/2025).
Kebijakan ekonomi belum cukup untuk dongkrak produktivitas
Menurutnya, dalam satu tahun pertama ini arah kebijakan ekonomi pemerintah memang menjaga stabilitas dan daya beli, namun hal ini belum cukup mendorong produktivitas.
Berbagai stimulus ekonomi yang telah digelontorkan pemerintah Prabowo-Gibran sejak awal tahun ini dapat membantu menjaga roda ekonomi tetap berputar.
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian, untuk benar-benar mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen, kebijakan harus bergeser dari sekadar menstimulus konsumsi menjadi memperkuat basis produktivitas dan investasi jangka panjang.
Lebih lanjut dia menjelaskan, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, Indonesia memerlukan dorongan besar dari investasi, peningkatan produktivitas tenaga kerja, dan reformasi struktural di berbagai sektor, mulai dari logistik, pendidikan, hingga birokrasi perizinan.
"Saat ini, fondasi ke arah sana belum terlihat kuat. Pertumbuhan 5 persen memang stabil, tapi masih jauh dari loncatan yang dibutuhkan menuju 8 persen," ucapnya.
Fundamental ekonomi RI perlu diperkuat
Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai target pertumbuhan ekonomi 8 persen hingga 2029 akan sangat berat dicapai dengan kondisi fundamental ekonomi saat ini.
"Saya kira masih jauh. Kalau 8 persen rasanya berat untuk bisa dicapai sampai 2029. Hal-hal yang fundamental itu enggak bisa tercapai dalam waktu dekat," kata Achmad kepada Kompas.com.
Achmad mengungkapkan, salah satu syarat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen ialah dengan menurunkan incremental capital output ratio (ICOR) dari sekitar 6,4 menjadi di bawah 5.
Namun tentu penurunan ICOR tidak mudah dilakukan karena dibutuhkan perbaikan iklim investasi, regulasi, pemerataan infrastruktur, hingga pengelolaan fiskal yang baik.
"Prasyarat agar ICOR kita cost-nya itu lebih murah, investasi swasta, BUMN dan APBN itu bisa lebih dorong," ucapnya.
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi.
Dia juga menyoroti struktur sumber pertumbuhan ekonomi yang masih bergantung pada tenaga kerja, sementara sektor teknologi belum berkembang secara maksimal.
Hal ini tercermin dari masih tingginya impor komoditas mesin atau peralatan mekanis dan mesin atau perlengkapan elektrik.
Kedua komoditas itu masih menjadi komoditas utama impor non-migas terbesar Indonesia.
Berdasarkan data BPS, pada Januari-Juni 2025, nilai impor mesin atau peralatan mekanis sebesar 17,09 miliar dolar AS dengan volume 2,22 juta ton, sementara nilai impor mesin atau perlengkapan elektrik sebesar 14,53 miliar dolar AS dengan volume 0,89 juta ton.
"Faktor teknologi ini jarang kali disentuh. Kalau kita lihat importasi mesin, peralatan dan sebagainya, makin hari makin tinggi. Itu membuktikan untuk mendorong growth kita berat kalau sisi teknologi kita itu tidak tumbuh," jelasnya.
Selain itu, penanaman modal asing (foreign direct investment/FDI) yang menjadi salah satu motor utama pertumbuhan juga menunjukkan tren menurun.
Alhasil investasi Indonesia bergantung pada Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Sedangkan investasi dari PMDN mayoritas masuk ke sektor usaha kecil.
"Padahal untuk yang growth tinggi itu butuh investasi yang agak menengah besar. Dan itu banyakan asing dari FDI itu yang lebih dominan," ucapnya.
Achmad juga mengingatkan soal bonus demografi yang akan berlangsung hingga 2030 berpotensi terbuang sia-sia.
"Kita kehilangan momentum untuk memanfaatkan tenaga kerja yang produktif. Bonus demografi ini tidak dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Karena yang lahir justru tenaga kerja yang unproduktif, less skill," tukasnya.
Tag: #setahun #pemerintahan #prabowo #gibran #sejauh #mana #target #pertumbuhan #ekonomi #persen #tercapai