Ekonomi dan Keuangan Syariah Bersifat Universal, Bukan Hanya untuk Muslim
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti dalam upacara penutupan Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Sumatera 2025 di Lampung City Mall, Rabu (25/6). (Agas Putra Hartanto/Jawa Pos)
06:54
26 Juni 2025

Ekonomi dan Keuangan Syariah Bersifat Universal, Bukan Hanya untuk Muslim

Ekonomi dan keuangan syariah memiliki peluang luar biasa. Tidak hanya di Indonesia, tapi juga di tingkat global. Sistem ini dibangun di atas nilai-nilai universal seperti etika, keadilan, keberlanjutan, serta inklusivitas.

"Kalau melihat ekonomi dan keuangan syariah itu, kita harus bisa melihat secara lebih jauh. Dalam artian ekonomi keuangan syariah itu tidak eksklusif hanya untuk berdasarkan kelompok tertentu," ucap Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti dalam upacara penutupan Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Sumatera 2025 di Lampung City Mall, Rabu (25/6).

Menurut dia, prinsip dasar dalam keuangan syariah menghindari unsur spekulatif dan mengedepankan keadilan sosial. Menjadikan sistem ini tidak hanya relevan bagi negara-negara berpenduduk mayoritas muslim. Melainkan, juga menarik minat negara lain yang minoritas penduduknya Islam seperti Jepang.

Destry menceritakan, usai berkunjung ke Jepang untuk menghadiri World Expo Osaka bulan lalu. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) binaan BI ambil bagian dalam pameran itu. Bahkan mendapat perhatian dari perwakilan Eropa, salah satunya Italia.

Di sana, dia juga sempat mengunjungi pusat ekonomi halal. Sekitar satu setengah jam perjalanan dari Tokyo. Masyarakat Jepang melihat produk halal sebagai simbol dari kualitas, keberlanjutan, dan keadilan. Menunjukkan bahwa prinsip syariah sudah mulai diterima secara universal, terlepas dari latar belakang agama.

"Saya tanya, siapa konsumennya? Apakah hanya orang Indonesia atau orang muslim di sana? Ternyata tidak. Itu membuat saya (merasa), ini Jepang aja ternyata begitu intens mendorong produk-produk halal," ungkapnya.

Mengutip data Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Destry menyatakan, total aset keuangan syariah di Indonesia telah mencapai Rp 9.927 triliun pada 2024. Setara 45 persen dari produk domestik bruto (PDB) nasional.

"BI melalui, Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah mencoba mengembangkan instrumen keuangannya. Karena kalau ekonomi syariah sudah tumbuh, tapi instrumen keuangannya masih terbatas, tentunya akan menjadi hambatan juga ke depan," beber lulusan Cornell University New York itu.

Destry mencontohkan Malaysia sebagai salah satu pusat pengembangan ekonomi keuangan syariah di Asia yang paling cepat. Keunggulan sistem keuangan syariah dibanding konvensional, terletak pada keharusan adanya underlying asset dalam setiap produknya. Sehingga lebih stabil dan tidak spekulatif.

Pemerintah saat ini aktif menerbitkan surat berharga berbasis syariah untuk mendukung pembiayaan sektor ekonomi syariah. Termasuk UMKM. BI juga melibatkan pesantren dalam pengembangan ekonomi syariah agar mampu mencetak pengusaha-pengusaha muslim baru.

"Prinsip syariah ini inklusif, harus semua merasakan pembangunan. Jadi no one left behind, jangan sampai ada yang tertinggal. Harus kita gali terus," tegasnya.

Destry menekankan, dalam ekonomi syariah, tidak semua kegiatan harus bermotif profit. Ada juga aktivitas seperti wakaf, yang menjadi bagian penting dalam mendukung kesejahteraan masyarakat.

Mengutip tokoh besar dalam ilmu ekonomi Islam, Ibnu Khaldun, Destry mengatakan, kemakmuran adalah hasil dari keadilan. "Islam mengajarkan untuk bisa bersikap adil, bisa bersikap inklusif, dan berkelanjutan untuk mencapai kemakmuran masyarakat luas," jelasnya. 

Editor: Edy Pramana

Tag:  #ekonomi #keuangan #syariah #bersifat #universal #bukan #hanya #untuk #muslim

KOMENTAR