



Pemerintah Bakal Pajaki Toko Online yang Beromzet Rp 500 Juta
- Pemerintah dikabarkan akan menerapkan regulasi baru yang mewajibkan platform e-commerce untuk memotong pajak dari penghasilan penjualan para penjual di platform mereka. Demikian dilansir dari Reuters Rabu (25/6/2025).
Menurut dua sumber industri yang mengetahui rencana tersebut serta dokumen yang dilihat oleh Reuters, hal tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan negara.
"Arahan yang direncanakan ini, yang juga bertujuan untuk menciptakan kesetaraan antara toko online dan toko fisik, bisa diumumkan secepat-cepatnya bulan depan," sebut salah satu sumber, seiring dengan upaya Indonesia mengatasi lemahnya penerimaan pajak.
"Perubahan kebijakan ini akan berdampak pada sejumlah operator e-commerce utama di Indonesia, termasuk TikTok Shop milik ByteDance, Tokopedia, Shopee milik Sea Limited, Lazada yang didukung Alibaba, Blibli, dan Bukalapak," tambah salah satu sumber.
Menurut sumber-sumber tersebut, platform e-commerce menentang regulasi itu, dengan alasan dapat meningkatkan biaya administratif dan mendorong penjual berpindah dari pasar daring.
Selain potensi peningkatan beban administratif, platform e-commerce menyatakan kekhawatiran bahwa sistem pajak yang saat ini mengalami masalah teknis pasca pembaruan awal tahun, kemungkinan besar tidak mampu menangani volume data yang diminta oleh otoritas pajak dari marketplace.
Penjual online yang kena pajak
Sumber-sumber tersebut mengatakan bahwa berdasarkan aturan baru, platform e-commerce akan diwajibkan untuk memotong dan menyetorkan ke otoritas pajak sebesar 0,5 persen dari penghasilan penjualan toko online yang memiliki omzet tahunan antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar.
Penjual dalam kategori tersebut diklasifikasikan sebagai usaha kecil dan menengah (UKM), dan saat ini sudah diwajibkan membayar pajak sebesar itu secara langsung.
Salah satu sumber menambahkan bahwa terdapat pula usulan sanksi bagi platform e-commerce yang terlambat melaporkan kewajiban pajaknya.
Pernyataan para sumber ini diperkuat oleh isi presentasi resmi yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada para operator, yang juga dilihat oleh Reuters.
Sumber-sumber tersebut yang telah mendapatkan penjelasan langsung dari otoritas pajak itu, meminta identitas mereka dirahasiakan karena tidak diberi wewenang untuk berbicara di depan publik terkait isu ini.
Sementara itu Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA) tidak membenarkan maupun membantah rincian rencana tersebut. Namun mereka menyatakan bahwa kebijakan ini, jika diterapkan, akan berdampak pada jutaan penjual.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa penerimaan negara turun 11,4 persen secara tahunan pada periode Januari–Mei menjadi Rp 995,3 triliun, disebabkan oleh rendahnya harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang lemah, serta gangguan dalam sistem pemungutan pajak akibat pembaruan sistem TI.
Sementara itu, industri e-commerce Indonesia sedang berkembang pesat. Nilai transaksi bruto (gross merchandise value/GMV) tahun lalu diperkirakan mencapai 65 miliar dollar AS dan diproyeksikan tumbuh menjadi 150 miliar dollar AS pada 2030, menurut laporan bersama Google, investor negara Singapura Temasek, dan konsultan Bain & Co.
Indonesia sebelumnya pernah memperkenalkan regulasi serupa pada akhir 2018, yang mewajibkan seluruh operator marketplace membagikan data penjual dan membuat mereka membayar pajak atas penghasilan penjualan. Namun, aturan tersebut dicabut tiga bulan kemudian akibat penolakan keras dari pelaku industri.
Tag: #pemerintah #bakal #pajaki #toko #online #yang #beromzet #juta