



Cadev Stagnan, Ekonom: Waspadai Kebijakan Trump Berpotensi Hambat Capital Inflow
Cadangan devisa (cadev) tetap stabil di tengah pembayaran utang dan langkah-langkah stabilisasi rupiah. Membaiknya sentimen global membuka ruang penguatan nilai tukar negara emerging market, meski ketidakpastian kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berpotensi menghambat proyeksi aliran modal masuk ke tanah air di 2025.
Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi cadev per akhir Mei 2025 sebesar USD 152,5 miliar. Stagnan seperti posisi pada akhir April 2025.
Hal itu dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penerimaan devisa migas (minyak dan gas) di tengah kebutuhan untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah. Chief Economist Bank Permata Josua Pardede menilai cadev masih tetap solid.
Meski ketegangan perang dagang mereda, masih belum dapat mengesampingkan potensi ketidakpastian pasar keuangan global yang terus berlanjut akibat kebijakan tarif Presiden Trump. "Pendekatan proteksionisnya dapat memperburuk tekanan inflasi di AS, menciptakan dilema kebijakan bagi The Fed, terutama dalam menyeimbangkan pengendalian inflasi dengan kebutuhan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi AS," ujar Josua kepada Jawa Pos, Rabu (11/6).
Ditambah dengan stagnasi ekonomi Tiongkok yang berkepanjangan, kondisi ini kemungkinan akan memperkuat preferensi investor terhadap aset safe-haven. Sehingga mengurangi minat terhadap aset berisiko, terutama di pasar emerging market.
Kebijakan baru Indonesia mengenai Pendapatan Valuta Asing dari Ekspor Barang Sumber Daya Alam (DHE SDA) diperkirakan akan sebagian menanggulangi dampak dari aliran modal yang melambat. Didukung oleh surplus perdagangan yang terus berlanjut.
"Oleh karena itu, kami merevisi perkiraan defisit neraca berjalan 2025 dari 1,18 persen PDB menjadi 0,87 persen PDB," jelasnya.
BI diperkirakan akan intervensi di pasar valuta asing melalui penggunaan cadev untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dalam menghadapi ketidakpastian global yang meningkat. Hal ini dapat menyebabkan penurunan bertahap dalam tingkat cadev.
Namun, pondasi makroekonomi Indonesia yang relatif tangguh dan ruang gerak yang lebih luas untuk penurunan suku bunga BI pada 2025 dapat terus menarik aliran modal selektif, terutama ke obligasi pemerintah (SBN). "Kami memperkirakan cadangan devisa Indonesia akan berada di kisaran USD 153-157 miliar pada akhir 2025 dengan rupiah diperkirakan akan diperdagangkan dalam kisaran Rp 16.100-16.400 per USD pada akhir periode," ucap Josua.
Sementara itu, Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro melihat membaiknya sentimen global membuka ruang penguatan rupiah dan pemulihan cadev. Sentimen pasar global mulai menunjukkan perbaikan seiring dimulainya kembali dialog antara AS dan Tiongkok.
Yang mana para pejabat tinggi kedua negara melanjutkan negosiasi perdagangan untuk meredakan ketegangan dan meninjau kembali kebijakan tarif. "Pembicaraan ini membantu meredakan kekhawatiran pasar global dan mengembalikan sebagian kepercayaan investor," jelasnya.
Pergeseran sentimen global ini, lanjut dia, dapat mendorong meningkatnya selera risiko investor. Membuka jalan bagi arus modal yang lebih seimbang ke negara berkembang termasuk Indonesia.
Dengan meredanya tekanan eksternal, rupiah berpotensi menguat seiring membaiknya posisi investor, sementara tekanan terhadap cadev kemungkinan juga akan berkurang. "Data terbaru menunjukkan bahwa rupiah hanya melemah sekitar 1 persen hingga hari ini, mencerminkan pemulihan signifikan dari depresiasi hingga 4 persen di awal tahun ini. Kami mempertahankan proyeksi bahwa cadangan devisa akan berada di kisaran USD 155-160 miliar pada akhir 2025," jelas Asmo.
Tag: #cadev #stagnan #ekonom #waspadai #kebijakan #trump #berpotensi #hambat #capital #inflow