Polemik Batas Bunga Pindar: Penetrasi Inklusi Keuangan atau Pengendalian Risiko Kredit
Ilustrasi pemanfaatan fintech P2P. (Istimewa)
22:36
11 Juni 2025

Polemik Batas Bunga Pindar: Penetrasi Inklusi Keuangan atau Pengendalian Risiko Kredit

- Aturan batas atas suku bunga atau manfaat ekonomi pinjaman daring (pindar) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menimbulkan perdebatan. Di satu sisi, dapat menciptakan keseimbangan antara keuntungan investor dan kemampuan bayar peminjam.

Namun, juga berpotensi membatasi ruang gerak penyedia layanan fintech dalam menyalurkan kredit, terutama kepada peminjam berisiko tinggi yang unbankable. Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S. Djafar menuturkan, saat ini batas manfaat ekonomi yang ditetapkan oleh OJK sudah sesuai market. Baik dari sisi borrower maupun lender.

"Memang perlu diatur guna melindungi konsumen agar bunga tidak liar dan tinggi, yang akhirnya memberatkan borrower," katanya kepada Jawa Pos, Rabu (11/6).

Memang, sasaran industri pindar untuk masyarakat unbanked dan underserved. Sehingga sangat berisiko tinggi.

"Hanya saja menurut kami manfaat ekonomi yang saat ini diatur oleh OJK masih dapat menutupi risiko tersebut," imbuhnya.

Entjik menyatakan, salah satu fokusnya dalam melindungi konsumen (consumen protection). Dia meyakini tahun ini, pembiayaan pindar di periode ini bisa tumbuh double digit. Terutama didorong oleh permintaan pembiayaan konsumtif atau sektor multiguna.

"Di tengah tantangan ekonomi masyarakat, pindar bisa menjadi solusi keuangan jika digunakan secara bertanggung jawab," tandasnya.

Head of Center Digital Economy and SMEs Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Izzudin Al Farras Adha memandang, industri pindar atau peer-to-peer lending (P2P lending) memiliki peran penting dalam meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Sejalan dengan kemampuannya dalam menjangkau masyarakat yang tergolong underbanked dan unbanked.

Laporan Google, Temasek, dan Bain pada 2022 menunjukkan bahwa secara total terdapat 81 persen masyarakat Indonesia yang masih kurang terlayani layanan keuangan (underbanked) atau sama sekali tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan (unbanked).Jumlah pinjaman melalui platform pindar mengalami peningkatan yang signifikan sepanjang 2024 hingga awal 2025.

Lebih dari 23 juta akun rekening aktif tercatat dengan total pinjaman outstanding mencapai Rp 80 triliun per Februari 2025."Peningkatan ini mencerminkan semakin masifnya adopsi layanan pinjaman daring oleh masyarakat Indonesia," terangnya.

Perkembangan pindar sebagai instrumen keuangan tumbuh sangat pesat, terutama di negara berkembang dan maju, khususnya di Indonesia. Pindar hadir sebagai solusi inklusi keuangan bagi individu dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sering mengalami kesulitan dalam memperoleh akses kredit dari perbankan tradisional.

Melalui platform online, proses pembiayaan menjadi lebih mudah dan cepat, tanpa harus melalui prosedur kompleks sebagaimana yang umum berlaku di sektor perbankan konvensional. Pertumbuhan industri ini diiringi dengan tantangan suku bunga tinggi yang dapat membebani peminjam, khususnya UMKM.

Makanya, regulator menerapkan kebijakan batas atas suku bunga. Yang bertujuan untuk melindungi konsumen dari potensi eksploitasi finansial yang dapat meningkatkan risiko gagal bayar. 

Farras menyatakan, bahwa efektivitas batas atas suku bunga masih menjadi perdebatan. Di satu sisi, keberadaan batas atas suku bunga dapat menciptakan keseimbangan antara keuntungan investor dan kemampuan bayar peminjam.

Namun di sisi lain, kebijakan ini berpotensi membatasi ruang gerak penyedia layanan fintech dalam menyalurkan kredit. Khususnya kepada peminjam berisiko tinggi yang umumnya tidak memiliki akses ke layanan perbankan konvensional.

Selain itu, terdapat kecenderungan lembaga keuangan mengurangi insentif pemberian kredit kepada segmen berisiko tinggi, terutama UMKM serta individu dengan riwayat kredit terbatas. "Dengan kata lain, kebijakan ini juga berpotensi menghambat inovasi produk keuangan," ungkapnya.

Perusahaan pindar mungkin akan enggan mengembangkan produk baru atau memasuki segmen pasar tertentu jika pengembalian yang diperoleh dianggap tidak sebanding dengan risiko yang ditanggung. Terlebih lagi ketika suku bunga dibatasi pada tingkat yang rendah.

Selain itu, penerapan kebijakan ini juga dapat mengganggu stabilitas keuangan perusahaan penyelenggara pindar. Meski demikian, kebijakan batas maksimum suku bunga harian pinjaman daring oleh OJK tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial yang memprihatinkan.

Maraknya kasus-kasus tragis seperti bunuh diri, perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, hingga tindakan kriminal seperti pencurian dan pembunuhan diduga memiliki keterkaitan dengan jeratan pinjaman online (pinjol). Baik yang ilegal maupun legal, yang menetapkan bunga dan denda tinggi di luar kemampuan bayar peminjam.

Sebagai respons terhadap kondisi tersebut, regulator berupaya mengeluarkan kebijakan. Yang diharapkan dapat membantu mengurai permasalahan sosial-ekonomi yang timbul akibat praktik pindar yang tidak terkendali.

"Dalam hal ini, peran OJK menjadi krusial dalam mengatur ekosistem pindar agar tetap sehat dan berkelanjutan," ujar Farras.

Oleh karena itu, setidaknya terdapat tiga alternatif kebijakan yang patut OJK prioritaskan terlebih dahulu. Yakni transparansi biaya, pengendalian risiko kredit, serta penguatan pengawasan dan penindakan.

Editor: Estu Suryowati

Tag:  #polemik #batas #bunga #pindar #penetrasi #inklusi #keuangan #atau #pengendalian #risiko #kredit

KOMENTAR