Keluhan AS terhadap QRIS Dinilai Tak Berdasar, Indonesia Diminta Tetap Tegas Jaga Kepentingan Nasional
QRIS. Keluhan Amerika Serikat (AS) terhadap sistem pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dinilai tidak memiliki dasar kuat.(Muhammad Idris/Money.kompas.com)
20:12
22 April 2025

Keluhan AS terhadap QRIS Dinilai Tak Berdasar, Indonesia Diminta Tetap Tegas Jaga Kepentingan Nasional

– Keluhan Amerika Serikat (AS) terhadap sistem pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dinilai tidak memiliki dasar kuat.

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menegaskan bahwa sejak awal QRIS dirancang sebagai instrumen untuk memperluas inklusi keuangan, khususnya bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia.

“Target utama QRIS adalah untuk mendorong inklusi keuangan, termasuk untuk UMKM. Jika (perusahaan) asing akan bergabung dengan QRIS, masih terbuka lebar, tinggal melakukan aplikasi ke BI (Bank Indonesia),” kata Wijayanto di Jakarta, Selasa (22/4/2025) dikutip dari Antara.

Pernyataan ini merespons keluhan Pemerintah AS yang disampaikan melalui dokumen National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang dirilis Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) pada 31 Maret 2025.

Dalam dokumen tersebut, AS menilai bahwa perusahaan asing, termasuk penyedia jasa pembayaran dan bank asal AS, tidak dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).

AS menyebut kurangnya transparansi dan keterlibatan internasional dalam proses ini dapat menimbulkan hambatan perdagangan.

Namun, Wijayanto menilai kritik tersebut cenderung berlebihan. Salah satu faktor yang menyebabkan QRIS kurang diminati oleh perusahaan pembayaran global seperti Visa dan Mastercard adalah skema biaya transaksinya yang jauh lebih rendah.

“Misalnya untuk UMKM, transaksi di bawah Rp500 ribu fee-nya nol persen. Bandingkan dengan Visa atau Mastercard yang bisa mencapai 1,8 hingga dua persen,” jelasnya.

Ia juga menekankan bahwa sistem GPN yang diterapkan oleh Indonesia tidak membatasi pemain asing, justru membuka ruang kompetisi yang lebih sehat dan efisien.

“Transaksi di Indonesia, dua pihak dari Indonesia, menggunakan rupiah, berlokasi di Indonesia. Tidak ada alasan mengapa proses dan service-nya harus di luar negeri, selain mahal juga tidak efisien,” ujarnya.

Wijayanto mengingatkan agar Indonesia tetap bersikap tegas dalam menjaga kepentingan nasional, terutama dalam menghadapi tekanan dari negara lain, termasuk AS. Ia menyebut sikap AS sebagai bagian dari strategi negosiasi yang kerap dimulai dengan “tuntutan tinggi”.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) juga telah merespons kritik tersebut. Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menegaskan bahwa Indonesia terbuka terhadap kerja sama lintas negara dalam sistem pembayaran digital, termasuk dengan AS, asalkan kedua pihak siap.

“Jadi kami tidak membeda-bedakan. Kalau Amerika siap, kita siap, kenapa enggak?” ujar Destry saat menghadiri acara Edukasi Keuangan bagi Pekerja Migran Indonesia di Jakarta, Senin (21/4/2025).

Ia juga menepis anggapan bahwa sistem pembayaran Indonesia menutup pintu bagi perusahaan asing. Menurutnya, kartu kredit dari perusahaan AS seperti Visa dan Mastercard masih mendominasi pasar domestik hingga saat ini.

“Sampai sekarang pun kartu kredit yang selalu diributin, Visa, Mastercard, kan masih juga dominan. Jadi itu enggak ada masalah sebenarnya,” kata Destry.

Laporan USTR yang menjadi sumber keluhan AS juga dirilis hanya beberapa hari sebelum Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor resiprokal yang menargetkan sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa implementasi QRIS dan GPN mewajibkan semua transaksi ritel domestik diproses melalui lembaga switching lokal yang berlisensi BI, sesuai dengan Peraturan BI Nomor 19/08/2017.

Langkah ini disebut oleh AS sebagai hambatan pasar karena dianggap membatasi opsi lintas batas. Namun, Indonesia berpendapat bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem pembayaran yang lebih inklusif, efisien, dan sesuai dengan kepentingan nasional.

Pakar dan otoritas di Indonesia sepakat bahwa dalam menghadapi tekanan internasional, pemerintah tidak boleh terburu-buru mengambil keputusan dan harus tetap mengutamakan kepentingan dalam negeri.

Tag:  #keluhan #terhadap #qris #dinilai #berdasar #indonesia #diminta #tetap #tegas #jaga #kepentingan #nasional

KOMENTAR