Simak Faktor Pembeda Penghitungan Data Kemiskinin Bank Dunia dan BPS
Ilustrasi kemiskinan.(KOMPAS/AGUS SUSANTO)
17:24
15 Juni 2025

Simak Faktor Pembeda Penghitungan Data Kemiskinin Bank Dunia dan BPS

Bank Dunia mencatat lebih dari 60,3 persen penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan pada 2024. Jumlah itu setara 171,8 juta jiwa. Data ini tertuang dalam laporan Macro Poverty Outlook.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan nasional pada September 2024 sebesar 8,57 persen. Artinya, ada sekitar 24,06 juta orang miskin secara resmi di Indonesia.

Unit Kerja Kepala Statistik Bidang Media dan Komunikasi BPS, Eko Rahmadian, menjelaskan alasan perbedaan itu. Ia menyebut metode dan tujuan penghitungan keduanya berbeda.

"Perbedaan angka ini memang terlihat cukup besar, tetapi penting untuk dipahami secara bijak bahwa keduanya tidak saling bertentangan," kata Eko dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (15/6/2025).

Bank Dunia menggunakan tiga standar garis kemiskinan global. Pertama, 2,15 dollar Amerika Serikat (AS) per kapita per hari untuk kemiskinan ekstrem.

Kedua, 3,65 dollar AS per kapita per hari untuk negara berpendapatan menengah bawah. Ketiga, 6,85 dollar AS per kapita per hari untuk negara berpendapatan menengah atas.

Ketiga garis kemiskinan itu dihitung dalam satuan Dollar AS PPP (purchasing power parity), bukan kurs pasar. PPP menyesuaikan daya beli di tiap negara. Satu Dollar AS PPP pada 2024 setara dengan Rp 5.993,03.

Angka 60,3 persen milik Bank Dunia diambil dari standar 6,85 dollar AS PPP. Angka itu dihitung dari rata-rata garis kemiskinan di 37 negara berpendapatan menengah atas. Standar ini tidak disesuaikan dengan kebutuhan dasar penduduk Indonesia.

Bank Dunia juga menganjurkan setiap negara menggunakan garis kemiskinan nasional masing-masing, disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan sosial negara tersebut.

Indonesia saat ini masuk kategori negara berpendapatan menengah atas. Gross National Income (GNI) per kapita Indonesia pada 2023 sebesar 4.870 dollar AS. Angka ini hanya sedikit di atas batas bawah kategori tersebut, yakni 4.516 dollar AS.

Karena itu, bila menggunakan standar Bank Dunia, jumlah penduduk miskin Indonesia menjadi sangat tinggi.

 

BPS menggunakan metode Cost of Basic Needs (CBN). Garis kemiskinan dihitung dari jumlah pengeluaran minimum untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan nonmakanan.

Komponen makanan didasarkan pada konsumsi minimal 2.100 kilokalori per orang per hari. Komoditas yang dihitung mencakup beras, telur, tahu, tempe, minyak goreng, dan sayur. Komponen nonmakanan meliputi tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, pakaian, dan transportasi.

Penghitungan mengacu pada data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Survei ini dilakukan dua kali setahun, pada Maret dan September. Pada Maret 2024, Susenas menjangkau 345.000 rumah tangga. Sementara pada September, 76.310 rumah tangga.

Pengeluaran dihitung di tingkat rumah tangga. Sebab dalam praktiknya, konsumsi dilakukan bersama.

Karena itu, garis kemiskinan versi BPS lebih mencerminkan kebutuhan riil masyarakat Indonesia. Angka ini dirilis secara rinci menurut wilayah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, serta dibedakan antara kota dan desa.

Garis kemiskinan nasional per kapita pada September 2024 tercatat Rp 595.242 per bulan. Rata-rata rumah tangga miskin beranggotakan 4,71 orang. Artinya, garis kemiskinan per rumah tangga sebesar Rp 2.803.590 per bulan.

Setiap provinsi memiliki garis kemiskinan berbeda. Misalnya, DKI Jakarta Rp 4.238.886 per rumah tangga. Nusa Tenggara Timur Rp 3.102.215. Lampung Rp 2.821.375.

“Perlu kehati-hatian dalam membaca angka garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah angka rata-rata yang tidak memperhitungkan karakteristik individu seperti usia, jenis kelamin, atau jenis pekerjaan,” kata Eko.

Ia menjelaskan, angka itu tak bisa digunakan untuk menilai pengeluaran setiap orang. Di Jakarta, misalnya, garis kemiskinan per kapita Rp 846.085 per bulan. Jika ada satu rumah tangga berisi ayah, ibu, dan tiga balita, tidak bisa diasumsikan kebutuhan sang ayah sama dengan balita.

Garis kemiskinan rumah tangga untuk lima orang di Jakarta adalah Rp 4.230.425 per bulan. Ini lebih menggambarkan kondisi ekonomi rumah tangga secara utuh.

Dengan pemahaman seperti itu, kemiskinan tidak bisa dimaknai sebagai pendapatan per orang. Bahkan, memiliki penghasilan Rp 20.000 per hari belum tentu tergolong miskin.

Eko menambahkan, tidak semua yang berada di atas garis kemiskinan otomatis sejahtera. Ada kelompok rentan miskin, kelompok menuju kelas menengah, kelas menengah, dan kelas atas.

Per September 2024, kelompok miskin sebesar 8,57 persen atau 24,06 juta jiwa. Kelompok rentan miskin 24,42 persen atau 68,51 juta jiwa. Kelompok menuju kelas menengah 49,29 persen atau 138,31 juta jiwa. Kelas menengah 17,25 persen atau 48,41 juta jiwa. Kelas atas 0,46 persen atau 1,29 juta jiwa.

Tag:  #simak #faktor #pembeda #penghitungan #data #kemiskinin #bank #dunia

KOMENTAR