Investasi Obligasi Lokal Makin Menarik, Ini Sebab Investor Global Waspada AS
Ilustrasi obligasi. (SHUTTERSTOCK/OK-PRODUCT STUDIO)
11:04
17 Juni 2025

Investasi Obligasi Lokal Makin Menarik, Ini Sebab Investor Global Waspada AS

- Pasar keuangan global mulai menunjukkan perubahan arah di tengah meredanya tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Di saat sebagian investor dunia mulai mengurangi eksposur ke aset di AS, peluang bagi pasar Asia, termasuk Indonesia, pun terbuka lebar, terutama di instrumen obligasi.

Laras Febriany, Portfolio Manager Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), mengungkapkan bahwa sentimen pasar global memang cenderung membaik dalam beberapa waktu terakhir.

Ini tak lepas dari perkembangan negosiasi dagang yang meredakan kekhawatiran terhadap risiko resesi global.

“Pasar terlihat lebih hopeful, meski tetap waspada. Ada perundingan dagang lebih konkret antara AS dan China, disusul kesepakatan AS-Inggris serta perpanjangan masa negosiasi antara AS dan Uni Eropa. Semua ini menopang sentimen, walau risiko tetap ada karena kebijakan AS sangat mudah berubah,” ujar Laras melalui keterangannya, dikutip Selasa (17/6/2025).

Namun, tema "Sell America" atau mengalihkan sebagian portofolio dari aset-aset AS ke kawasan lain mulai menguat.

Hal ini dipicu oleh sejumlah faktor, seperti melemahnya pertumbuhan ekonomi AS, kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump yang cenderung ekstrem dan tidak terduga, serta kekhawatiran atas utang dan defisit fiskal AS yang membengkak.

Penurunan peringkat kredit oleh Moody’s pun turut memperburuk citra investasi Negeri Paman Sam.

Laras menilai, di tengah pergeseran arus dana global ini, Asia memiliki potensi besar.

“Asia menawarkan kombinasi menarik antara emiten domestik berbasis konsumsi dan emiten yang terintegrasi dalam rantai pasok teknologi global, seperti perangkat keras teknologi, energi terbarukan, otomotif listrik, jasa IT, automasi robotik, AI, hingga farmasi,” jelasnya.

Sementara itu, Indonesia dinilai masih perlu kerja keras untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi setelah lesu pada kuartal I 2025.

Pertumbuhan melambat karena konsumsi rumah tangga masih lemah usai pandemi, ditambah belanja pemerintah yang terkontraksi akibat realokasi anggaran.

“Harapannya di kuartal kedua ini, setelah realokasi APBN selesai, belanja pemerintah bisa lebih akseleratif. Penurunan BI rate, stabilitas Rupiah, dan stimulus lanjutan diharapkan mendorong konsumsi membaik di semester kedua,” ungkap Laras.

 

Rupiah

Terkait Rupiah, Laras memperkirakan nilai tukar terhadap dollar AS akan stabil di kisaran 16.200–16.900 hingga akhir 2025.

Dengan kurs saat ini Rp 16.500, nilai 1 dollar AS setara Rp 16.500. Menurutnya, tekanan terhadap Rupiah sudah mulai berkurang seiring selesainya periode pembayaran dividen serta kebutuhan dollar AS untuk musim haji.

“Bank Indonesia membuka ruang pemangkasan suku bunga di tengah inflasi terjaga. Proyeksi BI rate sampai akhir tahun ini setidaknya 5,25 persen,” sebut Laras.

Selain penurunan BI rate, likuiditas pasar diperkirakan membaik setelah BI menurunkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 basis poin.

Ini bisa memberi tambahan likuiditas sekitar Rp 90 triliun. Jatuh tempo Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia (SRBI) di kuartal III sebesar Rp 273 triliun dan kuartal IV senilai Rp 224 triliun juga berpotensi menambah likuiditas pasar.

Dengan kondisi tersebut, peluang investasi di pasar obligasi dinilai cukup terbuka, terutama pada obligasi tenor pendek.

Obligasi berdurasi pendek masih menarik di tengah potensi penurunan Fed Funds Rate dan BI rate hingga akhir tahun. Penurunan suku bunga acuan ini membuka peluang capital gain di instrumen tersebut,” terang Laras.

Risiko yang mengintai

Meski begitu, sejumlah risiko tetap mengintai. Dari eksternal, masih ada potensi lonjakan imbal hasil US Treasury karena penurunan peringkat kredit AS.

Sementara dari dalam negeri, ketepatan stimulus pemerintah dalam mendorong konsumsi menjadi kunci.

“Katalis positifnya adalah terjaganya pasokan obligasi Rupiah serta proyeksi kenaikan penerbitan obligasi global, baik dalam dollar AS maupun mata uang lain seperti dollar Australia dan yuan. Ini bisa menjaga minat investor dan menambah likuiditas,” jelas Laras.

Dalam mengelola portofolio reksa dana obligasi MAMI, Laras menegaskan pendekatan aktif tetap dikedepankan.

“Kami menjaga keseimbangan defensif dan agresif, mengatur durasi secara optimal, memilih efek dengan valuasi menarik baik benchmark maupun non-benchmark, sekaligus menjaga diversifikasi untuk memitigasi risiko,” pungkasnya.

Tag:  #investasi #obligasi #lokal #makin #menarik #sebab #investor #global #waspada

KOMENTAR